Julian merapikan berkas-berkas di atas meja kerja. Pintu kantornya baru saja tertutup setelah beberapa relasi bisnisnya keluar, saat itulah tiba-tiba Direktur CU dikejutkan oleh dobrakan keras yang membuat pintu tersebut menganga lebar lagi.
“b******n kau Julian!! Kau menjiplak proposal kami!” Seorang gadis cantik merangsek masuk. Geram di wajah cantiknya menggambarkan betapa besar kemarahannya saat ini.
Julian yang baru saja meletakkan sebuah map pada tumpukan di atas meja kerjanya, sempat terlonjak. Ia tidak mengira gadis itu akan berani secara langsung mendatanginya.
Keberanian yang patut dipuji.
"Benar-benar b******k! Dasar kau pengecut!!" caci Rene, yang sama sekali tidak menyaring kata-katanya.
Beberapa orang pegawai masuk juga ke ruang atasan mereka tersebut, menyusul Rene tergopoh-gopoh, berlari-lari sembari memegangi perut mereka. Sepertinya mereka sempat merasakan hantaman dari direktur Jehan tersebut.
“Anda tidak boleh masuk, Nona! Anda tidak boleh—“ seorang pegawai pria berusaha menarik Rene, tapi gadis itu menepiskan tangannya.
“Jangan sentuh aku!” ancamnya, menujuk tajam ke arah karyawan kurang ajar tersebut.
“Sudah, hentikan!” Julian memutus keramaian yang mendadak tersebut. “Biarkan dia masuk,” putusnya.
Para pegawai saling bertatapan bingung, sebelum lantas permisi pergi.
Lelaki itu menarik senyum miring yang tenang. “Selamat datang di Creative Universe, Cantik.”
Rambut kemerahan gadis itu melambai-lambai tak tenang saat Rene melangkah cepat mendekat pada sasaran amarahnya. Pertama kalinya berhadap-hadapan langsung dengan Julian Nararya, putra musuh besar ayahnya.
Saingannya.
Musuhnya.
“Dasar b******k! Kau menyusup ke pestaku, bukan? Kau mencuri salah satu undangan rekanku, dan kau sudah menjiplak proposal kami!” Rene memicingkan matanya penuh kecam seraya menunjuk-nunjuk dasi sutra Julian selama Direktur CU itu bergeming.
Rene terenyak, sejenak bola mata bening si cantik mengilat kaget saat mengamati lelaki di hadapannya lebih dekat dan mulai menyadari sesuatu.
“Kau…” desisnya tak percaya, Rasanya ada sesuatu yang perlahan mulai menghantam perut Rene.
Samar Rene mengingat bola mata cokelat terang yang indah malam itu. Kulit putihnya, bentuk bibirnya... Ia tidak bisa percaya. Benar-benar tidak percaya.
Mungkin Julian memakai wig, topeng, dan aksen palsu. Tetapi, mata dan bibirnya, perawakannya, Rene mulai menyadari apa yang terjadi. Wajahnya mendadak pucat dan benar-benar dongkol.
“Kau pria yang menjadi pasanganku malam itu!?” desisnya. Saat menyadari hal itu, Rene menjadi benar-benar muak.
Julian menanggapi dengan tersenyum dingin.
“Terima kasih untuk ucapan selamatnya atas kemenangan kami.” Lelaki itu menurunkan tangan Rene yang sedari tadi masih menunjuk dadanya.
Si Cantik segera mengentakkan tangannya jijik dan marah. Sorot mata tajamnya menyampaikan betapa muak ia merasa sekarang..
“Dan kami tidak menjiplak proposalmu, hanya memberikan tawaran yang lebih baik dan menarik,” Direktur CU menyilangkan kaki dan tangannya dengan sombong, sambil menyandarkan tubuh pada meja kerjanya.
“Yang kau lakukan hanyalah memotong sedikit anggaran dari kami! Kau—” Rene tidak bisa mencari kalimat lain yang menggambarkan rasa marah dan bencinya kepada si saingan.
"Kami bisa melakukan efisiensi lebih baik darimu," koreksi Julian.
Rene tak sanggup lagi menahan kemarahan yang kian meletup-letup di kepalanya. “Dasar pengecut! Kau bahkan tidak berani menampakkan wajahmu malam itu. Aku akan membalasmu. Kau lelaki paling menjijikkan yang pernah kutemui! Aku bahkan tidak bisa menggambarkan betapa aku benar-benar muak kepadamu,” gigi-gigi gadis itu bergemeletuk.
