Langkah Reza berat ketika ia menuruni tangga rumah. Setiap pijakan terasa seperti menyeret dirinya lebih dekat ke jurang yang tak ada ujungnya. Kunci mobil di genggaman tangannya bergetar, bukan hanya karena dingin malam, melainkan karena hatinya yang penuh rasa takut. Di kamar, Arini menempelkan telinga ke pintu. Ia mendengar suara kunci, suara langkah tergesa. Nafasnya tercekat. Dia benar-benar pergi… pikirnya. Tangannya mengepal. Tanpa sadar, air mata menetes lagi, tapi kali ini bercampur dengan amarah. Arini mengambil ponselnya, menyalakan kamera, lalu diam-diam memotret bayangan Reza dari celah tirai ketika mobilnya meninggalkan halaman. Bukti demi bukti ia kumpulkan. Kini, ia tak lagi ragu: malam itu akan menentukan arah hidupnya. Reza menyetir tanpa tujuan jelas, hanya mengikuti

