Bab 13. Semuanya Milikku

1353 Kata
Damian tidur terlentang dengan Lyra yang terkapar tidak berdaya di atasnya, memeluk serta merasakan kulitnya yang bersentuhan hangat dengan Damian. Damian juga merasakan hal yang sama, kulit Lyra yang mulus bersatu dengan tubuhnya di bagian depan yang telanjang bulat. Terasa hangat, halus dan geli, setiap kali Lyra bergerak sedikit di atasnya. Rasanya bagi Damian masih kurang, tapi melihat Lyra yang sudah kelelahan dengan hanya memeluk menindih di atasnya, Damian jadi tidak tega memacu wanita itu lagi. "Mau lagi, Nona?" tanya Damian menawarkan. Lyra menggeleng lemah, dia terus memeluk membenamkan wajahnya di d*da bidang Damian yang begitu nyaman sampai Lyra merasa kalau Damian adalah miliknya. Tangan Damian menyelinap nakal ke dalam selimut, meraba bagian punggung Lyra menuju ke bawah dan meremas dia bongkahan kenyal dengan agak keras. "Eungh ... Dam, hentikan," pinta Lyra. Damian terkekeh melihat wanita itu dengan halus menolaknya, Lyra mendongakan kepalanya menatap wajah Damian yang sangat rupawan memanjakan matanya, ketampanan Damian bukan hanya opini segelintir orang, tapi mutlak. "Alisnya, matanya, hidungnya, bibirnya, juga tubuhnya, semuanya milikku," batin Lyra. Damian tersenyum melihat Lyra yang terus menatapnya menelisik dan memindai seluruh ukiran di wajah Damian membuat pria itu jadi meremang. "Kau tampan sekali, Dam," puji Lyra. Damian terkekeh lagi. "aku tahu, makanya kau tertarik padaku karena aku tampan, kan?" tebak Damian. Lyra bangun dari tidurnya, sekarang dia duduk menunggangi Damian di atas tubuhnya, Damian sama sekali tidak merasakan berat karena tubuh Lyra tidak sebanding dengannya. Tubuh mungil yang sangat ramping di bagian pinggang, tapi besar di bagian panggulnya membuat lekukan tubuhnya sangat sempurna, ditambah kulit mulus putihnya menambah kesan sensual, apalagi dalam keadaan telanjang tanpa sehelai benang pun dengan dua bola yang menempel bergelayut manja membuat Damian ingin sekali mencicipinya lagi. "Sepertinya tebakanmu benar," balas Lyra. Lyra sudah tidak malu bertelanjang di depan Damian, walau Damian terus saja memandangi ke dua bolanya bukan menatap matanya ketika diajak bicara. "Kau juga cantik, sangat cantik dan juga sexy, aku sampai tidak habis pikir kenapa kau malah berakhir denganku seperti ini, Nona. Pasti banyak pria yang mengejar-ngejarmu," ujar Damian. Ingin sekali rasanya dia menyentuh kedua bola itu lagi, tangannya sudah terasa sangat gatal, ditambah p****g yang memerah habis dia hisap, belum pernah ada yang membakar gelora Damian sampai seperti ini, mungkin karena dia selalu bercinta dengan wanita tua. "Ini semua karena mantan tunanganku yang mengatakan aku kuno karena tidak pernah melakukan itu, jadi aku emosi dan berakhir denganmu, tapi ujungnya aku ketagihan," ungkap Lyra. Damian tersenyum lagi melihat Lyra yang mengungkapkan dengan begitu jujur tanpa tahu malu, hubungan mereka jadi tidak memiliki batas. "Tunanganmu pasti akan menyesal telah melepas wanita sepertimu, Nona." Damian menarik tubuh Lyra hingga wanita itu mendekat dan sudah di depan mata Damian memagut bibir Lyra dengan remasan di bagian bawah. Damian terus memajukan bibirnya menuntut ciuman lebih dalam lagi, hingga posisi mereka sekarang terbalik dengan Lyra "Kau monster, Dam ...," desah Lyra. Ciuman Damian turun ke perpotongan leher Lyra membuat wanita itu semakin menggelinjang geli, bibir Damian turun menuju bongkahan kenyal yang sudah menegang. "Sudah, Dam ... aku sangat lelah," tolak Lyra. Lyra menutup bibir Damian yang bergerak nakal menyapu permukaan kulitnya, permukaan tangan Lyra begitu halus terasa di bibir Damian. "Tadi kau sangat keras kepala menarikku dari panggung, sekarang kau menyerah dengan sendirinya? Padahal aku ingin melihat sisi keras kepalamu pada hal ini juga," goda Damian. "Hentikan atau aku cabut punyamu," ancam Lyra. Damian sama sekali tidak merasa takut, justru ancaman Lyra sangat menggemaskan di matanya. "Baiklah, baiklah ... aku akan berhenti." Damian mengecup singkat pipi Lyra, mengulum sebentar jelly strawberry milik Lyra dan akhirnya menjatuhkan diri di samping Lyra. Damian menatap lekat wajah Lyra yang memejamkan matanya, wanita muda yang cantik, sexy, kaya, juga boros, itulah penilaian Damian untuk Lyra. "Dam ...," panggil Lyra yang membuka matanya. Damian mengerjap memasang wajah penuh tanda tanya. "Sudah berapa wanita yang kau layani hari ini?" tanya Lyra tiba-tiba. Bukan jawaban yang Lyra dapat melainkan sentilan kuat yang menghantam keningnya dari Damian, Lyra meringis kesakitan dan mengusap dahinya yang telah disentil Damian. "Tidak sopan menanyakan itu!" protes Damian. "Aku hanya bertanya dan kau hanya perlu menjawabnya