14. Menuju Kehancuran

1118 Kata
Tidak bisa kutuliskan perasaanku saat ini. Gembira? Cemas? Khawatir? Marah pada diriku sendiri? Duduk bersama Ian di bawah kedipan ratusan bintang malam itu menyadarkanku bahwa sudah waktunya aku terbangun dari mimpiku. Karena semakin lama aku melanjutkan kebohonganku, semakin dalam pula aku jatuh cinta padanya. Dua puluh dua tahun umurku, ketika aku akhirnya menemukan cinta pertamaku. *** Kupindahkan file cerita dan jurnalku yang tersimpan di dalam USB milik Ken sebelum kutekan ‘delete’. Menghapus jejaknya di USB biru itu. Laptop lamaku sudah selesai di perbaiki dan sudah saatnya aku membatalkan perjanjianku dengan Ken. Dan memberitahu Ian. Kuangkat Handphone ku yang berdering menunjukkan nama Bobby di layarnya. “Hei” jawabku. “Aku sudah di bawah.” “Ok, sebentar.” Jawabku menutup handphone. Kumasukkan USB biru itu ke dalam tasku, dan kulirik sebentar penampilanku di kaca cermin. Ken memintaku untuk memakai tanktop tipis dan rok pendek hari ini tanpa memakai pakaian dalam. Payudaraku tampak jelas di balik balutan kaos tanktop yang tipis membuat ku terenyuh. Baru kali ini aku merasa sangat murahan. Berada bersama Ian seakan membuatku lupa jati diriku sebenarnya. Yang hanya seorang pela*cur. Kusambar jaket yang tergantung di dinding lemari, sebelum berlari keluar menuju mobil Bobby yang terparkir di depan apartemen. Kulayangkan pandanganku keluar jendela mobil berusaha menghindari tatapan cemas dari Bobby. “Kau diam saja dari tadi, Ky. Semua baik baik saja?” Aku mengangguk tanpa mengalihkan pandanganku. Bayangan gedung gedung tinggi yang berjejer diterangi lampu lampu jalan tampak berpacu dengan detak jantungku yang berdegup tidak karuan. Mobil berbelok masuk ke area parkir Hotel dan berhenti di depan pintu masuk utama. Aku turun diikuti teriakan dari Bobby agar memberitahukan nomor hotel padanya sebelum aku masuk. Baru kali ini aku merasa gugup berjalan masuk ke dalam sebuah hotel. Kepalaku menoleh kesekeliling ruangan seolah takut ada yang mengenaliku. Beberapa majalah gosip mulai mendengus keberadaanku sebagai kekasih Ian. Entah dari mana sudah ada satu majalah yang memasang foto kami berdua ketika di Jade restauran. Walaupun diambil dari jauh dan tidak jelas, tapi hal itu cukup membuatku was was akan terkuaknya identitasku.  “Aku ada janji dengan Bapak Normann.” Ucapku ke arah wanita yang bekerja di balik meja resepsionis. Wanita itu mengetikkan sesuatu di komputernya sebelum menelepon Ken Normann dan menyerahkan kunci kamar padaku. ‘Kamar 312’ ketikku ke dalam handphoneku. Kuketuk pintu kamar perlahan. Ken muncul dari dalam kamar dengan rambut masih basah dan hanya mengenakan kimono hotel. Pria itu mempersilahkan aku masuk dan mengunci pintu sebelum mengikutiku. Seperti biasa, bisa kulihat jendela kamar yang terbuka lebar. Aku berjalan hendak menutupnya ketika Ken berteriak, “Biarkan saja! Sejak kapan kau mendadak malu?” “Oh..Daddy, bagaimana bila ada orang yang melihat?” ucapku beralasan. “Justru itu yang kuharapkan. Ayo lepaskan jaketmu, Princess, dan duduklah di sebelahku.” Aku membatalkan niatku untuk menutup jendela dan meletakkan tasku diatas meja. Perlahan kutarik lepas jaket yang kupakai menyisakan tanktop dan rok pendek di tubuhku. Ken menelan ludah begitu melihat lekukan tubuhku yang tidak bisa ditutupi oleh tanktop tipis. Aku raih USB biru dari dalam tasku dan kusodorkan pada pria itu. “Maafkan aku Daddy, aku tidak bisa menyelesaikan tugasmu. Ini kukembalikan USB milikmu, dan kau boleh menghukumku karena kegagalanku.” Ken menatap wajahku. Raut mukanya langsung berubah mendengar ucapanku. “Apa!? Bukannya kau sudah menghabiskan banyak waktu bersamanya beberapa minggu ini? Apakah kau kira aku tidak tahu bahwa kau sudah diundang untuk menginap di peternakan milik Alex dan Gianna?” Giliranku yang tercengang mendengar ucapannya. Bagaimana mungkin Ken mengetahui hal yang baru saja terjadi sabtu kemarin? “Sudah kuduga hal ini akan terjadi. Apakah kau kira, kau bisa meneruskan kebohonganmu pada Ian dan menjadi istrinya? Menjadi bagian dari keluarga Roshan?” “Bu..bukan itu maksudku. Aku hanya tidak ingin meneruskan semua ini.” Ken mendudukkan tubuhnya diatas ranjang. “Menurutmu, berapa yang akan kudapatkan dengan menjual berita tentang kekasih Ian kepada majalah majalah-majalah gosip itu? Mungkin tidak terlalu banyak. Tapi bayangkan apa yang akan terjadi pada saham Neocyber ketika berita tentang Ian Roshan yang berpacaran dengan seorang p*****r muncul.” Aku menahan nafasku mendengar ancamannya “Apa yang membuatmu mengira aku peduli dengan saham Neocyber?” Ken tertawa, “Tidak dengan Neocyber, tapi aku yakin kau mulai peduli pada Ian. Bisa kulihat dimatamu bagaimana kau terpukau oleh pria itu. Bayangkan apa yang akan terjadi padanya bila perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah itu hancur. Karenamu.” Aku berdiri tidak bergeming hingga Ken membuka kimononya perlahan menunjukkan tubuh nya yang telanjang. “Sekarang, bagaimana kalau kau masukkan lagi USB itu ke dalam tasmu, dan mencari cara untuk meminta maaf padaku? Sebelum aku berubah pikiran dan mengirimkan sebuah email kepada redaksi majalah-majalah itu.” Otakku menjerit, berputar mencari cara untuk membalas tindakan Ken. Keluar Ky! Bukan urusanmu jika Neocyber hancur gara gara hubungan Ian denganmu terbongkar. Tapi.. Neocyber adalah kerja keras Ian. Aku tidak bisa membiarkan pria itu menghancurkannya.Terlebih karenaku.Apa yang harus kulakukan? Tidak memiliki pilihan lain, kuturuti perintah pria itu. Kuselipkan lagi USB ke dalam tasku sebelum aku berjalan menghampiri pria itu dan berlutut di lantai di hadapannya. “Good Girl..” gumam Ken sembari memegang ujung kepalaku yang berada diantara selangkangannya. Memasukkan bagian tubuhnya yang terasa asin dan berbau pesing kedalam mulutku. Matanya tertutup sementara tangannya berulang kali menekan kepalaku semakin kebawah membuat mataku berair tercekik oleh sodokan di dalam tenggorokanku. Ken membuka matanya sementara tangannya mencengkeram rambutku dan menariknya ke belakang. Didekatkannya wajahnya ke wajahku hingga aku bisa mencium bau asam dari mulutnya. “Kau adalah pela*cur kecilku. Jangan lupakan itu, Princess. Sekarang naik ke atas ranjang, dan buka kakimu untuk Daddy.” *** Bobby menatap wajahku yang sembab karena air mata. Diraihnya kotak tisu dari kursi belakang dan menyerahkannya padaku. “Jadi Ken mengancam akan menghancurkan reputasi Ian jika kau tidak melakukan kemauannya?” tanyanya mengulangi semua yang sudah kuceritakan padanya. Aku mengusap ingus yang mengalir dari hidungku dengan tisu sambil mengangguk. “Dasar bajin*gan!” umpatnya. Tangannya terkepal memegang setir mobilnya yang melaju. “Aku hanya ingin semuanya berakhir, Bob. Apa yang harus kulakukan?” Pria itu termenung sejenak berpikir. “Kau sebaiknya menceritakan semuanya pada Ian.” “Apa? Ian akan membunuhku, atau lebih parah, memenjarakanku.” “Mungkin, tapi jika kau ingin menyelamatkan reputasinya, itu satu satunya jalan, Ky. Ian mempunyai koneksi dan sumberdaya yang cukup untuk memotong pergerakan Ken sebelum pria itu menyebarkan beritanya.” “Bagaimana bila Ken mengetahui bahwa aku memberitahu Ian? Dia sepertinya mengetahui segala pergerakanku. Dia bisa tahu bahwa aku menghabiskan waktu di peternakan Gianna dan Alex.” “Hm..kalau begitu sebaiknya kau lakukan secepatnya. Jangan menunggu terlalu lama.” Aku melirik jam di handphone ku. Sudah jam 11 malam. Haruskah kulakukan malam ini? Aku yakin Ian belum tidur. “Baiklah. Akan kulakukan malam ini.” Putusku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN