Dua Minggu kemudian, Jessica dan Brendan sudah disibukkan dengan usaha baru mereka yang telah launching satu Minggu yang lalu. Keduanya selalu datang ke restaurant untuk ikut melayani pelanggan yang datang karena restaurant yang diberi nama You and Me dan melahirkan menu-menu dessert yang mewah selalu dipenuhi pengunjung.
Melihat restaurant yang ramai pengunjung membuat senyuman penuh kepuasan terukir cantik di wajah Jessica dan Brendan, karena keduanya merasa usaha mereka selama satu bulan ini terbayarkan dengan hasil yang memuaskan.
“Sayang, sudah satu Minggu kita selalu stay di restaurant. Pasti kamu lelah kan karena untuk mempersiapkan semua ini sudah banyak menguras pikiran dan energi kamu. Bagaimana kalau kita pergi liburan?” tanya Brendan pada istrinya yang sangat menikmati hari-hari yang wanita itu habiskan di tempat usaha baru mereka.
Jessica tersenyum bahagia mendengar ajakan dari sosok suami yang tidak pernah lelah untuk memperhatikannya dan menghilangkan rasa lelah yang kadang datang menghampiri.
“Aku sih jujur nggak lelah sama sekali karena aku melaluinya bersama kamu. Memangnya kamu ada rencana mau ajak aku liburan ke mana?” Jessica malah balik bertanya sembari menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.
Brendan mengusap pucuk kepala istrinya penuh kelembutan, lalu mengecupnya dalam-dalam. Ada rasa bahagia yang membuncah mendengar jawaban Jessica, membuat pria itu merasa berarti untuk seseorang.
“Jangan tanya aku, kita mau liburan ke mana, karena semuanya terserah kamu, Jessy,” jawab Brendan sambil meraih dagu wanita itu hingga membuat kepala Jessica bangkit dari tempatnya bersandar dan membuat pandangan suami istri itu saling bertemu.
“Jangan tatap aku seperti itu, Brendy! Kamu membuatku lapar saat hari belum malam,” goda Jessica karena jantungnya selalu berdebar setiap kali ditatap intens oleh pria pertama dan akan menjadi yang terakhir, yang pernah singgah dan berlabuh di hatinya.
Brendy sangat senang melihat wajah istrinya yang selalu berubah merah merona setiap pandangan keduanya saling beradu. Baginya bisa membuat Jessica kelaparan seperti ini malah menjadi candu untuknya, karena Jessica selalu terasa menggemaskan jika wanita itu duluan yang meminta dan memulai.
“Kalau kamu lapar, makanlah Jessy. Tidak perlu menunggu hari malam dan langit berubah hitam karena tidak ada larangan untuk pasangan seperti kita, terlebih kita berada di tempat yang tertutup kan,” bisik Brendan dengan tatapan meminta sesuatu karena saat ini keduanya tengah berada di ruang kerja pribadi, tepatnya di restaurant tersebut.
Jessica menggelengkan kepala untuk menolak hasutan dari Brendan. “Ternyata kamu sengaja memancingku, Brendy!” ucapnya bernada kesal, lalu menggigit bibirnya penuh rasa gemas.
Brendan pun dengan cepat meraih pinggang Jessica lalu mengangkat tubuh wanita itu hingga berpindah duduk di atas pahanya saat ini. “Aku senang jika kamu yang memulai duluan, Jessy. Ayo lakukanlah sekarang. Tidak perlu ragu, karena aku pun merasa lapar gara-gara kamu satu Minggu ini terlalu sibuk mengurus pelanggan yang datang ke sini, ditambah ada tamu yang datang,” bisik Brendan yang hasratnya telah merayap naik karena melihat Jessica menggigit bibirnya yang merah itu sendiri, ia tidak sabar untuk membantunya.
“Hmm, seperti itu ya. Baiklah kalau kamu menginginkannya. Tapi apakah kamu bisa memastikan bahwa di tempat ini aman?” tanya Jessica yang juga sudah tidak sabar untuk menyalurkan hasratnya.
Brendan mengangguk dengan penuh keyakinan, lalu pria itu langsung membuka jas Jessica yang berwarna pink, dan melemparkannya ke atas meja kerja karena saat ini posisi mereka berada di atas sofa yang tidak terlalu luas, yang berada di seberang meja kerja Brendan. Kemudian Brendan dengan cepat membuka satu persatu kancing kemeja Jessica hingga membuat benda yang berbentuk kacamata itu terpampang jelas di depan matanya.
Sebelum Brendan melahap bagian tubuhnya yang sintal, Jessica segera menangkup rahang wajah suaminya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis dan melumat bibir Brendan untuk memulai pemanasan seperti biasanya.
Saat keduanya sudah mulai merasa panas dengan aktivitas olahraga mulut saat ini di tengah-tengah ruangan yang bersuhu 16 derajat celcius, tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu dari dari arah luar. Namun, karena begitu asik dengan apa yang mereka lakukan saat ini, suara ketukan yang terdengar keras itu sama sekali tidak terdengar di telinga Jessica dan Brendan.
Sementara salah satu pelayan yang bekerja di You and Me Restaurant itu mulai membuka pintu karena biasanya baik Jessica atau Brendan menerapkan peraturan untuk mengizinkan siapa saja masuk jika memiliki kepentingan setelah mengetuk pintu dan memastikan pintu tidak dalam keadaan terkunci.
Ketika pintu ruangan tersebut setengah terbuka, kedua insan yang tengah dimabuk cinta itu pun segera menoleh ke arah pintu dengan wajah syok. Saat Jessica refleks bangkit dari posisinya, Brendan segera menarik kedua ujung kemeja Jessica untuk menutupi bagian tubuh istrinya yang terekspos, akan tetapi terlambat karena pelayan itu sudah terlanjur melihat adegan ciuman antara kedua bosnya di siang hari. Beruntungnya pelayan itu seorang wanita, membuat Brendan tidak diburu marah.
“Sena, kenapa kamu masuk tidak ketuk pintu dulu?” tanya Brendan dengan nada yang terdengar ketus karena merasa tidak suka kena tanggung saat keduanya masih berciuman dan belum selesai dengan urusan mereka.
“Ma-maaf, Tuan… Sa-saya sudah mengetuk pintu, ta-tapi tidak ada yang menjawab ja-jadi saya buka saja pintunya,” jawab pelayan itu yang bernama Sena dengan gugup.
“Tapi kan bisa kamu terus mengetuk pintu ruangan saya sampai saya mengizinkan kamu untuk membuka pintunya dan masuk!” Brendan masih terus berusaha menyalahkan Sena untuk menutupi rasa malu yang sudah menyelimuti wajahnya.
“Maaf, Tuan.. Tapi biasanya Tuan dan Nona mempersilahkan siapa saja yang memiliki kepentingan untuk membuka pintu asalkan orang itu sudah mengetuk pintu dan pintu tidak sedang terkunci. Jadi tadi saya langsung buka pintunya, dan saya benar-benar tidak tahu kalau Tuan dan Nona sedang…” Sena tak mampu meneruskan kata-katanya, ia pun langsung menunduk ketika Brendan menatapnya dengan mata elangnya yang membulat sempurna.
“Tidak perlu melanjutkan kata-katamu, Sena. Maaf ya, ini semua bukan salah kamu kok, karena ini semua salah kita yang tidak sadar waktu dan tempat. Sekarang kamu boleh katakan apa kepentinganmu!” ucap Jessica yang segera menengahi dan membuat Sena kembali berani mengangkat kepalanya yang semula sudah menunduk penuh rasa takut. Takut karena sudah berani mengganggu kesenangan bosnya, lalu dipecat secara tidak hormat.
“Begini Nona, di luar ada teman-temannya Tuan Brendan yang datang untuk menikmati lunch bersama di You and Me Restaurant. Sebelum memesan menu yang ada di sini, mereka minta dipanggilakn Tuan Brendan karena minta ditemani makan. Jadi maka dari itu saya datang ke sini untuk menyampaikan kabar penting tersebut,” jawab Sena dengan raut wajah yang masih diselimuti rasa bersalah.
“Baiklah, kamu melakukan hal yang benar karena teman-teman Tuanmu itu sangat penting untuk dilayani langsung oleh Brendan. Terima kasih untuk informasinya, dan silakan kamu kembali kerja ya,” titah Jessica yang begitu ramah pada semua orang yang bekerja untuknya.
“Terima kasih, Nona Jessica. Saya permisi dulu kalau begitu, mari Tuan dan Nona.” Setelah berpamitan pun, Sena kembali menutup pintu dan beranjak pergi dari depan ruang kerja bosnya.
Setelah pintu tertutup, Jessica segera memakaikan kembali kancing kemejanya dan beranjak bangkit dari atas pangkuan Brendan untuk mengenakan lagi jas yang telah suaminya lepaskan dari tubuhnya. Hal itu tentu saja membuat Brendan jengkel dan mendengus kesal. Diganggu saat hasrat keduanya belum terlampiaskan, membuat kepalanya sakit karena tanggung. Pria itu pun malah mengacak rambutnya dengan kasar.
“Jessy, kenapa kamu malah membela Sena tadi? Jelas-jelas dia yang salah kok karena mengganggu aktivitas kita!” protes Brendan yang segera bangkit dari sofa dengan raut kesal yang tak terelakkan.
“Kamu salah, Brendy! Jelas-jelas yang salah itu kamu. Sudah tahu kita sama-sama lapar, tapi kamu bilang aman kita makan di sini walau langit belum gelap, tapi buktinya kamu tidak mengunci pintu!” Tidak hanya Brendan yang kesal, Jessica pun merasakan hal yang sama dan menyalahkan semua ini terjadi akan kecerobohan suaminya.
“Lho, kok sekarang kamu malah menyalahkan aku sih sayang? Ini kan salah kamu yang berani-beraninya memancing aku saat hari masih siang bolong begini!” tuduh balik Brendan yang menyalakan lampu hijau untuk keduanya mulai berdebat karena sama-sama tidak mencapai klimaks.
“Oh, jadi sekarang kamu salahin aku? Berani banget ya kamu melempar kesalahan sama istrimu sendiri? Jelas-jelas semua ini salah kamu yang nggak sabaran. Harusnya kamu bisa antisipasi dong kalau kejadian ini bisa terjadi kapan saja kalau kamu melakukannya di tempat kerja seperti ini. Makanya lain kali jadi suami itu harus sabar, jangan asal mancing-mancing istrinya untuk melakukan hal di tempat yang tidak tepat!”
“Hei, aku tidak memancing kamu ya, Jess. Tadi aku hanya meraih dagumu untuk menatap ke arahku, kamunya saja yang memang ingin melakukan itu kan karena sudah satu Minggu menahannya gara-gara tamu bulanan kamu kan!”
“Sekarang kamu salahin tamu bulanan aku?! Ih, kamu itu benar-benar menyebalkan ya, Brendy! Hanya gara-gara kamu nggak jadi menikmati tubuhku siang ini, kamu menyalahkan takdir seorang wanita?” Rasa kesal dalam diri Jessica semakin meletup-letup mendengar ocehan suaminya yang tidak mau disalahkan.
“Aku nggak menyalahkan, aku hanya mengatakan kamu merindukanku karena sudah satu Minggu puasa gara-gara tamu bulanan kamu itu!”
“Itu sama saja kamu menyalahkan kodrat seorang wanita yang pasti akan kedatangan tamu bulanan! Whatever! Pokoknya malam ini sampai satu bulan ke depan aku tidak akan mau memberimu makan!” ancam Jessica yang tidak berpikir panjang sebelum memutuskan karena terlalu kesal dengan Brendan yang egois.
“Silakan saja kalau kamu mau aku cari makan di luar!” ancam balik Brendan sembari bersedekap.
"Kamu berani mengancamku dengan hal rendahan seperti itu?" tanya Jessica dengan kedua tangan yang sudah berkacak pinggang dan mata yang membola.
"Makanya jangan mengancamku dengan kalimat tidak mau memberiku makan sampai satu bulan lamanya karena masalah ini. Tarik kata-katamu, Jessy! Jangan karena semua ini salah Sena, aku jadi kena getahnya!" ketus Brendan yang tidak suka diberi ancaman seperti itu.
"Ok, aku tarik lagi kata-kataku! Puas kamu? Dasar suami egois yang suka menyalahkan orang lain!"
"Memangnya kamu tidak begitu?" Brendan balik bertanya dengan menantang istrinya yang wajahnya sudah memerah menahan amarah.
"Ish, kalau kamu bukan suamiku, rasanya pengen banget aku hajar wajah kamu yang nyebelin itu!" gemas Jessica yang sudah mengepalkan tangannya erat-erat dan mengarahkannya di depan wajah Brendan.
Jessica yang tidak ingin membuang-buang waktunya hanya untuk berdebat dengan Brendan, ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan ruang kerjanya, berniat untuk menemui rekan-rekan Brendan yang Sena katakan sedang menunggu sang suami di sana, untuk memancing pria itu agar ikut keluar dan menyudahi perdebatan di antara mereka.
"Hei, mau ke mana kamu? Urusan kita belum selesai, Jessy?" teriak Brendan tetapi tidak dengan suara tinggi.
Melihat kepergian istrinya dari hadapannya, tentu saja hal itu semakin membuat Brendan gemas bukan kepalang dan ingin sekali rasanya ia untuk melahap Jessica detik ini juga.
"Dasar kamu ya, Jessy! Selalu memilih menyalahkan suamimu sendiri demi membela orang lain! Awas kamu ya, aku akan memberimu pelajaran setelah ini. Seandainya saja teman-temanku tidak datang, aku akan menahanmu di ruangan ini sampai kamu memohon ampunan!" gerutu Brendan di kedalaman hatinya dengan rencana yang tidak sengaja tiba-tiba muncul dalam benaknya untuk mengeksekusi Jessica malam nanti.