jalan-jalan bersama calon anak tiri

1305 Kata
Manusia diciptakan dengan berbagai bentuk, tidak ada yang sama meski dilahirkan dalam kandungan dan orang tua yang sama. Begitu juga dengan masalah yang mereka hadapi, pasti berat dan berbagai macam cara juga menyelesaikannya. Dalam kehidupan rumah tangga yang dijalani Mia dan Alex tidak selalu berjalan mulus. Tak jarang mereka berselisih paham bahkan awal mula mereka menikah pun didasari oleh sebuah kecelakaan. Lebih tepatnya kecelakaan yang disengaja. Mia sadar kesalahan apa yang telah diperbuatnya dan Mia pun tau konsekuensi yang akan didapatkan setelah semua kebohongannya terungkap. Saat itu Mia tidak pernah berharap Alex akan tetap berada di sampingnya dan mempertahankan rumah tangga yang baru saja mereka bangun beberapa bulan. Tapi Alex justru memilih bertahan hingga akhirnya mereka bisa menjalin rumah tangga pada umumnya. Tapi segala perhatian dan kasih sayang yang diberikan Alex selama ini, nyatanya tidak membuat rasa percaya diri itu tumbuh dalam hati Mia. Ia justru merasakan hal sebaliknya. Waktu masih menunjukan pukul tujuh pagi, tapi Alex tidak menemukan Mia di sampingnya. Ia memastikan dengan meraba ke arah samping, ternyata Mia memang sudah tidak ada disana. Kemana perginya wanita itu di waktu libur seperti saat ini. Biasanya mereka akan menghabiskan waktu bersantai di tempat tidur, entah hanya ngobrol random, bermalas-malasan, atau mungkin bisa juga bercinta. Karena kegiatan masing-masing cukup padat, Alex dan Mia selalu meluangkan waktu untuk bersama. Alex terpaksa membuka selimut yang menutupi tubuhnya, rasanya masih enggan untuk keluar dari kamar jika ia tidak penasaran dimana istrinya berada. Langkah kakinya tertuju pada area dapur, dimana Alex mendengar suara dua wanita tengah berbincang. Dan benar saja, Mia ada disana bersama Bi Mar. "Ngapain?" Tanya Alex. Sesekali ia masih menguap dan mengusap wajahnya untuk mengusir kantuk. "Buat bekal." Tunjuk Mia pada kotak-kotak berwarna merah muda di hadapannya. "Aku kira kamu belum bangun. Sekarang lebih baik kamu mandi, supaya kita bisa segera berangkat." Mia mendorong punggung Alex agar lelaki itu kembali masuk kedalam kamar. "Memangnya kita mau kemana?" Alex menahan tubuhnya, segera berbalik menghadap Mia. "Rahasia. Intinya kita mau piknik." "Kemana?" "Namanya juga rahasia, jadi nggak boleh bilang-bilang, lah." Mia kembali mendorong tubuh suaminya. "Malas, lebih baik kita di rumah aja." Tolak Alex. "Sesekali kita butuh piknik, biar nggak bosen." "Aku nggak pernah bosen, asal sama kamu." Kali ini Alex menahan kedua tangan Mia dan memeluknya. "Kaget, kamu nggak ada di sebelahku tadi." "Aku nggak kemana-mana," Mia mengusap punggung Alex. "Memangnya aku bisa kemana?" "Nggak boleh kemana-mana." Alex melepas pelukannya. "Udah ah, jangan gombal. Buruan mandi. Kita pergi jam sembilan." Alex menggumam pelan sebagai jawaban, sementara Mia kembali ke dapur untuk menyelesaikan perbekalan yang sudah dipersiapkan sejak pagi. "Bagus ya, jadi sayang mau makannnya." Mia memperhatikan kotak makan berwarna merah muda yang sudah diisi dengan nasi berbentuk boneka beruang. "Bapak mau makan bekal seperti ini?" Tanya Bi Mar heran, sebab tidak biasanya Mia membuat bekal dengan motif menggemaskan. "Bukan untuk Alex tapi untuk Gisel." Mia tertawa. "Gisel siapa, Non? Anaknya Mbak Tata?" "Bukan. Gisel anak sekretaris Alex. Calon istri muda Alex." Bisik Mia. Kedua mata Bi Mar membulat sempurna. "Hah? Istri muda?!" Tanpa sadar suara Bi Mar begitu keras, hingga Mia pun membekap mulutnya. "Jangan teriak, nanti Alex dengar. Ini masih rahasia." "Tapi," "Tolong rapikan semua makanan ini ya? Taruh dalam satu tas besar, biar nanti saya bawa ke mobil. Saya mau ganti baju dulu." Bi Mar tidak bisa membantah atau melanjutkan kalimat protes yang hampir keluar begitu saja dari bibirnya. Meskipun ia tidak punya wewenang untuk memprotes apapun yang dilakukan Mia, tapi rasanya sedikit mengganjal di hati saat majikannya melakukan hal yang begitu menyedihkan. Memang sangat menyedihkan ketika seorang wanita membiarkan wanita lain masuk ke dalam biduk rumah tangganya. Apalagi Mia melakukannya atas dasar keinginannya sendiri. "Sudah selesai?" Tanya Mia saat melihat suaminya berdiri di depan cermin. Penampilannya selalu memulai, seperti biasa. Dibanding saat mengenakan pakaian kantor, Mia jauh lebih menyukai penampilan santai seperti saat ini. Alex jauh lebih tampan, berkali-kali lipat. "Ganteng sekali suamiku ini," puji Mia dengan mengedipkan satu matanya sambil bersiul. "Suami siapa dulu dong," balas Alex dengan penuh percaya diri. Saat mobil keluar dari area parkiran rumah, Alex tidak membayangkan bahwa piknik yang dimaksud Mia adalah mengajak Siska dan juga Gisel. Rona bahagia Alex lenyap seketika, saat Mia menunjuk ke arah Siska dan Gisel yang sudah menunggunya di persimpangan jalan. Mia tau Alex akan menolak saat memintanya menjemput Siska. Dan untuk menyiasatinya, Mia menyuruh Siska menunggu di persimpangan jalan. Jika sudah begini, Alex tidak akan bisa menolak. "Gisel, sini duduk bareng Ibu." Mia mengulurkan satu tangannya ke arah Gisel, meminta gadis kecil itu duduk bersamanya di kursi depan. Gisel memang mudah bergaul, bahkan hanya dengan satu kali pertemuan saja mereka berdua sudah akrab satu sama lain. "Bagaimana lukanya, sudah sembuh?" Tanya Mia. Gisel hanya menjawab dengan anggukan dengan sesekali melirik ke arah Alex. "Nggak usah takut. Panggil dia Bapak." Mia tersenyum sambil mencubit gemas pipi Gisel. "Mamah kamu juga panggil dia Bapak." Lanjut Mia karena Alex tidak kunjung merespon. Jangankan merespon auranya saja sudah napak gelap. Mia tidak menghiraukan Alex, karena berdebat di depan Siska dan Gisel hanya akan membuat suasana semakin canggung. Tujuan piknik Mia kali ini yaitu sebuah taman kota. Karena hari libur, suasana taman sangat ramai dan panas. "Panas banget ya," Mia menutup kepala Gisel dengan tangannya. "Saya ambil topi dulu, Bu. Ketinggalan di mobil." "Iya. Minta Alex untuk mengantarmu." "Nggak perlu, saya bisa sendiri." "Sayang, tolong antar Siska. Topi Gisel ketinggalan di mobil, kasihan kepanasan." Tatapan Alex jelas menyiratkan penolakan, tapi permintaan Mia jelas tidak bisa ditolak. Akhirnya Alex pun mengantar Siska menuju mobil yang berada di area parkir. Cukup jauh, dan memakan waktu karena lokasi taman memiliki area parkir dengan lokasi yang berbeda. "Sekarang kita buka bekalnya. Ibu sudah menyiapkan bekal spesial untuk Gisel." Mia membuka satu persatu bekal yang sudah dipersiapkannya bersama Bi Mar. "Gisel suka?" Tanya Mia. Gadis kecil itu menganggukan kepalanya, pertanda iya. Senyum Mia tidak hentinya menghiasi wajahnya, hal itu tidak luput dari perhatian Alex. Jarang sekali melihat Mia bisa tersenyum seperti itu. "Bu, Gisel mau ke toilet sebentar." "Iya. Hati-hati." Gisel merengek ingin ke kamar mandi dan menolak diantar Mia. Jadilah Siska yang mengantarnya meninggalkan Mia dan Alex berdua. "Jadi, ini pikniknya?" "Iya." Mia tersenyum, berbanding terbalik dengan Alex. "Tau begini aku lebih pilih di rumah." Alex meraih kaleng minuman soda dan meneguknya dengan cepat, membuang muka ke arah lain. "Tapi aku bahagia," Alex kembali melihat ke arah Mia. "Bahagia?" Selidik Alex dengan nada tidak percaya. "Iya." Alex hanya mendengus dan kembali mihat ke arah lain. "Gisel, main main sama Bapak ya? Ibu dan Mamah mau makan siang dulu," Mia menyeret Alex dan menautkan tangannya pada tangan mungil Gisel. "Kalian berdua main dulu, ya? Kami mau makan siang." Seolah mengusir secara halus, Mia pun mendorong Alex agar menjauh. "Bapak kelihatan nggak senang," ucap Siska, setelah Alex pergi menjauh bersama Gisel. "Dia memang seperti itu." "Tapi, saya sedikit mengenal kepribadian Bapak dan bisa membedakan saat beliau kesal atau senang." Mia tersenyum samar. "Maksudnya dekat sebagai atasan, Bu Mia jangan salah paham." Siska meralat kalimatnya yang sedikit ambigu. "Kalian sudah sering bersama, tidak heran kalau kamu mengenal baik bagaimana sifat suami saya." Waktu yang dihabiskan Mia tentu tidak sebanyak Siska. Mia dan Alex hanya bertemu beberapa jam saja di rumah, selebihnya mereka habiskan untuk istirahat. Sementara Siska, ia lebih sering berinteraksi dengan Alex setiap harinya. "Kamu belum berniat untuk menikah lagi?" Tanya Mia. "Belum, Bu. Saya masih fokus merawat Gisel dan ibu. Menikah lagi tidak ada dalam daftar keinginan saya sekarang ini." Siska tersenyum samar. "Lebih tepatnya saya masih takut membina rumah tangga lagi, takut gagal." Kegagalan memang menjadi momok yang menakutkan untuk Siska, apalagi di usia muda ia sudah harus menjadi janda dan single parents untuk Gisel. "Kalau aku mau jodohkan kamu dengan seseorang mau? Lebih tepatnya pendekatan dulu. Tidak harus langsung menikah dalam waktu dekat." "Siapa? Bu Mia punya saudara laki-laki?" "Bukan saudara, tapi suami saya. Kamu mau menikah dengan Alex?" "Apa?!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN