Bab 12. Hei, Botak!

1495 Kata
Lyra memandangi langit malam yang bertabur bintang menghias kegelapan dengan cahayanya, malam ini begitu cerah dan juga sunyi karena biasanya ada Daniel yang berceloteh ria mengajaknya bicara tentang hal apa pun yang ayahnya alami seharian. Setelah kejadian Sania yang mengamuk di rumahnya, Lyra sama sekali tidak memberitahu ayahnya tentang hal itu, dia malas mengadu karena sudah ada para pelayan dan penjaga yang mengadukan sikap Sania nanti, jadi dia tidak perlu repot-repot untuk melakukan itu. "Hah ... bulan itu sangat indah," gumam Lyra. Lyra menjulurkan tangannya seakan meraih bulan yang dia lihat, seketika di bulan yang dia lihat terbayang wajah Damian, Lyra jadi menarik tangannya lagi kembali ke tempat. "Aku merindukannya ...," lirih Lyra. Lyra menutup jendela segera, Dia berjalan menuju ke arah lemari mencari pakaian yang pas untuk ke club bertemu dengan Damian, rasa kerinduan Lyra seakan tidak terbendung lagi dan dia ingin segera bertemu dengan pria yang membuatnya selalu merasa nyaman juga berdetak setiap saat. Tanpa sadar ada sesuatu yang mekar di hati Lyra, kita itu menyadari, tapi dia juga menepis perasaannya dan mendefinisikan rasa yang dia rasakan hanya sebagai rasa suka juga rasa tertarik pada penampilan fisik Damian. Lyra melajukan mobilnya setelah mengatakan kalau dia tidak ingin dikawal oleh para penjaga sewaan ayahnya. Lyra mengatakan ingin menghabiskan waktu sendiri untuk meningkatkan mood-nya. "Nomor sembilan, aku datang." Senyum sumringah dan mata berbinar terlukis begitu jelas di wajah Lyra ketika dia sudah berdiri di depan club malam yang sekarang menjadi tempat favoritnya. Lyra langsung masuk ke dalam, sudah terdengar musik yang memekak telinga, juga banyak lampu yang menyilaukan mata, wewangian minuman beralkohol menyapa hidungnya. Mata Lyra menangkap sosok seorang pria yang beberapa minggu lalu pernah bertemu dengannya, segera Lyra menghampiri pria itu dengan langkah cepat dan sekarang sudah berada di belakang pria itu. "Hei, botak!" panggil Lyra agak keras, dia takut suaranya kalah dengan musik yang berada di tempat ini. Pria itu yang merasa pria itu yang merasa terpanggil karena mengingat kepalanya tidak ditumbuhi rambut menoleh ke belakang. "Ada apa, Nona?" tanyanya. Pelayan pria yang waktu itu menyodorkan jasa Damian pada Lyra sekarang sedang tersenyum mendapati Lyra di hadapannya, dengan sekali lihat dia juga tahu kalau Lyra anak orang kaya karena semua yang dipakai wanita itu bermerk. "Pria itu ... yang waktu itu bernyanyi, yang suaranya lumayan bagus, siapa nama pria itu?" tanya Lyra tanpa basa-basi. Pria itu mengernyitkan alisnya memasang ekspresi wajah bingung, tapi sedetik kemudian dia tersenyum simpul. "Yang mana, Nona? Banyak pria yang menyanyi di sini, aku tidak bisa tahu pria mana yang kau maksud," balas pelayan itu. Lyra mengerutkan dahinya juga mendengus kesal, padahal pria itu yang menyarankan Damian untuknya, tapi bagi Lyra sekarang pria itu tampak berpura-pura di hadapannya. "Yang tampan itu!" tekan Lyra sekali lagi. "Di sini banyak pria tampan, Nona." Sekali lagi pria itu menyanggah ucapan Lyra. "Yang rambutnya sangat hitam, alis tebal, hidung besar dan mancung, bibirnya agak tebal, rahang tegas ... dia juga berotot, heum ... apa lagi ya? Staminanya bagus, punyanya juga besar dan seharga 25 juta." Lyra menjabarkan Damian dari apa yang dia lihat dan dia alami setelah menghabiskan dua kali malam panas bersama Damian. Pelayan itu tersenyum. "Maksud Anda nomor sembilan?" tebak pelayan itu. Lyra lupa menyebutkan bagaimana Damian dipanggil di sini, nomor sembilan jadi nomor kesukaan wanita itu setelah Damian menyebutkan panggilannya. Lyra mengangguk mantap. "Iya!" jawabnya dengan berteriak. "Siapa nama pria itu?" tanya Lyra. "Maaf, Nona. Bahkan pria itu tidak mau ada orang yang tahu nama aslinya dan lagi tidak ada yang peduli dengan namanya, bukan? Semua wanita hanya tahu kualitas yang dia rasakan," jawab pelayan itu. Lyra jadi kesal dan meraih kerah pelayan itu dengan cengkramannya. "Beritahu aku sekarang!" perintah Lyra. "Maaf, Nona. Aku tidak bisa memberitahu untuk menjaga kenyamanan para pekerja di sini," kilah pelayan itu. "5 juta?" "Maaf—" "10 juta?" "Tapi, Nona—" "50 juta?" Pelayan pria di hadapan Lyra diam sejenak ketika Lyra menyebut nominal yang tinggi di hadapannya, pria itu berpikir dengan dia bekerja di sini pun gajinya tidak sebanyak itu, tapi sekarang kesempatan emas datang padanya. "Baiklah ...." Lyra tersenyum puas melihat pelayan itu menyerah pada uang, uang memang segalanya bagi Lyra untuk keberlangsungan hidupnya. Pria itu mendekatkan dirinya dan membisikan sesuatu ke telinga Lyra, lalu Lyra tersenyum lagi karena sudah mendapat sesuatu yang dia inginkan. "Mana nomor rekeningmu?" Lyra sudah siap dengan ponselnya untuk membayar hasil buka mulut pria di hadapannya. Dengan sigap pria itu juga langsung meraih ponselnya dan memperlihatkan nomor yang tertera di layar ponselnya. "Terima kasih, Nona." "Uang buka mulutmu bahkan lebih mahal dari harga pria itu," gerutu Lyra. "Mulutku mahal karena aku pandai berbisnis." Senyum cengengesan terbentang tanpa dosa. Lyra memutar bola matanya malas. "Sekarang di mana aku bisa bertemu dengannya?" tanya Lyra. "Kau bisa lurus dari sini, kemudian belok kiri. Dia sedang bernyanyi di situ," jelas pelayan itu mengarahkan Lyra. Lyra langsung melangkahkan kakinya sesuai arahan pria botak tadi, benar saja, di sana dia sudah menemukan Damian yang bernyanyi di panggung, suaranya mengalun lembut dengan sopan masuk ke telinga Lyra. Langkah kakinya terus menuju ke arah Damian, dan tanpa tahu malu Lyra juga ikut naik ke atas panggung, menarik tangan Damian turun mengikutinya tanpa menghiraukan orang-orang yang sedang menonton. "Apa-apaan ini?" Damian agak kaget ada seorang wanita yang menariknya turun dari panggung. Dia belum melihat tahu wajah yang menariknya dan hanya menurut saja, karena tarikannya cukup kuat, Damian takut menyentaknya karena akan menyakiti wanita yang menariknya dari panggung. "Nona ...?" Barulah Damian bisa melihat wajah Lyra ketika wanita itu berbalik menampakkan wajah mungilnya memasang wajah tanpa rasa bersalah. "Aku ingin membelimu." Sekali lagi Lyra memasang wajah tidak bersalahnya. Wajah mungil dan polos ini akan membuat siapa pun tidak menyangka kalau wanita ini ketagihan membeli jasa pria bayaran. "Tidak sekarang, aku sedang menyanyi, ini juga pekerjaanku, Nona." Damian memberi penjelasan pada Lyra. Tapi sepertinya wanita itu tidak peduli dengan penjelasan yang Damian jabarkan, Lyra terus memasang ekspresi tidak berdosanya dan masih memegangi tangan Damian takut pria itu naik ke atas panggung lagi. "Tapi aku maunya sekarang," balas Lyra seperti sedang merajuk pada kekasihnya. "Tidak bisa, aku juga dibayar untuk menyanyi, nanti aku akan menyusulmu ke kamar hotel, kau tinggal titipkan nomor kamarnya pada pelayan di sini." Sekali lagi Damian memberikan Mira pengertian. "Tidak! Aku bilang sekarang ya sekarang!" teriak Lyra. Damian jadi panik ketika Lyra berteriak, dia takut nanti orang-orang yang melihatnya akan salah paham terhadap mereka. "Tidak bisa begitu, Nona. Aku tahu kau punya uang, tapi kau tidak bisa bertindak semuanya begini, bersabarlah aku akan—" "Aku akan mengganti rugi tentang kau yang menghentikan nyanyianmu sekarang," ucap Lyra bersikeras. "Tapi Nona—" "Aku bayar dua kali lipat untukmu nanti," sanggah Lyra sebelum Damian benar-benar menyelesaikan kalimatnya. Damian diam, dia sedang menimbang-nimbang tentang uang yang ditawarkan Lyra, sehari mendapat dua kali keuntungan itu sangat mustahil terjadi dalam hidupnya, bahkan sering kali Damian apes karena tidak ada yang memesannya sama sekali. "Kenapa diam? Kau tidak suka uang? Ayolah aku sudah menawarkan penawaran terbaik dan kau hanya perlu mengikutinya saja." Senyum licik tergambar di wajah polosnya. Lyra terus menarik Damian sampai ke kamar hotel, sangat mudah menundukkan Damian hanya dengan uangnya, sedangkan Damian merasa untung, toh selama dia bersama Lyra, wanita itu hanya memintanya melakukan sesuatu yang mudah dan dia sanggupi. Lyra mendorong pelan d**a Damian hingga pria itu terduduk di kasur empuk dengan matanya yang tidak bisa lepas dari Lyra. Lyra mengelus wajah tampan pria satu malamnya dan mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuhan. "Aku sangat merindukanmu, Damian," bisik Lyra. Damian langsung mengerjap bangun, Lyra hampir saja terjatuh jika dia tidak reflek memeluk Damian sebagai pegangannya. "Dari mana kau tahu namaku?" tanya Damian dengan hati yang mencelos ke bawah. "Astaga, kau hampir membuatku jatuh, Dam!" gerutu Lyra. Damian memegang kedua bahu Lyra dan menatap lekat sepasang manik dengan semburat warna hazel milik Lyra. "Katakan kau tahu dari mana?" tuntut Damian. Lyra tersenyum manis mengendalikan situasi. "Ternyata benar ya? Padahal aku hanya menebak saja karena waktu aku membayarmu, tertulis inisial di nomor rekeningmu, huruf depan dan belakang. Aku tidak tahu kalau tebakanku ternyata benar-benar membongkar namamu," bohong Lyra. Damian menutup mulutnya tidak percaya kalau dia sendiri yang mengiyakan tebakan Lyra, padahal jika dia mengelak harusnya Lyra tidak tahu namanya. "Sudahlah, tidak perlu kaget begitu, lagi pula namamu bagus, kenapa disembunyikan begitu! Sekarang aku jadi bisa mendesah dengan menyebut namamu," ucap Lyra. Damian yang merasa semuanya sudah terlanjur memutuskan untuk tetap melayani Lyra karena dia pikir jika Lyra tahu pun tidak akan bisa mengubah hidupnya. "Jadi itu tujuanmu? Mendesah dengan namaku? Kau benar-benar licik, Nona." Damian menarik Lyra dalam pelukannya, memagut bibir ranum milik Lyra yang kenyal dan manis seperti jelly strawberry. Damian menjatuhkan Lyra ke kasur tadi, dengan inisiatif Lyra membuka pakaiannya sendiri sampai semua sisi tubuhnya tidak terbungkus apa pun, sebenarnya Damian agak kaget dengan sikap Lyra yang berinsiatif begitu, tapi dirinya juga suka sisi Lyra yang ini. Lyra tidur terlentang dengan kedua kaki yang mengangkang, memperlihatkan bagian relung terdalam surgawinya yang telah berkedut menantang ingin segera dijamak Damian. "Ayo, Dam ... puaskan aku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN