Begitu Afkar menutup pintu dan meninggalkannya sendiri, Iqlima masih duduk di tepi ranjang dengan perasaan tak menentu. Dia mencoba menenangkan diri, dan berpikir positif meski kecurigaan lebih mendominasi. Beberapa menit berlalu dan semua memang berjalan baik-baik saja, tidak ada yang mencurigakan sebagaimana ketakutan Iqlima. Persis seperti tebakan Afkar, jujur saja dia takut diracuni pria itu karena di mata Iqlima, saat ini Afkar tidak lebih dari seorang psi-kopat yang tak tertebak apa maunya. Sampai akhirnya, kurang lebih empat puluh lima menit, Iqlima mulai merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Dadanya terasa lebih sesak, tubuhnya mendadak panas, dan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Keringat mulai muncul di pelipisnya, padahal suhu kamar ini cukup sejuk. Iqlim