Michael - Dua Orang Kepo
Rasanya aku sedikit menyesal membuat Amalia semarah tadi, benar apa yang dikatakan Amalia aku seperti pecundang dan tidak pantas disebut laki-laki, tapi sungguh kata-kata tadi aku keluarkan karena aku kesal dia terlalu mengagumi pria asing bahkan tadi itu baru pertama kalinya mereka bertemu.
Kemarahan Amalia sepertinya berbuntut panjang, aku kira dia sudah berada dirumah tapi nyatanya rumah kosong seakan tidak ada penghuni, sepatu miliknya yang selalu berserakan dimuka pintu masuk juga tidak ada dan bisa dipastikan Amalia tidak ada dirumah. Biasanya jika aku pulang dia selalu menunggu dengan kebawelan dan usahanya untuk meyakinkan kalo aku adalah ayah babynya.
Aku melihat jarum jam dan waktu menunjukkan pukul 11 malam dan rasanya tidak elok membiarkan wanita hamil berkeliaran sendirian di luar rumah, meski kami tidak ada hubungan tapi sekarang dia menjadi tanggung jawabku karena dia tinggal dan berteduh disini. Jika sesuatu terjadi pasti keluarganya menudingku pria yang menghamili dan tidak bertanggung jawab, aku jamin keluarganya tidak akan tinggal diam dan bisa-bisa nama baik yang aku jaga susah payah rusak seketika.
Saat aku mau menghubungi, tiba-tiba pintu rumah terbuka dan aku melihat Amalia akhirnya pulang, aku menghela nafas dan menghampirinya.
"Kemana saja kamu, tau sudah jam berapa sekarang" tanyaku sedikit keras meski tidak membentaknya.
"Peduli apa kamu sama aku" balasnya dengan nada acuh dan melewatiku begitu saja.
"Amalia!!! aku belum selesai bicara!!!" bentakku.
Dia memutar tubuhnya dan melihatku lalu tertawa sinis "Aku mencari sesuatu yang bisa membuktikan baby ini anak kamu, puas!!! aku merasa kasihan dengan baby ini, belum lahir saja keberadaannya sudah ditolak, dihina oleh ayahnya. Mungkin baby ini dengar setiap kamu merendahkan, menolak dan menghina ibunya makanya setiap saat dia selalu merespon dengan membuatku kesakitan" lirih dan menyedihkan, aku terdiam mendengar ucapan Amalia yang menyedihkan itu. Bukan maksudku merendahkan baby itu karena keberadaannya bukan aib tapi yang aku masalahkan bagaimana dia begitu yakin aku ayah anaknya sedangkan aku merasa belum pernah bercinta dengan siapapun.
"Air yang jatuh berulang kali memang bisa memecahkan batu keras tapi mungkin air yang sama tidak akan pernah bisa mengembalikan batu keras itu seperti semula, sama seperti yang kamu lakukan kepada kami Mike, kamu berulang kali merendahkan aku, menolak aku dan menghina aku tapi jika kenyataan jika ayah baby ini adalah kamu, kamu tidak akan pernah bisa mengembalikan hati aku yang kamu sakiti sama seperti dulu, dulu aku berencana meminta tanggung jawab kamu dengan cara menikahi aku, tapi sekarang sedikitpun aku tidak berniat menikah dengan pecundang seperti kamu dan jangan harap baby ini akan memanggil ayah dengan orang yang merendahkannya karena kamu tidak pantas menjadi ayah" aku terdiam saat Amalia mengatakan hal yang sedikit menusuk hatiku. Setelah mengatakan itu dia masuk kekamarnya dan tanpa sengaja aku mendengar sayup-sayup suara tangis tertahan.
****
Semenjak pembicaraan kami malam itu, Amalia berubah 180 serajat dia seakan menghindariku bahkan tidak pernah keluar kamar jika aku berada dirumah, hampir 1 bulan ini kami bagai orang asing yang tidak saling menyapa.
Ting tong ting tong
"Sebentar"
Saat aku membuka pintu sebuah kejutan membuatku gelagapan, astaga bisa-bisanya aku melupakan keberadaan orangtuaku!!!, ya saat aku membuka pintu aku melihat Papi dan Mami saling bergandengan tangan dan saling tersenyum penuh cinta dengan tatapan layaknya anak ABG yang sedang jatuh cinta.
"Surpriseeeeee" teriak Papi dan Mami berbarengan, aku hanya tersenyum miris berpura-pura kaget dengan kejutan yang mereka beri, aku kaget tapi sebenarnya aku tidak ingin mereka kembali dulu sebelum masalah yang aku hadapi selesai.
Ya Tuhan!!! AMALIA!!!! aku harus bilang apa jika mereka menemukan wanita hamil hidup satu atap denganku, bisa-bisa Mami jadi janda untuk kedua kalinya karena Papi pasti terkena serangan jantung jika tau wanita hamil itu meminta tanggung jawabku.
"Kok kami nggak diajak masuk sih sayang, nggak kangen ya sama Mami" tanya Mami sambil mendorong kopernya yang jumlahnya seperti mau mudik lebaran.
"Si.... silahkan masuk Mi, aku kangen kok sama Mami" tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk kita berkumpul menjadi satu keluarga lagi. Aku harus cari alasan jika mereka bertanya tentang Amalia.
Aku membantu Mami dan Papi membawa koper mereka masuk ke dalam kamar Papi, mudah-mudahan sebelum aku mendapat ide mereka tidak melihat Amalia keluar dari kamar tamu. Suara Mami dan Papi yang menggelegar dan mencoba mengingat saat-saat mereka bersama membuatku semakin panik. Pasti jika Amalia dengar ada orangtuaku bisa-bisa dia memberitahu tentang kehamilannya dan bayangan buruk seperti yang aku pikir tadi bakal terjadi.
"Rumah ini nggak pernah berubah ya Mas, dan rasanya rumah ini seperti ada bau wanita yang tinggal deh... jangan-jangan Mas bohong ya bilang selama kita bercerai Mas nggak pernah dekat dengan wanita" ujar Mami, Mami pake interogasi segala. Memangnya bau apa sih rasanya bau rumah ya gitu-gitu saja.
"Sumpah sayang, Mas nggak pernah dekat sama perempuan lain kok.. tanya saja Mike, yakan Mike" demi ketentraman mereka yang baru rujuk, aku memilih mengangguk agar Mami tidak semakin curiga tapi aku lupa Mami itu bukan anak kemarin sore yang mudah dibohongi, dia mengendus layaknya anjing polisi mencari keberadaan orang yang dicurigainya. Salah paham karena menganggap Papi selingkuh dan menyebabkan mereka bercerai membuat Mami layaknya algojo yang akan membunuh siapapun wanita yang mendekati Papi lagi. Ngeri dan menyeramkan!
Mami keluar dari kamar dan melihat kesekeliling rumah, Mami layaknya detektif yang mulai melihat satu persatu area rumah dengan wajah penuh kecurigaan.
"Mami cari apa sih" tanyaku berusaha mengalihkan perhatian Mami dari keberadaan Amalia.
"Ada sesuatu yang ditutupi rumah ini... awas ya Mas kalo kamu menyembunyikan wanita asing lagi seperti dulu, aku minta cerai lagi... dan nggak ada istilah rujuk-rujuk lagi" ancam Mami, Papi langsung membela diri.
"Yah sayang, dulu itu aku dijebak kok... kamukan sudah dengar testimoni pelanggan eh testimoni dari wanita itu langsung kalo dia dibayar saingan bisnis aku untuk menghancurkan aku" astaga Papi layaknya online shop yang sedang promo barang dagangannya.
Mami mulai membuka satu persatu kamar yang ada dilantai bawah, jantungku berdetak tak karuan dan berharap Mami membatalkan niatnya mencari sampai ke lantai atas.
"Mi, aku masak loh.. makan dulu yuk" ajakku tapi Mami mengacuhkan ajakanku dan kembali membuka kamar yang lain.
Setelah yakin kami lantai bawah tidak ada wanita seperti yang dicurigai Mami, Mami kemudian berniat untuk naik ke lantai atas. Tanganku bergetar hebat dan baru menginjak 1 anak tangga tiba-tiba Mami memutar tubuhnya dan sepertinya membatalkan niatnya.
"Kayaknya Mami paranoid aja deh, aku sudah berjanji akan percaya sama Mas.. maafin aku ya Mas" Mami menggelanjut manja di tangan Papi, aku langsung membuang nafas lega karena keberadaan Amalia bisa aku sembunyikan dan untungnya Amalia sedang ngambek dan nggak bakal keluar selama aku ada dirumah.
Huekkk hueekkkk
Dan sepertinya aku salah, suara muntahan Amalia dari kamarnya membuat wajah Mami kembali berubah menyeramkan, dia melihatku seakan menuduhku dan menghakimiku.
****
Tbc