dua undangan

1282 Kata
"Undangan dari siapa?" Tanya Alex, begitu melihat kartu undangan di meja makan. "Dari Tata, sepupu kamu." Balas Mia. Setiap paginya, mereka berdua memang mewajibkan untuk sarapan bersama, sebelum berangkat ke kantor masing-masing. Alex pernah mengajak bahkan menyediakan posisi khusus untuk Mia di kantornya, tapi Mia menolak dan memilih bekerja beda kantor dengannya Sangat tidak efisien, karena mereka harus berangkat terpisah dengan menggunakan mobil yang berbeda juga. "Tata mau nikah? Bukannya dia sudah nikah." Mia duduk tepat di samping Alex dan menyeruput teh hangat. "Dia memang sudah menikah, bahkan sudah memiliki dua anak." Roti selai coklat menjadi sarapan favorit Alex, sementara Mia lebih memilih jus atau buah potong. "Terus, undangan itu untuk apa?" Alex masih penasaran dengan kartu undangan berwarna biru muda dengan motif binatang. "Undangan acara ulang tahun anaknya yang kedua. Kebetulan tanggal dan bulan lahirnya sama, dengan anak yang pertama. Seperti sebuah kebetulan yang direncanakan." Mia menjelaskan. "Hebat berarti ya, mereka nyetak anak di tanggal yang sama. Sampai-sampai tanggal ulang tahunnya pun samaan gitu." Alex tersenyum, lantas menikmati kopi pahit dan roti miliknya. "Iya. Tapi undangannya ada dua. Satu untuk kita, satu lagi untuk Siska." Alex menoleh, "Siska?" Tanya Alex dengan tatapan bertanya. "Siska sekertaris kamu." "Oh,, memangnya Tata kenal Siska?" Mia mengangkat kedua bahunya. "Mungkin, aku gak tau." "Kayaknya mereka gak saling kenal." Seingat Alex, anggota keluarganya tidak begitu mengenal baik Siska. Jika pun tau, hanya sekedar kenal biasa. Tidak lebih. "Kalau gak kenal, bisa kenalan di acara ulang tahunnya." Balas Mia. "Tapi aneh aja, gak kenal tapi ngasih undangan. Bukannya acara ulang tahun itu, hanya mengundang orang-orang yang kenal kita dengan baik?" Mia tersenyum, lantas memasukan sepotong melon kedalam mulut Alex. "Sebenernya nggak aneh, justru yang lebih aneh lagi ketika Tata ngundang kita ke acara ulang tahun anaknya, sedangkan kita gak punya anak." Mia tersenyum samar, tapi senyum untuk menutupi luka di hatinya. "Kalau kamu merasa gak nyaman, gak udah datang. Nanti biar ku kirim kado untuk anaknya saja." Alex meraih satu tangan Mia dan menggenggamnya erat. "Gak enak sama Tata, dia sangat berharap kita datang. Gak apa-apa. Aku baik-baik aja." Mia meyakinkan. Dalam sebuah acara keluarga, entah itu acara ulang tahun atau acara lainnya, terkadang Mia dan Alex sering menjadi bahan buruan pertanyaan-pertanyaan yang sulit mereka jelaskan. Mia tau, ia tidak bisa hamil. Tapi Mia tidak bisa menjelaskan secara detail alasan mengapa sampai saat ini ia dan Alex belum juga dikaruniai anak. Pemahaman child free tidak berlaku untuk keluarga Alex. Mereka mengharuskan setiap pasangan yang sudah menikah memiliki anak. Mia melihat-lihat toko online di aplikasi orange, dari ponselnya. Ia akan membeli kado secara online saja. Membelinya secara langsung akan memakan waktu lama, meski pada akhirnya barang yang dibeli hanya satu set mainan. "Lo beli apa?" Tiba-tiba Laras muncul tepat di samping Mia. "Lo udah kaya jelangkung aja. Datang gak diundang," "Pergi gak diantar. Oh,, jaelangkung." Balas Laras, sambil bernyanyi. "Lo mau beli apa? Beli botol minum lagi?" Laras mendekatkan kursinya dan masih penasaran. "Mau beli mainan anak-anak." Jawab Mia. Ia pun kembali menatap layar ponsel, dimana beberapa mainan sudah menjadi incarannya. "Untuk usia berapa tahun? Cewek apa cowok?" "Satu tahun, cowok." "Lo gak salah beliin dia mainan kayak gitu?" Tunjuk Laras pada layar ponsel Mia, dimana Mia tengah melihat mainan sejenis tembakan air. Mia menggumam pelan. "Mi, lo gak sekalian aja beliin tuh anak kartu uno." Laras tertawa terbahak-bahak. "Usia satu tahun mau lo kasih mainan seperti itu, yang ada nanti dia masuk angin. Kenapa gak cari yang lebih aman untuk usia satu tahun, misalnya ini." Laras menunjuk mainan yang ada tepat di samping mainan pilihan Mia. "Ini lebih aman untuk bayi satu tahun. Ya,, meski harganya jauh lebih mahal." Mia kembali menggumam pelan. Bahkan tanpa perlu berkomentar lagi, ia pun membeli mainan tersebut yang mungkin akan datang dalam waktu hitungan jam saja. "Sebenarnya siapa yang ulang tahun?" Tanya Laras penasaran. "Saudara Alex." "Kalian diundang? Padahal belum punya anak." Tanpa sadar kalimat tersebut meluncur sempurna dari bibir Laras, tapi detik berikutnya Laras benar-benar menyesalinya. "Gue gak maksud seperti itu, Mi." Ucapnya dengan wajah bersalah. "Gue tau." Potong Mia. "Gue juga gak ngerti kenapa mereka seneng banget lihat gue kebingungan kalau ada acara keluarga kayak gitu. Selain bingung, gue juga sering dijadikan bahan pembahasan. Kadang, gue merasa di bully," Mia tersenyum samar. "Kalau gitu, gak usah datang. Gak usah juga beli mainan juga." Saran Laras. "Dia saudara Alex, gak enak kalau kami gak datang." "Lo lebih mentingin perasaan orang lain, ketimbang perasaan lo sendiri, Mi." Mia menghela lemah, "Apa yang mereka bicarakan itu fakta, bukan gosip apalagi fitnah. Gue hanya perlu bersikap lebih legowo aja." Mia kembali fokus pada layar ponselnya. "Oh, iya. Aku harus beli satu mainan lagi untuk Siska." Mia kembali membuka aplikasi orange untuk membelikan mainan lainnya yang akan diberikan pada Siska. "Siska siapa? Ponakan lo lagi?" Mia tersenyum. "Bukan. Tapi Siska calon madu gue." "Gila lo!" Laras menatap horor ke arah Mia, sementara wanita itu hanya tersenyum seolah ucapannya bukanlah sesuatu hal besar di hidupnya. Mia membelikan satu mainan untuk Siska, meskipun wanita itu tidak memintanya. Ia membeli jenis mainan yang berbeda, dengan harga yang hampir sama. Usai membeli dan tidak berselang lama paket mainan tersebut pun akhirnya datang. Rencananya hari ini sepulang kerja, ia akan menemui Siska di kantor tempatnya bekerja untuk memberikan kado dan juga kartu undangannya. "Gak langsung balik?" Tanya Laras, ketika mereka bertemu di lobi, karena jam kerja telah usai lebih cepat dari biasanya. "Mau ke kantor Alex dulu, sekalian antar ini untuk calon," "Calon madu." Tegas Laras dengan ekspresi horor yang tidak di buat-buat. Laras memang sangat tidak setuju dengan keinginan Mia menjadikan Siska sebagai calon madu, atau calon istri baru Alex. Menurut Laras keputusan Mia terlalu ekstrim dan sangat beresiko. "Mau ikut? Siapa tau mau kenalan. Siksa orangnya cantik, ramah dan baik." Ajak Mia. "Iya kali, sekretaris songong ke istri Bos. Yang ada nanti di pecat!" Mia tertawa. "Asli sih, Siska ini tipe ideal para lelaki." "Kalau dia tipe ideal kaum lelaki, kenapa dia cerai? Aneh." Mia hanya mengangkat bahu, lantas segera masuk kedalam mobil, meninggalkan Laras yang masih menunggu taksi online. Butuh waktu hampir tiga puluh menit untuk menuju kantor Alex. Jaraknya memang tidak jauh, tapi karena jam pulang kantor, membuat ruas jalan sangat padat dan terjadi kemacetan hampir di setiap titik. Mia memang tidak memberitahu kedatangannya, ia sengaja tiba-tiba datang untuk memberi kejutan pada suaminya. "Bapak Ada?" Tanya Mia, ketika ia sampai di depan ruang kerja Alex dimana Siska masih berkutat di depan layar komputernya. "Bu Mia," Mungkin karena terlalu fokus pada pekerjaannya, Siska tidak menyadari kehadiran Mia. "Bapak ada di ruang kerjanya, baru saja kembali dari luar. Silahkan masuk," Siska mempersilahkan Mia masuk, yang dijawab anggukan olehnya. Tapi, baru saja Mia berjalan beberapa langkah, ia melihat paper bag dengan logo pusat mainan anak-anak sama persis dengan yang dibawanya. "Itu mainan siapa?" Tanya Mia penasaran, sambil menunjuk ke arah paper bag yang terletak tidak jauh dari tempat Siska berada. "Oh,, itu mainan untuk kado ulang tahun keponakannya Bapak." Balas Siska. "Kamu sudah beli?" "Bapak yang beli." Mia mengangguk samar. Melihat raut wajah Mia yang sedikit berubah, membuat Siska langsung merasa tidak nyaman. "Niatnya mau nitip beliin, tapi." Belum sempat Siska menuntaskan ucapannya, Alex sudah terlebih dulu keluar dari ruang kerjanya. "Sayang, kamu disini? Kapan sampai?" Alex segera menghampiri Mia dan mencium keningnya singkat. "Baru aja sampai." Balas Mia. "Tumben banget, ada apa kesini?" Tanya Alex yang merasa aneh karena sang istri datang tiba-tiba. "Gak apa-apa, sekalian mampir aja habis beli ini." Mia menunjukan barang bawaannya, yaitu mainan untuk kado ulang tahun. "Oh, aku juga udah kasih tau Siska, sekalian tadi beli kado juga. Katanya Siska gak sempet beli sendiri. Ayo, kita pulang bersama." Ajak Alex. Mia mengangguk, lantas mereka berdua pun menuju lobi dimana mobil Alex berada.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN