Pagi itu, Arini bangun dengan hati yang masih sesak. Wajahnya sembab, tapi tekad di matanya jauh lebih kuat. Ia tidak bisa lagi hanya menunggu Reza jujur. Ia harus menemukan jawabannya sendiri. Sambil menyiapkan sarapan untuk anak-anak, pikirannya melayang. Foto-foto itu bukan kebetulan. Seseorang sengaja mengirimkan padanya, ingin ia tahu. Siapa lagi kalau bukan perempuan itu… Nadya. Arini merasakan amarah bercampur penasaran. Kenapa perempuan itu begitu berani? Apa yang membuatnya yakin bisa merebut Reza dari dirinya? Selepas mengantar anak-anak ke sekolah, Arini kembali ke rumah dengan langkah berat. Reza masih duduk di meja makan, terlihat lesu. Kopinya sudah dingin, roti di piring pun tidak tersentuh. “Mas,” panggil Arini dengan suara datar. Reza menoleh, menelan ludah. Ada rasa

