Sela menghela napas panjang, suaranya bergetar saat mencoba menjelaskan perasaannya yang terbelit dalam kekelaman. "Kamu sungguh enggak ngerti, aku ini hanya perempuan lemah. Aku enggak bisa lepas dari Martin." Matanya tertunduk, seperti menatap dalam lubang hitam yang tak berujung, terperangkap dalam takdir yang telah ia pilih—atau mungkin dipaksakan padanya. Regan, dengan tangan yang mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan amarah yang perlahan mendidih. "Apa kamu cinta pada Martin?" tanyanya, suaranya rendah tapi sarat dengan kepedihan. Di matanya, ada harapan, meskipun tipis—harapan bahwa jawaban dari Sela akan memberinya alasan untuk tetap berjuang. Namun, jawaban Sela datang seperti tamparan dingin di wajahnya. "Aku tidak memiliki pilihan. Cinta atau tidak. Aku harus tetap bersa