Walau terlihat agak enggan, Devanno merespons juga panggilan telepon tersebut. Ia membatalkan niatnya untuk keluar sesat dari kafe karena ia melihat dari kaca, keadaan terlalu ramai di luar sana. Dipikirnya pula, pembicaraannya dengan Sesil juga bukan hal yang patut dirahasiakannya dari Bastian. “Hai Dev, kamu masih di kantor?” tanya Sesil, langsung pada pokoknya begitu mendengar sapaan ‘hallo’ dari Devanno. “Hai Sil. Enggak. Di kafe,” sahut Devanno. Ditekannya nada suaranya agar terlihat senetral mungkin. “Di kafe? Sama siapa?” tanya Sesil ingin tahu. Nada suaranya meninggi di ujung kalimat. Devanno menahan napas. Pertanyaan Sesil membuatnya tidak nyaman. Ia menangkap kesan menyelidik di dalamnya.