Afkar tidak langsung bereaksi. Sebaliknya, dia tetap berdiri di posisinya. Membiarkan kesunyian menggantung di antara mereka untuk beberapa detik. Tatapannya tajam, penuh perhitungan, sementara pikirannya mulai bekerja cepat, mencari celah dalam situasi ini. Tapi alih-alih menunjukkan ketegangan, pria itu justru mengangkat dagunya sedikit, membiarkan senyum tipis terukir di wajah tampannya. Senyum yang sama sekali tidak mencerminkan gentar atau takut. Dengan langkah santai, Afkar mendekati mereka tanpa terburu-buru, seolah kehadiran dua orang itu bukanlah ancaman yang berarti baginya. Beberapa saat hanya terdiam, sampai akhirnya dia buka suara. "Hai, senang bisa bertemu denganmu ... Kakak ipar." Nada suaranya terdengar ringan, hampir seperti sapaan tulus. Namun, ada sesuatu di baliknya