Mereka menikmati sandwich bersama di pinggiran sungai Nil. Duduk beralaskan karpet yang tidak terlalu tebal, ditemani dengan banyak cemilan. “Aku tidak menyangka akan senikmat ini kalau punya teman yang satu frekuensi,” ucap Nabila sambil duduk memeluk dua lutut sambil meneguk teh hangat yang sedang dipegang. Emi dan Ayesha menoleh ke arahnya. Sambil mengunyah, Emi menyahut, “Kalau begitu kau harus bersyukur punya teman seperti aku.” Mereka tertawa mendengar sahutan Emi. “Ya, ya, ya. Emi, kau itu bukan teman, tapi saudaraku.” “Lalu, bagaimana denganku?” tanya Ayesha sambil menyuap sandwich terakhir di tangannya. Nabila tersenyum. “Kamu perlu diseleksi Ayesha. Kamu adalah calon sahabat yang nantinya akan menjadi orang terdekatku juga.” Ayesha mengangguk dan tertawa. Bila melihat raut

