“Kamu sudah boleh melihat Martin,” ujar Regan dengan suara yang lembut namun tegas, seolah menyelinap ke dalam pikiran Sela yang sedang terselubung oleh kabut patah hati. Kehadiran laki-laki itu begitu tiba-tiba, hampir seperti bayangan yang muncul di tengah keremangan, menambah debar yang tak terucap di d**a Sela. “Benarkah?” tanyanya, bibirnya gemetar antara harapan dan keraguan. Hatinya seolah terhenti sejenak, enggan percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Regan tersenyum tipis, senyum yang selalu berhasil membuat hati Sela sedikit lebih tenang, meski tidak sepenuhnya. “Kamu tidak percaya padaku?” tanyanya, dengan nada bercampur rasa penasaran dan keyakinan yang meluluhkan. Sela menunduk, matanya berkabut oleh emosi yang tak mampu ia kendalikan. “Aku percaya padamu,” bisiknya

