"Kenapa dengan wajahmu?" Tanya Sean ketika keluar dari kamar mandi dan ternyata wajah Calista sedang murung.
"Tidak apa. Kau lama sekali mandinya, aku sangat bosan." Ucap Calista yang membuat Sean terkekeh.
"Saat kau sudah melihat kekejamanku, kau masih tidak takut denganku?" Tanya Sean.
"Tidak! Kau mengatakan jika kau akan kejam dan menghukum orang saat dia melakukan kecurangan atau penghianatan, dan aku tidak melakukan itu semua, jadi kenap aku harus takut padamu." Ucap Calista yang membuat Sean tersenyum,
"Itu baru wanitaku." Ucap Sean yang ingin mencium Calista namun Calista mencegahnya.
"Kenapa?"
"Kau suka sekali menciumku,"
"Jika kau mau, aku juga mau tidur denganmu." Ucap Sean tersenyum.
"Dalam mimpimu saja." Ucap Calista yang membuat Sean semakin tertawa.
"Bukan mimpi, tapi suatu saat ku pasti akan mau tidur denganku dan mencintaiku, krena tidak ada wanita yang menolak pesonaku."
"Ada! Aku contohnya. Dasar mesumm." Cibir Calista. Sean akhirnya terkekeh dan hanya mencium kening Calista.
"Kau mau mandi?" Tanya Sean.
"Apa aku bau?" Tanya Calista yang menncium tubuhnya sendiri.
"Coba ku liat." Ucap Sean dan dengan tidak sadarnya Calista mendekatkan dirinya.
Sean tersenyum dan mencium leherr Calista lalu menyesapnya yang membuat Calista sedikit meringis dan merinding sendiri.
"Dasar penipu." Ucap Calista mengomel karena dia mendorong Sean sebelum menyesap lehernya lagi.
"Kau snagat wangi, kau mana pernah bau, tapi jika kau tidak percaya diri, aku bisa mencium tubuhmu yang lain untuk membuktikan tubuhmu bau atau tidak." Ucap Sean tersenyum manis
"Moduss, kau benar-benar buaya." Cibir Calista.
Sean terkekeh dan akhirnya melepaskan Calista dan mengambil kaos santainya.
"Aku merasa ada yang menganggu pikiranmu." Ucap Sean ketika melihat wajah Calista kembali dengan raut yang berbeda.
"Aku tidak apa, ngomong-ngomong aku baru tau jika tato yang kau buat di bahuku sama seperti tato yang di punggungmu, hanya saja tato di punggungmu lebih besar. Apa arti tato itu?" Tanya Calista penasaran sekaligus mengalihkan pembicaraan, dia tidak ingin bercerita tentang perdebatannya dengan Sabrina tadi.
"Tato jika kau adalah bagian anggota kelompok mafiaku. Bukan hanya aku dan kau, semua anggota keluarga bahkan anak buahku memilikinya." Ucap Sean yang di mengerti oleh Calista.
"Ayo kita makan." Ucap Sean.
"Bolehkah aku berbelanja? Kau pernah mengatakan jika aku menurut padamu, kau akan memberikan apapun yang aku mau." Ucap Calista.
Sean tersenyum dan mengangguk.
"Hah? Serius?" Ucap Calista karena sebenarnya dia tadinya hanya bercanda.
"Bagaimana jika aku meminta belanja berlian dan perhiasan, atau bisa jadi aku meminta mobil." Ucap Calista.
"Aku sangat kaya, meskipun kau meminta rumah atau kapal pesiar pun itu tidak akan mengurangi sedikit pun dari kekayaanku." Ucap Sean.
"Sombong amat!"
"Hanya menceritakan fakta."
"Apa kau juga seroyal ini dengan wanita lainnya." Ucap Calista.
"Hanya denganmu dan— mantanku." Ucap Sean jujur.
"Kau memiliki mantan?" Tanya Calista yang tertarik dengan cerita masa lalu Sean.
"Akan lebih baik kita pergi makan terlebih dahulu, aku harus mengisi perutku setelah mencincang tubuh manusia." Ucap Sean mengalihkan pembicaraan, sebenarnya dia sangat malas untuk membahas mantan kekasihnya dulu, untuk itu dia lebih baik mengalihkannya.
"Kau seperti psykopat," ucap Calista.
"Aku tidak mengelak, anggap saja seperti itu, bahkan aku pernah memotong-motonf tubuh orang yang berhianat lalu kuberikan kepada Laskar." Ucap Sean.
"Siapa Laskar?"
"Singa peliharaanku." Ucap Sean.
"Astaga! Singa bukan peliharaan."
"Dia menurut kepadaku lain kali aku akan mengenalkanmu padanya." Ucap Sean yang membuat Calista menggelengkan kepalanya.
Mengenal Sean, banyak hal mengerikan dan menyeramkan yang harus dia tonton, terutama bantaian dari Sean tadi terhadap Sofi dan Lucas.
Mereka keluar dari markas dan menuju ke restoran terdekat.
Merwka makan dan hanya mengobrol ringan, mereka tak banyak bicara saat makan karena Sean tidak menyukai obrolan saat sedang makan.
"Kita pulang ke mansion?" Tanya Calista yang di angguki oleh Sean.
"Kau bilang jika ingin belanja besok saja?" Ucap Sean.
"Ya, aku sedikit lelah hari ini, aku ingin istirahat." Ucap Calista.
Di tengah perjalanan, tidak ada obrolan dari mereka, Sean sendiri juga fokus dengan jalanan sehingga tidak membuka obrolannya.
Setelah sampai, mereka langsung masuk ke dalam dan menuju kamar.
"Sean, aku lupa menanyakan sesuatu padamu." Ucap Calista.
"Kau menyiksa Lucas karena dia musuhmu, tapi kenapa kau juga menangkap Sofi dan menyiksanya?" Tanya Calista.
"Kau tidak mendengarku? Aku sudah mengatakan jika ada yang melukai wanitaku, maka balasannya adalah penyiksaan atau kematian." Ucap Sean.
"Aku sangat heran, kenapa kau bisa tau jika dia memukulku?" Tanya Calista yang di angguki olehnya.
"Tidak ada yang tidak aku tau, semuanya aku tau termasuk kau sudah melakukan apa saja dengan Lucas." Ucap Sean.
"Aku tidak peenah melakukan apapun dengannya, jangan menuduhku. Aku masih suci." Ucap Caliata yang membuat Sean tertawa. Tentu saja dia tau jika Lucas belum pernah menikmati tubuh Calista sama sekali, dan itu membuat Sean rasanya bangga jika saja dia yang pertama kali bisa merobohkan benteng kegadisannya.
"Apa kau benar-benar mencintaiku? Semua yang kau lakukan membuatku merasa kau serius denganku. Maksutku. Kau pimpinan mafia, bahkan aku sudah melihat bagaimana kekajamanmu, apakah di hatimu memiliki keseriusan dengan seorang wanita?" Tanya Calista, dia sangat penasaran dengan tujuan Sean kepadanya, keseriusan atau hanya sesaat.
"Aku memang dari keluarga mafia, tapi di dalam keluarga Alexander tidak ada yang namanya penghianatan, jika dia sudah mencintai satu orang, maka dia akan menjaganya dan benar-benar serius dengannya." Ucap Sean.
"Aku memang mencintaimu, dan kau milikku, aku tidak peduli bagaimana perasaanmu, yang terpenting kau adalah milikku." Ucap Sean.
"Itu seperti obsesi." Ucap Caliata.
"Tidak juga, tapi terserah padamu jika kau ingin menyimpulkannya seperti itu." ucap Sean.
"Ngomong-ngomong, aku belum mendapatkan hadiahku." Ucap Sean mendekati Calista.
"Hadiah apa?" Tanyanya pura-pura tidak tau.
"Calista—
Calista terkekeh dan akhirnya memeluk leher Sean dan meraih bibirnya, entah kenapa dia memiliki keberanian untuk mencium dan bahkan melumat bibirnya terlebih dahulu, karena kebiasaan Sean menciumnya menjadikan Calista juga terbiasa dan menyukai ciumannya.
Mendapat ciuman dari wanita yang dia suka, tentu saja Sean tidak melewatkannya, dia merapatkan tubuhnya sehingga tubuh mereka semakin dekat, dia menekan tengkuk leher Calista agar memperdalam ciumannya.
Calista hanya diam saja ketika Sean menciumi lehernya,
Tidak ada penolakan dari Calista membuat Sean rasanya b*******h dan ingin melakukan lebih padanya.
Sean mendorong pelan tubuh Calista sehingga dia terduduk di atas ranjang, dia membuka kaosnya dan mengukung Calista yang hanya diam saja. Padahal sebelumnya dia selalu memakinya dan memberontak ketika dia ingin mencumbunya.
"Aku ingin lagi." Ucap Sean dengan suara beratnya. Calista hanya menanggapinya dengan mengangguk,
Anggukan Calista membuat Sean tersenyum dan meraih bibir Calista lagi untuk dimainkan olehnya. Tangannya membuka kancing kemeja Calista dan membuka bajunya serta melepaskan pengait bra-nya.
"Kau tau jika aku tadi tidak mandi." Ucap Caliata sebelum Sean menikmati buah jeruknya.
"Akan aku cari tahu bagaimana baunya." Ucap Sean tersenyum miring.
Calista menggigit bibir bawahnya, entah kenapa Calista malah mengiyakan Sean untuk menikmati buah jeruknya lagi,
"Kau bahkan sangat wangi, Cal." Ucap Sean dengan ciumannya merambat ke bawah sampai perutnya yang membuat Calista semakin merinding.
Sentuhan dan cunbuan Sean sebenarnya selalu bisa membuat Calista terbuai, hanya saja saat itu dia sadar jika dia sudah memiliki kekasih. Padahal saat Lucas menjadi kekasihnya sendiri. Calista menolak keras dan hanya membiarkan Lucas untuk menciumnya dan melihat buah jeruknya. Lucas memang pernah menikmati buah jeruknya tapi hanya sekali, dia lebih sering hanya meremasnya.
"Tidak!" Ucap Calista menolah saat ciuman Sean turun semakin kebawah.
Sean tidak memaksa dan kembali ke atas untuk mencium kening dan bibirnya.
"Kau tidak memaksaku? Sedikit aneh sekali untuk seorang Sean." Ucap Calista bahkan Sean menutup tubuhnya dengan selimut lalu berbaring di sampingnya dan memeluk tubuh Calista.
"Tidak aneh, aku tidak suka berhubungan karena terpaksa, rasanya akan tidak enak." Ucap Sean.
"Sean, jika kau mencintaiku, tapi kemungkinan kita tidak akan bisa bersama."
"Kenapa? Bisa saja asal kau mau."
"Kau berniat menikahiku?" Tanya Calista.
"Sudah pasti,"
"Tapi keluargamu tidak akan menerimaku."
"Kenapa tidak?" Tanya Sean mengerutkan dahinya.
"Karena aku hanyalah sekretarismu, aku tidak memiliki uang dan bukan siapa-siapa. Berbeda dengan keluargamu."
"Mereka pasti menyukaimu. Jika pun tidak. Aku tidak peduli." Ucap Sean.
"Kau akan dimusuhi orang tuamu jika kau menentangnya dan masih memilihku."
"Tidak masalah." Ucapan Sean membuat Calista bingung sendiri.
"Tidak masalah? Apa maksutmu?" Tanyanya
"Aku sudah pernah menentangnya, jadi tidak perlu mempermasalahkannya." Ucap Sean.
"Tidak ada yang bisa menentangku apalagi untk permasalahan percintaanku, jika aku sudah menjatuhkan hatiku padamu, maka selain kau harus menjadi milikku, tidak akan ada yang bisa menentang hubungan kita nantinya." Ucap Sean.
"Dari kata-katamu seperti sedang memaksaku." Ucap Calista.
"Anggap saja seperti itu." Ucap Sean tersenyum miring dan menciumi tengkuk leher Calista yang membuat dia emmejamkan matanya, ciuman Sean benar-benar membuatnya merinding.
"Jadi? Apa kita sekarang sepasang kekasih?" Tanya Calista.
"Anggap saja seperti itu."
Calista terkekeh,
"Kau mudah sekali meminta wanita untuk menjadi kekasihmu."
"Tidak mudah, hanya saja kau yang beruntung. Sudah kubilang jika aku tidak mudah jatuh cinta dengan seorang wanita."
"Kau harus berhati-hati denganku, karena jika kau menjadikan ku wanitamu, maka aku akan menghabiskan uangmu."
"Habiskan saja jika kau mampu." Ucap Sean
"Sombongnya sudah tidak bisa tertolong, dasar komodo."