saja, tidak perlu menyentilku begitu!" protes Lyra balik. Wanita itu memasang wajah merengutnya ke arah Damian yang juga sama merengut. "Jangan menanyakan hal seperti itu, kau sudah mengetahui rumahku juga namaku, kenapa masih menanyakan hal yang tidak penting, sih?" keluh Damian. "Ya sudah tidak perlu marah begitu, dasar emosian!" hina Lyra. Lyra memutar p****g Damian agar pria itu tahu kalau dia juga kesal dengan respon yang diberikan. Damian meringis merasa ngilu, kemudian meremas dengan kuat punya Lyra sebagai balasannya. "Dam ...!" "Kau duluan!" *** Selly menangis tergugu mendapati sikap Samuel yang berubah sangat bertolak belakang dengan dulu, yang tadinya akan sangat lembut dalam perlakuan juga merendahkan nada bicaranya, sekarang kini tidak. Sudah beberapa kali dia kena hantam Samuel dan sering kali kena bentakan pria itu, hatinya sangat sakit tercabik, dulu dia sangat memimpikan jadi lyra yang bisa memiliki Samuel seutuhnya, namun setelah dia dapat Samuel tidaklah sama seperti yang dulu. Selly melirik ke arah Samuel yang dari tadi memasang ekspresi datar di sampingnya yang sedang mengemudi menatap luruh ke depan seakan tidak ada beban. "Sam, tidak bisakah kita—" "Tidak!" Potong Samuel pada ucapan Selly. Hati Selly langsung berdenyut nyeri setelah Samuel menyanggah dengan cepat sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. "Kita sudah memutuskan ini, aku harap kau bisa menerimanya dengan lapang d**a, bukannya aku tidak mau, tapi ini bukan saat yang tepat untuk tetap mempertahankannya," ujar Samuel membuka pembicaraan. Selly berdebar membayangkan hari esoknya akan seperti apa, dia tidak tahu dan tidak bisa membayangkan betapa akan menyakitkannya hari esok. "Bukankah kita harus mempertahankannya, Sam? Siapa tahu ke depannya kita tidak akan diberi kesempatan untuk ini." Selly mencoba membujuk Samuel dengan segala rasa sakitnya. Samuel malah berdecih sebal, membuat Selly makin merasa lukanya lebih dalam dari yang sebelumnya, Samuel terlihat acuh, tidak peduli juga masa bodo terhadap dirinya sekarang. "Selly, maafkan aku. Kau tahu aku mencintaimu sampai harus melakukan ini? Aku melakukan ini karena memikirkan ke depannya akan jadi seperti apa kita, aku tidak ingin kau kesusahan, semua yang aku lakukan karena memikirkan hubungan kita ke depan, karena aku sudah memperhitungkannya dan inilah keputusan yang terbaik untuk kita semua, terima saja dengan lapang d**a," ucap Samuel. "Tapi, Sam ... aku takut di masa depan kita tidak diberi kesempatan untuk ini dan aku juga takut kalau kita tidak bersama-sama lagi karena tidak ada manusia yang tidak berubah," sanggah Selly. Samuel agak menggeram kesal, dia meremas kemudian mobilnya menyalurkan semua kekesalannya di sana. "Masih banyak kesempatan untuk itu, Selly. Aku harap kau mengerti kalau aku belum mencapai versi terbaik diriku, kau tahu dan melihat sendiri apa yang terjadi padaku, kan? Setiap aku mengambil keputusan, itu berarti aku sudah memikirkannya dan kau harus menurut tanpa membantah jika tidak mau aku pergi seperti apa yang kau takutkan," ujar Samuel dengan ancaman halus terselubung di sana. Selly menatap Samuel dengan tidak percaya, tatapan kecewanya terbesit jelas dengan sedih di wajahnya, setelah hubungannya dengan Lyra justru kehidupannya seakan diputar terbalik dari sebelumnya. "Apa maksudmu mengatakan itu, apa kau sedang mengancamku, Sam ...?" lirih Selly. Matanya berkaca-kaca, tidak lama dari itu cairan bening meluncur begitu saja terjun bebas melintasi pipi Selly, dengan bibir gemetar Selly menahan tangisannya agar tidak terjadi isak tangis yang terlalu terdengar. Selly menggigit bibirnya kuat-kuat menahan tangisannya karena dia tahu Samuel akan marah jika dia meraung-raung dalam menangis. "Selly, hentikan! Kita sudah membahas ini berkali-kali! Dan kau membuat pembahasan kita jadi terus berputar di situ, apa kau tidak lelah?! Aku sangat lelah, Sell ... aku ingin hidup lebih ringan sedikit saja, aku juga begini karena memikirkanmu! Aku sudah mencoba mengerti, tapi kau yang tidak mengerti!" teriak Samuel begitu lantang. Selly menunduk dengan menahan tangisan, dia saling meremas jarinya merasa cemas dengan kemarahan Samuel saat ini, dia hanya ingin membujuk kekasihnya baik-baik, tapi yang dia dapat justru malah bentakan. "Tapi, Sam, aku tidak sanggup melakukannya, aku tidak mampu. Kita harus tetap mempertahankannya entah bagaimana hubungan kita ke depannya atau apa pun yang terjadi nantinya kita harus mempertahankannya, Sam ...," lirih Selly. Samuel membanting setir mobilnya ke kiri dan menepi dengan kasar sampai Selly terperanjat kaget. "Aku sudah bilang padamu, gugurkan kandungan itu ...!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN