“Jadi kamu sengaja menjebakku? Aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu akan mendukung perempuan miskin itu,” suaranya bergetar, tidak mampu menyembunyikan kemarahan yang bergejolak di hatinya. Mata ibunya Martin menatap tajam, seperti api yang membara, membakar setiap sisa kepercayaan yang pernah ada pada mantan suaminya. Ia menggenggam erat tasnya, seolah tas itu bisa menghentikan getaran kemarahan yang menyelimuti dirinya.
Ayahnya Martin, meskipun wajahnya tenang, terlihat sedikit lelah. “Aku tidak punya cara lain,” jawabnya dengan suara berat. “Sela adalah istrinya Martin. Dia pantas berada di sana.”
Kemarahan ibunya Martin semakin menyala. “Aku tidak peduli Sela istrinya Martin atau bukan. Tapi perempuan itu harus dijauhkan dari Martin! Tidak ada tempat untuknya di keluarga ini!”
