"Iya ... kan kesepakatannya begitu." Suara Iqlima terdengar tenang, tapi cukup tegas. Afkar menatapnya lekat-lekat. Sejenak pria itu terdiam, tidak menyangka bahwa Iqlima berani melawannya dengan sikap setenang itu. Mata yang biasanya menyiratkan ketundukan, kini menatap lurus ke arahnya tanpa sedikit pun rasa takut atau ragu. Biasanya, setiap kata yang keluar dari mulut Afkar mampu menekan dan mengendalikan lawan bicaranya. Namun kali ini, perempuan di hadapannya justru berdiri tegak, seolah tidak gentar sedikit pun menghadapi tatapan tajamnya. Ada keberanian baru dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah Afkar lihat sebelumnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, Iqlima melangkah pergi. Gerakannya ringan tapi tegas, seakan keberadaan Afkar tidak lebih dari angin lalu. Dengan mudahnya,