Cukup lama waktu yang terlewati, Iqlima merasakan kantuknya tak kunjung usai. Sungguh dia ingin terjaga, tapi entah kenapa seberat itu untuk kembali membuka matanya. Perlahan, kesadarannya mulai pulih meski kepalanya masih terasa agak berat. Napasnya tersengal, dadanya terasa sesak seperti habis menempuh perjalanan panjang yang melelahkan. Ketika membuka mata, pandangannya masih buram, namun seiring waktu, ruangan di sekitarnya mulai terlihat jelas. Langit-langit dengan lampu gantung kristal yang berkilauan, dinding bercat putih gading, meja kecil di sudut ruangan, serta ranjang king size dengan tirai tipis menjuntai cukup familiar di matanya. Seketika itu, jantung Iqlima berdegup lebih kencang saat menyadari di mana dirinya berada. Kamar Afkar, sang suami. Menyadari hal itu, sontak I