Agak kaget setelah melihat perlakuannya, tapi rasa puas sudah memuaskan hati Lyra tanpa menginginkan lebih dari ini. Rasa sakit hati dan fisiknya sudah terbalas dengan kejadian yang terjadi pada mereka.
Lyra tidak pernah menyangka kalau Samuel akan sangat marah begitu mendengar kabar dari Selly yang menyatakan dirinya hamil, Samuel menampar, menjambak, serta menendang bagian perut Selly tepat di hadapan Lyra.
"Padahal dulu dia bilang saling mencintai, tapi begitu buah hatinya hadir seakan cinta itu hilang ditelan habis dan menjadi kotoran," batin Lyra.
Lyra sudah keluar dari rumah Samuel berserta para pengawalnya juga, meninggalkan Selly yang terkapar tidak berdaya di lantai karena penganiayaan yang Samuel berikan.
Sampai di mobil, Lyra mendapati telepon dari orang yang dia kenali, ayahnya.
"Halo, Sayang ... bagaimana dengan hadiahnya? Apa kau menyukainya?"
Lyra tersenyum. "Ya, Pa. Aku sangat menyukainya, Papa memang paling mengerti aku. Andai saja Papa juga ikut tadi, pasti dia akan jadi lebih takut," balas Lyra.
"Maaf, Sayang, kau tahu sendiri kalau Papa sedang meninjau wilayah di selatan, memangnya dia masih berani mengangkat kepalanya tadi?"
"Orang gila mana yang malam-malam terus bekerja seperti ini?! Dasar! Kita sudah kaya, mau seberapa kaya lagi?" gerutu Lyra pada ayahnya di sebrang telepon.
Terdengar tawa renyah dari ponsel Lyra, Daniel sangat suka ketika Lyra marah atau merajuk pada, terlebih lagi mengkhawatirkan dirinya yang malam-malam masih bekerja.
"Papamu memang gila bekerja, itu semua aku lakukan untuk masa depanmu nanti, kau tahu Papa sangat menyayangi putri Papa, kan?"
Lyra mendengus kesal lagi. "Berhenti bekerja terlalu keras, Papa cuma punya satu anak, yaitu aku. Atau jangan-jangan Papa mau memberikan kehidupan yang layak pada para kekasih Papa, ya? Apalagi wanita bernama Sania itu?!" tuduh Lyra.
Sekali lagi Lyra mendengar tawa renyah dari sebrang telepon sana. Tama yang lebih keras sampai membuatnya merengut tidak suka.
"Apa ini? Kau sedang cemburu pada para kekasih Papa? Dan kau paling cemburu pada Sania? Tenanglah, Sayang ... jangan lupa, semua aset atas namamu, tidak ada yang Papa berikan ke wanita-wanita itu, mereka hanya mendapat recehannya saja."
"Ya, sudah. Kapan Papa pulang?" tanya Lyra memastikan.
"Papa baru saja pergi sudah disuruh pulang begitu? Papa akan pulang seminggu kedepan."
Perasaan Lyra membuncah bahagia mendengar kabar kalau ayahnya tidak akan ada di rumah dalam waktu yang cukup lama, dia jadi bisa bebas bermain keluar rumah tanpa ditanyain apa pun.
"Hati-hati di sana, aku tutup dulu." Lyra menutup teleponnya secara sepihak.
Senyum yang tadinya hanya simpul, sekarang jadi melebar mereka menghiasi wajah mungilnya, membayangkan seminggu ke depan dia akan bebas dari omelan ayahnya.
Seketika Damian menyita pemikiran Lyra, sampai wanita itu terus menyunggingkan senyumnya, Lyra jadi berpikir untuk bertemu Damian selama ayahnya tidak ada.
"Aku jadi ketagihan melakukannya dengan pria itu," batin Lyra.
Pengawalnya melajukan mobil membelah jalanan malam yang sepi juga tenang, hening selama perjalanan hanya ada suara deru mobil menghiasi waktu kepulangan Lyra dari rumah Samuel.
***
Baru saja Lyra turun dari mobil, perasaannya jadi tidak baik melihat mobil yang terparkir di samping, dia sangat mengenal mobil yang dipakai oleh salah satu selir ayahnya, Sania.
Benar saja, waktu Lyra memasuki kediamannya, pemandangan di depan sudah membuatnya muak, Sania duduk menyilangkan kakinya dengan anggun dalam balutan dress sexy yang belahannya terumbar mencuat hampir keluar dari wadahnya.
Sania berdiri ketika melihat Lyra, tapi Lyra terus berjalan masuk tidak menganggap ada dan menghiraukan Sania yang menatapnya seakan ingin bicara.
"Lyra ...." Satu panggilan dari Sania menghentikan langkah Lyra.
Lyra berbalik menatap ke arah Sania, tanpa mengatakan apa pun, dia cukup bicara lewat ekspresinya yang mengatakan untuk apa dia ke sini.
"Apa aku bisa bertemu Daniel?"
Kalimat selanjutnya membuat Lyra tersenyum miring, wanita itu dari dulu memang tidak pernah mendekatkan diri atau bersikap baik padanya, yang ada di mata Sania hanya Daniel, sedangkan keberadaan Lyra tidak dianggap, itulah sebab dia juga tidak Inging menganggap Sania.
"Pulanglah, dia tidak ada di rumah." Lyra hendak berbalik melanjutkan langkahnya lagi.
"Tunggu, Lyra. Jangan berbohong!" tahan Sania.
Lyra menepis kasar tangan Sania yang memegang tangannya, juga melayangkan tatapan jijik ke arah Sania karena lancang menyentuhnya.
"Di mana Daniel? Aku perlu bicara dengannya, Lyra?" Sekali Sania menanyai tentang Daniel.
"Aku sudah bilang dia tidak ada di rumah! Apa kau tidak mengerti bahasa manusia?!" kesal Lyra.
Lyra bisa melihat dengan jelas kalau Sania mengepal tangannya di kedua sisi, tapi wanita itu masih terus menahan emosinya walaupun Lyra sudah berteriak padanya.
"Bagaimana aku bisa tahu kalau kau tidak berbohong? Selama ini kau selalu menjadi penghalang untuk hubungan kami, kau selalu saja datang di tengah dan menghancurkan semuanya," ucap Sania.
Tatapan mata Lyra semakin tajam, menatap Sania nyalang, tidak peduli dia lebih tua dan tidak peduli juga kalau tidak sopan padanya, hanya saja kalimat yang barusan Sania lontarkan berhasil menyulut emosinya.
"Apa kau bodoh? Serius kau mengatakan itu padaku ...? Kaulah yang datang di antara kami, aku sudah dulu lahir sebelum kau datang ke hidupnya, kau sudah cukup tua harusnya kau punya otak untuk berpikir kalau pria yang kau kencani itu punya anak, bukan malah menyalahkan anaknya, satu-satunya yang salah di sini adalah dirimu, kenapa kau tidak tinggalkan saja ayahku? Kenapa masih memilih bertahan, padahal kau tidaklah dianggap penting baginya, kau hanya salah satu kekasihnya! Bukan satu-satunya! Sedangkan aku adalah satu-satunya putrinya!"
Lyra menunjuk-nunjuk wanita yang lebih tua darinya itu dengan penuh ketidak penghormatan, memang dari dulu Lyra selalu memposisikan dirinya di atas Sania.
"Aku hanya menanyakan Daniel, kenapa kau jadi sangat emosi begitu?! Paling tidak sampaikan pada Daniel kalau aku menunggunya di bawah." Sania masih bisa menahan emosinya sampai sekarang.
"Sudah aku bilang berapa kali kalau dia tidak ada di sini! Apa kau tuli?!" teriak Lyra untuk kesekian kalinya.
"Lalu di mana dia sekarang?" tanya Sania dengan suara bergetar menahan emosi.
"Dia sedang pergi meninjau wilayah!" jawab Lyra dengan tatapan benci tertuju ke Sania.
"Tidak mungkin dia pergi, dia sama sekali tidak memberitahuku tentang itu!" sanggah Sania pada apa yang Lyra ucapkan.
Ekspresi Lyra berganti jadi tawa mengejek.
"Kau tahu dari mana kalau dia melakukan peninjauan?" tanya Sania lagi yang masih tidak mempercayai Lyra.
Lyra makin tergelak tawa karena Sania yang sangat bodoh di matanya terus menanyakan hal yang tidak masuk akal.
"Aku tentu tahu karena aku putrinya dan dia menghubungiku, sedangkan kau seperti yang aku bilang tadi kalau dirimu tidaklah penting baginya sampai dia tidak perlu menghubungimu!" ejek Lyra.
Sania makin tersindir ketika Lyra menjabarkan dirinya yang tidak terlalu mempengaruhi kehidupan Daniel dan menyandingkan dirinya yang tidak seperti Lyra sangat diistimewakan. Bahkan Daniel tidak menganggapnya penting sampai semua pesannya diabaikan begitu saja, berbanding terbalik dengan Lyra.
"Katakan padanya kalau aku datang, aku yakin dia akan langsung pulang menemuiku," ucap Sania.
Lyra tersenyum sambil menggeleng, memutar bola matanya malas menanggapi Sania yang selalu saja menganggap dirinya tinggi dan penting bagi ayahnya, padahal dia hanya menjadi pemuas dan kesenangan sesaat yang dibutuhkan ayahnya hanya pada waktu tertentu dan tidak setiap saat.
"Sudahlah, lebih baik kau pulang, tidak baik malam-malam ke rumah orang dan menganggu waktu istirahat, kau ke sini untuk meminta uang, kan? Aku akan mengatakan pada ayahku kalau kau datang meminta transfer uang receh," ledek Lyra.
"Kau tahu apa? Jangan asal mengatakan dan jangan mencampuri urusan orang tua, kau ini sudah besar, tapi masih belum dewasa yang terus menempel pada ayahmu, kapan kau akan mandiri?!" sindir Sania balik.
"Terserahku karena itu ayahku, tidak ada porsi untukmu mencampuri urusan kami, kau hanya orang luar dan yang aku katakan benar! Setiap kali kau datang ke sini hanya untuk meminta uang receh agar bisa terus menunjang hidupnya!" hina Lyra.
Sania menegang marah, harga dirinya benar-benar dijatuhkan dengan fakta yang dijabarkan Lyra barusan, memang benar kalau Sania ingin meminta uang, karena benar makanya dia jadi sangat terhina.
Tapi Lyra terus memasang ekspresi meledeknya yang membuat Sania makin sakit hati dengan perkataan Lyra barusan.
"Jalang kecil ini—"
"Tutup mulutmu! Yang jalang itu dirimu, tidak mau bekerja, tapi asyik menggunakan tubuhmu untuk mendapatkan uang, bukankah jalang yang seperti itu? Seperti dirimu." Lyra langsung memotong ucapan Sania yang lancang padanya.
Lyra membalikkan tubuhnya berniat meninggalkan Sania di sana sendirian agar dia tahu kalau dia tamu yang tak diundang juga tak diharapkan, tapi langkah Lyra terhenti merasa jambakan rambutnya dari belakang, sudah dipastikan Sania yang melakukan itu hingga Lyra hampir jatuh terlentang.
"Aku datang ke sini baik-baik! Tapi kau malah menghina dan merendahkan diriku hanya karena kau terlahir kaya?!" Sania terus menarik rambut Lyra dan mencoba meraih wajah Lyra untuk dia cakar.
"Apa yang salah dari terlahir kaya?! Yang salah adalah orang tuamu yang melahirkanmu dalam keadaan miskin sampai kau harus menjadi jalang ayahku!" Lyra malah menimpali ucapan Sania menantang wanita itu.
Para penjaga langsung menarik Sania mundur sebelum dia melayangkan cakaran pada wajah Lyra, para penjaga juga lebih tahu kalau harus melindungi Lyra dibanding melindungi Sania karena Daniel akan selalu berpihak pada putrinya ketimbang pada kekasihnya.
Sania meringis sakit karena sentakan dari para penjaga yang tidak berbelas kasih dan juga tidak memandang standar ganda kalau dia adalah seorang wanita, mereka lebih patuh pada tuannya dan juga anak dari tuannya.
"Seret wanita b******k itu keluar ...!" pekik Lyra menggelegar ke seluruh ruangan.
"Lihat saja, aku akan adukan pada Daniel tentang kelakuanmu padaku!" Sania yang sudah diseret penjaga masih sempat berteriak pada Lyra.
"Adukan saja, kita lihat dia akan lebih memihakmu atau aku!"