Lelaki di hadapannya masih bersikap tenang dan angkuh, seakan-akan perkataan Rene terbentur dinding.
“Malam itu kau sama sekali tidak terlihat muak,” Julian tersenyum mengejek. “Kau terlihat sangat senang bersamaku.”
“Omong kosong!” Rene menaikkan suaranya menyerang, saat merasakan emosi membakar wajahnya. “Beware, Julian. I’ll make you pay for this!” gadis itu memicingkan matanya tajam. “Kau akan sangat menyesal!” tandasnya
“Tidak. Kau, yang harus membayar apa yang telah kau lakukan,” timpal Julian, menatap gadis itu balik,. Menatap tantangan di hadapannya. Pewaris CU masih mempertahankan ketenangannya, namun suaranya sedingin es. “Kau dan keluargamu. Kalian akan menyesal sudah berurusan dengan Julian Nararya.”
“Cih! Menggunakan cara murahan untuk memenangkan persaingan? Memalukan! Jadi itu yang kau pelajari selama di Amerika?” sindir Rene tajam
Kedua alis Julian terangkat antusias. “Sudah mulai mempelajari musuhmu, Sayang?” godanya.
Rene menggeram, “Jangan, pernah, memanggilku, Sayang... b******n!” gadis itu kembali tampak muak. “Aku tidak tertarik mempelajari lebih dalam. Karena kau sudah memuakkan sejak di permukaan,” tandas gadis itu, menggeram dari sela bibirnya.
Julian memiringkan kepalanya, menatap seperti anak kecil, "Oh, benarkah...? Apa kau... hendak menangis, Cantik?"
Rene menancapkan tatapannya kepada si pewaris Creative Universe yang pongah dan mengeratkan kepalan tangannya. “Aku hanya ingin mengingatkan. Kau akan menyesal pernah mengusikku! Ingat itu baik-baik!”
Di ujung ancamannya, Rene segera berbalik hendak pergi, namun langkahnya tersendat oleh perkataan Julian selanjutnya.
“Bagaimana jika kita bertaruh!?” Julian menyuarakan tantangan yang menggema di ruangan kantornya.
Langkah kaki Direktur Jehan Enterprise itu terhenti, Rambut hitam kemerahannya berayun saat ia menoleh dengan tatapan tajam.
Julian melangkah tegap dengan gagah ke arah gadis yang terpaku di hadapannya, menunjukkan posisinya sebagai tuan rumah.
“Creative Universe, dan Jehan Enterprise, siapa dari kita yang bisa menggelar event lebih spektakuler? Pada tanggal yang sama, jam yang sama. Yang bisa membuat acara lebih besar, lebih seru, lebih digemari, dan lebih menguntungkan, menjadi pemenangnya.” Direktur CU memasung tatapan pada gadis di hadapannya yang penuh antisipasi.
“Setelah kau merebut tender kami dengan cara licik?” sinis Rene..
“Itu untuk membalas keculasanmu telah merebut Yudha dari kami,” timpal Julian.
Rene tidak mengelak. Ia masih memsang wajah kecut tanpa suara.
“Kita lupakan proyek itu. Kita bertaruh untuk event selanjutnya, jika kau tidak takut.”
“AKU-TIDAK-TAKUT!!” Rene mendongak, mengepalkan tangan dan memicingkan matanya menjawab tantangan musuh besrnya. Gadis itu lantas mendekatkan wajah penh ancaman kepada Julian.
Saat itulah ia menyadari lagi, mata indah Julian yang sempat menjeratnya saat di pesta ulang tahun malam itu.
Mata cokelat bening yang lebih terang dan transparan dari yang pernah Rene lihat. Kali ini mata itu pun mengamatinya lekat.
Renesty yang tak pernah gentar, sontak membuang wajahnya dan tiba-tiba menjadi defensif. “Tapi aku harus tahu dulu apa taruhannya.”
“Tentu,” Julian tidak lekang menatap Rene, menikmati wajah cantik gadis yang pernah menjadi pasangannya itu. Benar-benar tidak berkurang keindahannya walaupun penuh amarah.
"Jadi apa taruhannya!?" desak Rene, saat tiba-tiba Julian membisu karena menikmati parasnya.
“Ah...! Jika kalian kalah, kalian tidak akan mengambil proyek besar untuk satu tahun ke depan,” tantang Direktur CU.
“Apa!?” Direktur Jehan mendelik tak percaya.
Senyum mengejek yang menyebalkan itu kembali mencuat di bibir teratai Julian. “Takut!?’
Putri tunggal Johan Pradipta mengetatkan rahangnya. “Tidak! Aku tidak takut, karena kau lah yang akan kalah!” Ia menyambut tantangannya.
Sepertinya Julian puas dengan tanggapan pesaingnya. Tetapi ia masih punya taruhan lainnya.
“Dan satu lagi,” lanjut Julian. “Kau, Renesty, akan menjadi pelayanku selama satu bulan.”
“Apa kau bilang?” kalimat Julian membuat Rene mendadak tuli.
“Ya. Kau, secara pribadi harus membayar kesombonganmu. Kau harus jadi pelayanku, pelayan pribadiku.” Julian baru saja akan menyentuh dagu gadis itu, namun Rene segera menepis keras telapak tangan lelaki itu.
Rene merutuk dalam hatinya mendengar tantangan Julian. Tetapi gadis itu tidak akan mundur. Cepat ia mengangkat wajahnya menantang.
“Aku ingin menambahkan taruhannya. Apa pun proyek besar yang telah kalian dapatkan untuk tahun depan, akan kalian serahkan kepada kami, Jehan Enterprise" Ancam Rene. "Dan kau, Julian... Bersiaplah. Kau akan menjadi pelayan Renesty selama satu bulan.”
Julian menarik salah satu sudut bibirnya. Aura menggoda kental sekali darinya.
Apa lelaki itu menganggap semua ini permainan? gadis itu membatin heran sekaligus geram.
“Tanggal berapa event itu harus diselenggarakan?” Rene berusaha fokus pada urusan bisnis mereka.
Dahi Julian tampak sedikit berkerut saat dia menatap Rene lekat sembari berpikir. Telunjuknya menggaruk perlahan sisi alis kanannya. Bahkan bahasa tubuh lelaki itu aat berpikir tampak menggoda. Rene menelan ludah dan mengetatkan rahang, memperkuat pertahanannya.
“Hari ibu,” putus Julian kemudian. “Sangat jarang event digelar berkaitan dengan hari ibu. Jika salah satu dari kita bisa menggelar acara luar biasa untuk hari ibu, dia jadi pemenangnya.”
“Aku tidak setuju,” tukas gadis bermata bening dengan cepat.
“Kenapa? Tidak punya ide?” sindir Julian.
“Karena…” Pada dasarnya, Rene sudah merencanakan untuk tidak setuju dengan ide apa pun yang akan Julian lemparkan kepadanya. Dan sekarang, dia susah payah mencari alasan ketidaksetujuannya. “Darimana aku tahu kau tidak mencuri start? Kau mungkin sudah merencanakan—“
“Aku bahkan tidak tahu kau akan dengan sangat kampungan melabrak masuk kantorku, apalagi berakhir dengan taruhan ini.” tukas Julian, segera memotong keberatan si saingan.
Bibir Rene membulat tersinggung, mendengar sindiran lelaki di hadsapannya. “Kau…” geramnya, tak tahan lagi. “Setidaknya aku tidak menggunakan cara licik menyelinap ke dalam pesta orang lain tanpa undangan.”
“Kau harus akui aku cerdas,” tukas Julian, malah terlihat sombong ketimbang malu.
“Kau memuakkan, YA!” balas Rene.
Julian memasung tatapan tajamnya yang dingin. Lidah gadis ini sungguh kurang ajar.
“Aku benar-benar tidak sabar melihatmu mengenakan pakaian pelayan saat menyemir sepatuku,” Julian menyipitkan matanya dan berjalan mengurangi jaraknya dengan si tamu tak diundang.
“Hah! Mimpi! Kau yang harus bersiap-siap mencuci mobilku selama satu bulan.” Rene balas mengancam
Lelaki itu mendengus remeh. “Jadi kita sepakat dengan taruhannya?” ia menyodorkan telapak lebar yang berhias jemari panjang nan kukuh.
Rene mangamati telapak yang ingat pernah terasa begitu hangat di malam istimewanya, lantas menatap Julian dari alisnya. “Aku tidak tertarik bersentuhan dengan lelaki menjijikkan sepertimu,” desisnya.
Julian menahan geramnya. Rene sepertinya benar-benar tidak peduli etika. Gadis ini harus diberi pelajaran dengan siapa dia berhadapan.
Pria tampan itu mengerutkan alisnya, mengamati bahu Rene. "Ada sesuatu di bahumu. Ketombe?”
