Menghindari Skandal

1099 Kata
"Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Diana?" tanya Julian pada adiknya, saat Anton sudah beranjak meninggalkan ruang makan untuk berjemur. "Entahlah. Dia menyukaimu, aku harus apa?" Augusta berkata tanpa mengangkat tatapannya dari piring. Julian tampak tak nyaman. "Saat itu sepertinya dia agak mabuk," ungkap si kakak. "Mungkin dia melakukannya sadar tidak sadar. Bisa jadi, dia mengira aku adalah kau." "Oh, come on..." Agusta menolak penjelasan Julian dengan sinis. "Dia mungkin agak mabuk, tapi bisa jadi itulah isi hatinya yang sebenarnya, 'kan?" tekan si bungsu. "Lagipula, bagaimana mungkin dia salah mengira kau adalah aku, tampilan kita saja begini berbeda." Julian menghela napasnya menyerah. "Baiklah... Aku tidak akan mencoba membesarkan hatimu lagi," Sang Kakak berusaha jujur. "Menurutku jika memang itu motifnya, Diana tidak berharga untuk waktumu. Kau bisa mendapatkan yang lebih baik lagi darinya." Augusta hanya mengangguk saja tanpa tanggapan berarti. Sepertinya si bungsu memang benar-benar jatuh cinta dan terpukul atas kejadian tersebut. Julian hanya berharap Augusta bisa percaya pada perkataannya, bahwa ia sama sekali tidak ada niat merebut Diana atau menikung adiknya dari belakang. Perhatian Julian teralihkan saat ponsel yang ia letakkan di atas meja makan berbunyi. Sebuah pesan masuk dari wanita favoritnya. Siapa lagi kalau bukan Rene. [WOW!!  Memangsa pacar adikmu sendiri?"]  Kedua alis Julian terlonjak kaget. Ah... sepertinya Rene juga telah membaca isi tabloid itu. Ia bahkan bisa membayangkan raut dan nada bicara Rene yang sinis kepadanya. Julian cepat-cepat membersihkan bibirnya  dengan serbet dan beranjak pergi meninggalkan meja dengan terburu-buru setelah pamit pada adiknya. Sekilas Augusta mengamati dengan heran, tetapi ia memilih tak banyak bertanya. Julian mengetikkan balasannya seraya beranjak ke kamarnya. [Itu hanya gosip tidak berdasar. Kenapa? Kau cemburu?] [Omong kosong. Aku hanya ingin memastikan bahwa tebakanku benar adanya. Kau memang pria murahan yang tidak pilih-pilih mangsa] [Perempuan kalau cemburu terkadang bicaranya memang kasar, mh?] [Kau benar-benar pria menyebalkan! Kubilang aku tidak cemburu. Aku hanya muak kepadamu. Bye!!] Julian mengamati pesan di ponselnya dan tertawa senang. "Sengaja menghubungi sepagi ini hanya karena masalah gosip seperti ini, masih bilang tidak cemburu," lelaki itu bergumam. Julian tersenyum tipis dan menggeleng. Dia lalu memeriksa beberapa pesan lainnya dari nomor tidak dikenal yang tadi sempat dia abaikan. "Hm? Wartawan infotainmen? yang benar saja..." decak Julian kesal. Dia tidak membaca pesan mereka dan segera mengirimkan satu jawaban yang sama:  "Kalian tidak akan mendapatkan kabar apa pun dariku. Bye." ***  Julian mengira dengan menolak memberikan tanggapan apapun pada para wartawan gosip akan menghentikan semua keributan tentangnya. Tetapi rupanya apa yang dia pikirkan sangat salah. Keesokan harinya, tedengar keributan di rumahnya.yang sudah terjadi sejak matahari bahkan masih malu-malu memperlihatkan ubun-ubunnya. “Ada apa Bertha? Ada keributan apa?” tanya Julian yang terbangun karena keributan para pelayan, saat keluar dari kamarnya. “Di depan gerbang ada banyak wartawan. Katanya ingin mewawancarai Tuan Muda Julian dan Augusta.” Julian tertegun tidak percaya. Mereka sampai melacak alamat rumahnya? Apa mereka gila? “Augusta mana?” Julian menoleh ke sana kemari mencari si bungsu yang tidak kelihatan batang hidungnya. “Tuan Muda Augusta belum pulang sejak semalam, katanya ada urusan dengan rekan-rekan bandnya,” kembali bertha menerangkan. “Pagi-pagi buta begini, ada keributan apa lagi!?” terdengar kembali suara berang dan letih dari Anton yang berada di atas kursi roda saat menyusuri lorong, mendekat ke arah mereka. Helena yang juga sepertinya masih lelah, tidak banyak bicara. “Aku akan membereskannya,” ujar Julian tegas. Anton mengamati putra sulungnya. Setelah begitu banyak hal terjadi di dalam hidupnya. Tidak bisakah, dia setidaknya memiliki rumah yang tenang dan anak-anak yang meringankan pikiran? Pendiri perusahaan CU itu menghela napasnya gusar. “Siapkan sarapanku,” ujarnya kepada Bertha. Dengan sigap wanita itu mengangguk dan beranjak untuk menyiapkan sarapan para penghuni rumah. Julian tampak berjalan menyusuri halaman dan taman luas untuk menuju gerbang rumahnya. Masih hanya dengan piyama sutra, tidak berkurang sama sekali wibawanya, selain raut kesal yang mengusik wajah tampan Julian. Sony,si penjaga rumah tampak berusaha menghalau para wartawan yang ribut memanggil-manggil Julian. “Apa yang kalian lakukan membuat keributan di rumah orang lain!?” bentak Julian. “Pergi sekarang juga atau aku akan melaporkan kalian untuk perbuatan tidak menyenangkan!?” “Julian, kami hanya minta beberapa pernyataan, apakah kau dan Diana menjalin hubungan!?” wartawan yang pantang menyerah memanfaatkan hal itu untuk mengonfirmasi pada Julian mengenai gosip yang beredar.  Tatapan tajam Julian segera menusuk dingin pada si penanya.“Aku dan Diana tidak ada hubungan apa-apa. Aku tidak akan memberikan tanggapan apa-apa lagi berkaitan dengan hal ini.” Tetapi menjawab satu pertanyaan tidak akan membungkam pertanyaan lainnya. Para wartawan malah semakin banyak memberondonginya dengan berbagai pertanyaan dan spekulasi yang liar. “Apa benar kalau ini hanya settingan untuk menaikkan nama Diana!?” “Bagaimana hubunganmu dan adikmu Augusta? Apa benar kau dan Augusta sedang perang dingin karena perbutan warisan?” dan berbagai serbuan pertanyaan lain yang membuatnya sakit kepala. Hingga akhirnya Julian tidak tahan lagi. “Dengar. Ayahku sedang sakit dan dia membutuhkan suasana tenang. Aku juga tidak punya waktu untuk ini. Nanti aku akan membuat press release sebagai pernyataan resmiku terkait hal ini. Sekarang pergilah, atau aku akan panggil lebih banyak keamanan untuk menyingkirkan kalian!” ujarnya. “Jika aku membaca satu saja artikel yang berisi omong kosong, aku tidak akan ragu menuntut balik melalui pengacaraku!” Julian menegaskan sebelum lantas berbalik pergi, tidak menghiraukan lagi panggilan dan seruan dari para wartawan gosip tersebut. *** Putra sulung Nararya mengemas beberapa pakaiannya, sementara di atas tempat tidur, sebuah koper tampak menganga lebar. “Sementara aku akan tinggal di apartemen sampai suasana kembali tenang,” ungkap Julian saat Harris meneleponnya karena khwatir. “Kau populer, Julian! Media online bahkan mulai memuat profilmu. Kabar baiknya, banyak yang memujamu dan semakin penasaran denganmu.” “Apa peduliku? Kenapa itu dianggap kabar baik!?” tukas lelaki itu tidak acuh. Dengan masa remaja dan pendidikannya yang lebih banyak dihabiskan di Amerika, tidak banyak orang yang bisa dikorek-korek mengenai Julian. “Aku hanya ingin bekerja dengan tenang. Augusta kesulitan untuk menghubungi Diana, entah kemana gadis itu malah menghilang!” “Sebaiknya kau risaukan hal itu nanti. Kudengar mereka juga sudah mulai mendatangi kantor untuk mencari tahu tentangmu.” “Mereka datang ke CU?” “Ke Romeo Kreasi juga. Sepertinya mereka berhasil melacak karir profesionalmu.”  “Gila!” geram Julian. Ada banyak sekali pekerjaan yang harus dia pikirkan dan selesaikan. Sekarang malah terhambat gara-gara gosip tidak berguna ini. Ia tidak mau hal seperti ini mencemari kredibilitas perusahaannya. “Sepertinya aku harus mencari Diana secepatnya. Harris, kau selalu bisa kuandalkan selama ini. Aku tunggu di apartemenku tiga jam lagi, dan carikan informasi lebih banyak tentang Diana. “Tentu, Julian. Aku akan bersiap.” Seperti biasa, sepupunya itu tidak pernah mengecewakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN