"Aku enggak mau lagi mendengar kamu menjodohkan aku dengan gadis mana pun," ujar Regan dengan nada tegas, meskipun ada kelelahan yang tersirat di suaranya. Saat ini, keduanya duduk di meja makan kecil di apartemen Sela, suasana yang tadinya kaku perlahan mencair. Regan, yang awalnya enggan untuk makan karena rasa marah yang masih membara di dadanya, akhirnya luluh melihat raut wajah Sela yang memohon dengan polos. Ada sesuatu yang tak bisa ia tolak dalam tatapan gadis itu—seolah kekerasan hatinya runtuh hanya dengan satu lirikan. "Baiklah, terserah kamu," jawab Sela dengan suara lembut, menyerah tanpa perlu banyak bicara. Namun, senyumnya tetap tergantung di sudut bibir, seakan percaya bahwa waktu yang akan menyembuhkan luka di hati Regan. Ia meletakkan potongan ikan di piringnya dengan g