Ketombe!? Rene sontak menoleh ke bahunya saat mendengar tuduhan Julian. Nothing. Tidak ada apa pun di bahunya.
Rene lantas mengangkat kembali wajahnya dengan kesal. Namun tiba-tiba, rasanya Rene seperti tersambar petir saat ia merasakan bibirnya begitu saja menempel pada bibir teratai Julian.
Shock bukan kepalang, otaknya perlu beberapa saar untuk memproses apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi, Ia bisa dengan jelas melihat lelaki itu menyeringai menyebalkan saat bibir mereka bertemu.
“Ups,” ujar putra Anthony itu santai, kembali menegakkan tubuhnya sambil memberikan raut sok polos. “You kiss me, Rene.”
Gadis yang disebut namanya menghirup udara dalam-dalam...bersiap mengamuk saat menyipitkan matanya gusar.
“Ka-kau menciumku…!??” desisnya tak percaya, bercampur kemarahan yang mulai tidak teredam.
“Aku mencondongkan wajahku hanya ingin memastikan ketombenya. Bibirmu yang menghampiri bibirku. So, You-kiss-me. How lucky you are," ejek Julian dramatis.
Ajaib sekali bagaimana lelaki b******k itu memasang wajah serius saat melontarkan perkataannya dan membuat dirinya seakan-akan seorang korban. Rene masih bungkam, kepalanya terasa mau meledak dan kemarahan menggelegak di dadanya.
Julian kembali melanjutkan. “Sepertinya kau kehilangan kata-kata karena terlalu bahagia? Kita bisa menganggap itu sebuah kesepakatan dari taruhan—“
BUG!!
Kalimat Julian tidak sempat selesai saat Rene tak lagi menahan diri dan hantaman tinju gadis itu terarah ke rahangnya.
Seketika direktur CU yang shock itu mencium bau darah dari sudut bibirnya. Rene meninjunya sekuat tenaga dan meninggalkan Julian setelah menginjak kakinya keras, membuat lelaki itu mengerang hebat.
"Benar-benar gadis barbar!!" kecam Julian, akhirnya dia marah juga.
Di dekat pintu, Rene berbalik, wajah cantik dengan riasan sempurna itu tampak merah padam ditelan geram.
"Itu bukan barbar," suara Renesty gemetar, dadanya naik turun penuh amarah. Ia meraih sebuah hiasan kristal di meja pajangan dekat pintu dan membantingnya ke tembok dengan keras.
PRANG!! Kristal belasan juta itu berhamburan.
"Itu, baru barbar!" tandas Rene. Ia lalu membanting pintu untuk mengantar kepulangannya yang dramatis
"Ukhh... siaal... sssh..." Julian mengusap rahang dan sudut bibirnya yang berdarah. Belum lagi, ia juga merasakan kakinya berdenyut-denyut di balik sepatu pantopel kulitnya.
Julian menyeret langkah kakinya untuk terduduk di sofa..
Tak berapa lama sekretaris Julian serta beberapa orang masuk ke dalam ruangan karena mendengar suara pecahan itu.
“Pak? Anda baik-baik saja!?” tanya mereka, hendak menghambur ke arah Julian
“Siapa yang menyuruhmu masuk!?” bentak Julian keras, sebelum anak buahnya sempat mendekat. "Keluar kalian! Suruh seseorang membersihkan pecahan kacanya!"
Anak buahnya itu permisi lagi dengan terbata-bata.
“Damn!!” Julian meninju angin, berusaha melampiaskan rasa sakit dan geram yang dirasakannya.
Saingannya itu meninju dan menginjaknya dengan sangat keras. Renesty Jehan Pradipta. Seorang gadis yang pantang takut, sombong, keras kepala, dan kurang ajar. Sambil meringis dan agak tertatih Julian berjalan kembali ke mejanya. Ia lantas menyentuh bibirnya, melihat bercak darah di ujung jemarinya.
Julian mengetatkan rahang, dan mimiknya berubah menyeramkan.
Gadis kurang ajar! Lihat saja nanti! lelaki itu membatin, dan teringat kembali pertemuannya dengan Rene hari ini.
Tetapi…
“Bug!!” Julian memukul permukaan meja kerjanya dengan kasar.
Ia merasa sangat gelisah, entah kenapa. Jiwanya penuh amarah. Namun hatinya….
Sesuatu mengusik hatinya dengan cara yang tidak masuk akal.
***