Daniel mengerahkan semua uangnya untuk merawat Lyra, sebagai seorang ayah yang baik Daniel tentu tidak mau putrinya lecet sedikitpun dari mulai luarnya bahkan Daniel tidak ragu merogoh kocek banyak untuk perawatan kulit putrinya yang hanya lecet saja.
Rasa sakit yang diderita sudah jauh membaik karena perawatan yang Lyra dapat. Kulitnya kembali mulus perlahan, tapi dendamnya belum sembuh pada Samuel, sama dengan ayahnya yang menyimpan dendam bahkan mungkin lebih besar dari Lyra sendiri.
"Pakai ini karena kau akan dapat kejutan yang sangat besar," ujar Daniel sambil menyampirkan jaket bulu hangat ke tubuh putrinya.
Lyra menoleh ke ayahnya dengan penuh tanda tanya pada perkataan Daniel barusan.
"Apa itu?" tanya Lyra penasaran.
Daniel tersenyum simpul kemudian menepuk pelan kepala putrinya. "Mereka akan menjagamu dengan baik, ikutlah mereka, maka kau akan tahu kejutan yang menanti dirimu," ucap Daniel.
Lyra tidak menanyakan lagi, dia sudah sering menerima kejutan seperti ini dari ayahnya, entah apa yang akan terjadi ke depan dia sudah sangat biasa. Jadi dia lebih memilih untuk mengikuti arahan ayahnya.
Salah seorang pengawal membuka pintu mobil mempersilahkan Lyra masuk ke dalam.
"Maaf, Papa tidak bisa menemanimu, tapi jangan khawatir, mereka sangat kuat untuk menjagamu." Daniel mengelus pipi Lyra dari luar mobil, kemudian menutup pintunya perlahan dengan senyuman masih melekat di bibirnya.
"Aku harap kau menyukai hadiahku," batin Daniel.
Mobil itu melaju membawa Lyra yang di dalamnya, dengan dua mobil di samping dan satu mobil di belakang mengawal mobil yang ditumpangi Lyra.
Lyra menoleh ke belakang, ayahnya masih berdiri dengan senyum yang sama melambaikan tangan, entah apa yang Daniel rencanakan dengan kejutan di malam yang dingin, tapi Lyra memilih untuk mempercayai ayahnya.
Agak lama perjalanan yang mereka lakukan sampai di mana Lyra dan para pengawalnya berhenti di tempat yang Lyra kenali. Mereka semua turun termasuk Lyra, salah satu pengawal mengarahkan Lyra ke suatu tempat lain.
Lyra menghela napas, ternyata tebakannya benar waktu mobil baru sampai kalau dia akan ke sini. Pintu diketuk dan terbuka menampakan seorang pria yang berdiri membuka pintu, dengan sekali hantam pengawal di samping Lyra menuju perut Samuel sampai pria itu terjungkal ke belakang.
Agak kaget, tapi Lyra mengontrol ekspresinya seperti biasa. Lyra cukup senang ketika Samuel mendapat pukulan yang membuatnya meringis sakit, hati Lyra jadi melega dendamnya terbalas sedikit.
Sekarang Lyra berada di rumah Samuel, sebenarnya bukan rumah Samuel juga karena ini dibeli memakai uang Lyra, tapi atas nama Samuel. Lyra jadi merutuki dirinya yang bodoh karena menjadi b***k cinta.
"Apa yang kalian lakukan di sini?!" teriak Samuel.
Namun sayangnya, Samuel langsung dihantam lagi dengan tinju di wajahnya. Lyra tersenyum puas melihat darah yang menyembur dari mulut Samuel, sama seperti apa yang Samuel lakukan padanya waktu itu.
Lyra duduk di kursi yang ditarik pengawalnya dan memandangi Samuel yang terlihat gemetar di sana dengan darah yang menetes keluar melewati dagunya. Hadiah yang diberi ayahnya sangat menarik dan luar biasa.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?!" tanya Samuel dengan sisa tenaganya.
Lyra memicingkan matanya menatap Samuel yang terengah-engah dengan napas tercekat mencekik lehernya. Sungguh dia ingin ikutan memukul Samuel, tapi untuk apa Lyra diikuti para pengawal kalau bukan karena agar tangannya tetap bersih.
