Suara gemericik air dari kamar mandi masih terdengar, namun Iqlima tak berani bergerak. Dia hanya bisa mere-mas selimut yang membalut tubuhnya, matanya nanar menatap langit-langit, pikirannya penuh dengan kemungkinan buruk. Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka, menyisakan suara engsel yang berdecit pelan. Iqlima sontak menoleh. Afkar muncul dari balik uap tipis yang masih menguar dari dalam, tubuhnya kini tampak lebih segar, dengan butiran air yang masih melekat di kulitnya. Sebuah handuk putih membelit tubuhnya, jatuh hingga sebatas lutut, sementara rambutnya yang basah sedikit acak-acakan. Tanpa berkata apa pun, Afkar melangkah untuk segera berganti pakaian dengan wajah datarnya. Sementara itu, Iqlima menelan ludah. Hatinya mencelos melihat ekspresi Afkar yang begitu da