"Maafkan aku, Mas." Meta meremas tangan suaminya dengan kuat, rasa cemas yang menjalar dalam dirinya membuatnya takut, takut kalau Shaka akan melepaskan genggaman itu, meninggalkannya sendirian dalam kesalahan yang telah ia perbuat. Hatinya bergetar, seolah-olah badai tak terlihat mengancam meruntuhkan ketenangan pernikahan mereka yang selama ini dijaga. Shaka menatapnya, dalam-dalam, dan mata itu—mata yang biasanya begitu tenang dan tegas—kini tampak lembut, seolah memahami setiap sudut ketakutan yang tersembunyi di hati Meta. Perlahan, tangannya yang kokoh terulur, mengusap lembut pucuk kepala Meta, memberikan rasa nyaman yang tak terucapkan. Sentuhan itu penuh kasih, penuh janji tak terucap bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja. "Enggak apa-apa, sayang," suara Shaka terdengar hanga