"Kau serius menanyakan itu padaku, Sam?" Lyra memandangi kukunya yang patahannya sudah dipoles.
"Padahal tadinya aku ingin membiarkanmu dan memecatmu saja, tapi ternyata kau bertindak lebih jauh untuk mengantarkan nyawamu sendiri." Lalu tatapan Lyra beralih menatap Samuel dengan remeh.
Samuel jadi takut kalau tiba-tiba nyawanya bilang di sini begitu saja, tidak akan ada yang mengusut kasus atau mencari mayatnya karena dia tidak punya keluarga sama sekali, hidupnya hanya menempel dan mencicipi sebagian kecil harta Lyra.
"Apa maumu? Apa kau menginginkan nyawaku untuk membalas perlakuanku yang tidak seberapa waktu itu?" Samuel mengganti ekspresinya dengan memelas.
Lyra jadi kesal ketika Samuel menyebut perlakuannya tidak seberapa padahal dia hampir saja membunuh Lyra dengan cekikannya.
"Sam ... tidak seberapa itu bagimu, tapi nyawaku lebih penting darimu, akan banyak orang yang mencariku jika aku mati, sedangkan jika kau mati tidak ada seorang pun yang akan mencarimu karena nyawamu tidak berharga," ejek Lyra tersenyum miring.
"Aku mohon lepaskan aku, Lyra. Aku janji akan pergi jauh darimu setelah ini dan tidak akan mengusikmu lagi. Aku juga akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi, aku mohon." Sekali lagi Samuel menampilkan wajah memelasnya membuat Lyra ingin muntah.
"Sekarang kau terlihat menyedihkan dibanding tadi yang menampilkan wajah sombongmu, jangan tidak tahu diri begitu, Sam ... kau sudah melakukan sesuatu yang jahat dan kau tidak ingin dibalas? Egois sekali dirimu." Tatapan mata Lyra berubah jadi datar menatap setiap lekuk wajah Samuel.
Dulu Lyra akan berbinar-binar menatap wajah Samuel, tapi sekarang tergantung rasa muak yang memenuhi relung hatinya, bukannya tidak punya belas kasih, hanya saja Lyra ingin Samuel merasakan hal yang sama.
Pintu terbuka tiba-tiba dengan pemandangan tamu tak diundang, dengan sigap pengawal yang berada di samping pintu menarik orang yang baru saja datang dan menutup pintunya kembali dengan cekatan.
"Selamat datang, mantan sahabatku," ucap Lyra dengan senyuman semanis gula dan mematikan seberbahaya racun.
Selly melirik ke arah Samuel yang berdarah-darah dengan posisi berlutut, dia jadi bergidik ngeri dan merutuki dirinya sendiri yang pulang di jam ini.
"Apa yang kau lakukan padanya, Lyra? Kau membuatnya terluka!" pekik Selly.
Wanita itu langsung menghampiri Samuel yang tengah berlutut dan mengusap darah di bibir pria itu dengan khawatir. Biar bagaimanapun Samuel adalah ayah dari bayinya walau akhir-akhir ini dia sangat kasar.
"Aku hanya membalas apa yang dia lakukan padaku, Selly. Kau mungkin tidak tahu apa yang dia lakukan padaku setelah dia dipecat, kan?" Sungguh Lyra tidak bersedih melihat kedekatan Selly dengan Samuel di depan matanya sekarang.
"Tolong biarkan aku, tolong ampuni aku, aku benar-benar minta maaf dari mulai pengkhianatan sampai memukulmu malam itu. Biarkan sekali ini saja, aku mohon."
Samuel berlutut meraih tangan Lyra, tapi Selly langsung menarik Samuel mundur agar tidak dekat dengan Lyra, karena bagi Selly sekarang Samuel adalah miliknya karena Lyra sudah membuangnya dan Dia memungutnya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa merendahkan harga dirimu begitu di depan Lyra?!" kesal Selly.
Sudah cukup sikap kasar Samuel yang dia terima, dia tidak bisa menerima jika Samuel kembali pada Lyra dan meninggalkannya, pikiran yang sudah dipenuhi hal buruk akan ditinggalkan Samuel.
"Diam! Apa kau tidak bisa membaca situasi?!" bentak Samuel.
Selly kembali mencerna keadaan sekelilingnya yang dikelilingi banyak pria besar berbadan tinggi. Dia jadi takut dan nyalinya menciut.
"Bagaimana kalau bayarannya tanganmu?" Lyra mengatakan dengan wajah datar tanpa emosi.
"Tidak, Lyra. Aku mohon lepaskan aku, kali ini saja maafkan aku. Kalau aku kehilangan tanganku bagaimana aku bisa bekerja untuk hidup? Kau tahu kalau hidupku tidak mudah." Samuel kembali memohon.
Pemandangan di depan Selly sangat membuatnya muak, dia terbayang-bayang Samuel kembali pada Lyra, dadanya jadi sesak walau Samuel memohon untuk bertahan hidup, di mata Selly seperti memohon untuk kembali.
"Hentikan, Sam!" Selly kembali menarik Samuel ke belakang.
"Diam, Sel! Kau tahu betapa susahnya bertahan hidup? Apa pun akan aku lakukan untuk bertahan hidup karena aku ingin hidup, jika harus mencium kakinya pun akan aku lakukan!" teriak Samuel.
Lyra tersenyum licik melihat dua sejoli yang berdebat di depannya, sungguh menyenangkan tertawa di atas penderitaan orang lain, Lyra jadi semakin ingin menginjak Samuel lebih dari ini.
"Kalau begitu ciumlah kakiku seperti apa yang kau katakan." Lyra mengubah posisi duduknya dengan kaki menyilang, satu kakinya terangkat di depan wajah Samuel yang kaget dengan Lyra yang mampu melakukan ini.
Samuel pikir Lyra akan berbaik hati padanya karena masih menyimpan perasaan, tapi sayangnya Samuel salah besar, Lyra bisa dengan cepat menghempaskan semua rasa cinta bersamaan ketika dia melihat Samuel tidur dengan Selly.
"Ayo, cepat lakukan apa yang kau katakan, Sam." Sekali lagi Lyra menyodorkan kakinya dengan senyum licik.
Samuel meneguk salivanya, membayangkan dirinya seperti anjing rendahan yang tak bertuan, harus mengemis maaf karena mencuri makanan di kala pahit yang dia telan.
Tangannya meraih kaki Lyra dengan gemetar, kaki mungil yang mulus tidak menandakan kekeringan, Samuel menundukkan kepalanya mencium punggung kaki Lyra dengan bibir yang tidak kalah gemetar dengan tangannya.
Lyra sangat puas merasa Samuel begitu terhinanya, rasa sakit hatinya terbalas sudah. Seketika senyum kesenangan Lyra memudar berganti mimik jijik yang terukir di wajahnya. Lyra melihat darah dari bibir Samuel mengotori kakinya.
"Hei, darahmu mengotori kakiku!" gertak Lyra mengeratkan rahangnya.
Samuel buru-buru meraih ujung bajunya mengelap bekas darahnya di punggung kaki Lyra tanpa sisa.
"Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf." Samuel dengan mengunduh terus mengelap punggung kaki Lyra.
"Apa yang kau lakukan, Sam?! Kau merendahkan harga dirimu!" pekik Selly yang hampir menangis melihat bagaimana Lyra memperlakukan Samuel.
Samuel hanya diam tidak menggubris perkataan Selly, setelah selesai Samuel kembali pada posisi berlututnya dan terus menunduk.
"Lyra kau sungguh keterlaluan, jangan mentang-mentang kau punya banyak uang, kau jadi bisa seenaknya menginjak harga diri orang lain!" Selly meneteskan air matanya di hadapan Lyra.
Tapi Lyra malah tersenyum karena air mata Selly terasa begitu manis baginya, penderitaan Selly menjadi gula yang memuaskan dendam Lyra.
"Tidak bisakah kau membiarkan kami begitu saja, Lyra? Apa kau tidak tidak pernah mengingat kita pernah bersahabat?" Sekarang Selly mengharap belas kasih Lyra.
"Kau yang lupa kalau aku juga mengingat perselingkuhan kalian!" Ekspresi Lyra berubah marah lagi.
"Lyra ... aku hamil anak Sam." Selly tiba-tiba membongkar semuanya juga di depan Samuel.
Samuel menatap tidak percaya pada kekasihnya itu.
"Apa?!"