Menahan Lapar

1151 Kata
Jessica menyapa lebih dulu teman-teman dari suaminya yang satu profesi dan merupakan pasukan SWAT dulu. Walau Brendan telah mengundurkan diri, tetapi pria itu masih berhubungan baik dengan teman-temannya. Hingga sengaja mengundang rekan-rekannya untuk menikmati hidangan di restaurantnya. “Hi guys, maaf ya sudah membuat kalian menunggu lama,” sapa Jessica dengan mengembangkan seulas senyuman ramahnya. “Hi, Jessica. Tidak masalah, aku tahu kamu dan Brendan pasti sibuk mengurus restaurant kalian yang ramai ini. Anyway, di mana Brendan?” jawab Charlie seraya menjabat tangan Jessica dan bangkit dari posisi duduknya, lalu disusul oleh teman-temannya yang lain yang ikut berjabatan tangan dengan Jessica. “Mungkin sebentar lagi dia akan datang,” jawab Jessica dengan ekspresi kesal yang masih jelas terlihat. “Oh, baiklah. Duduklah, Jess, gabung dengan kita untuk lunch sama-sama.” Salman, salah satu rekan Brendan pun mengajak Jessica untuk bergabung. “Ah, terima kasih. Tapi sepertinya biar Brendan saja yang bergabung bersama kalian, dan aku yang akan menghidangkan makan untuk kalian. Tuh, orangnya sudah datang!” tolak Jessica secara halus dengan tatapan sinis saat melihat Brendan melangkah menghampirinya. “Hi, guys. Akhirnya kalian punya waktu juga untuk mampir ke restaurantku. Ayo, kalian mau pesan apa? Pesan sebanyak yang kalian mau!” tawar Brendan dengan begitu santainya sembari bersalaman dengan teman-temannya satu persatu. “Maaf ya, bro. Tahu sendirilah kerjaan lagi numpuk banget, lagi banyak tugas dari atasan. Ini mumpung lagi senggang, makanya kita sengaja mampir. Oh ya, congrats loh untuk You and Me Restaurant kamu dan Jessica. Nggak nyangka, akhirnya Tuan Polisi dan Nyonya Dokter pindah profesi, buka usaha kulineran bersama. Memang deh, kalian itu jodoh banget,” ucap Charlie yang baru memberikan selamat pada sahabatnya secara langsung, karena sebelumnya hanya melalui sambungan telepon. “Thanks, brother. Ya, sepertinya keputusanku untuk mundur dan buka usaha sudah tepat, biar punya banyak waktu untuk Jessica yang manja. Daripada terus menerus buat dia sedih karena aku sibuk kerja kan. Jadi selagi ada waktu hari ini, kenapa harus menunggu besok, walau mundur dari anggota SWAT adalah sesuatu hal yang berat karena aku begitu mencintai profesiku selama enam tahun lebih,” jawab Brendan sambil melirik sesekali ke arah Jessica yang masih betah berdiri di posisinya saat ini. "Jadi lebih cinta pekerjaan daripada istri sendiri, sampai berat melepaskan sesuatu dan terpaksa melakukannya?" sindir Jessica dengan tatapan mengintimidasi. "Lho, aku nggak ngomong sama kamu. Aku bicara pada mereka, kenapa malah kamu yang menjawab? Katanya mau pergi ke dapur, kenapa masih ada di sini?" jawab Brendan yang terlihat menyebalkan di mata Jessica saat ini. Hanya karena kena tanggung dan gagal mendapatkan apa yang ia harapkan siang ini, Brendan berubah menjadi sosok yang mampu membangkitkan kekesalan Jessica yang sudah lama tak merasakan hal itu. Terlebih saat mendengar perkataan Brendan yang mengatakan sedang tidak bicara dengannya, sekaligus mengusir Jessica agar pergi ke dapur, membuat wanita itu mengepalkan tangan erat-erat, hingga timbul suara gemeltuk dari gesekkan gigi yang menggertak. "Ih, dasar manusia yang paling nyebelin!" gerutu Jessica yang kemudian berlalu pergi meninggalkan posisinya semula menuju dapur. Sementara itu Brendan terkekeh pelan melihat istrinya yang berhasil dibuat kesal untuk membalas sikap Jessica yang sudah berani menyalahkannya demi membela Sena. "Ayo, guys. Silahkan duduk!" ucap Brendan membuyarkan tatapan penuh tanda tanya yang diarahkan teman-temannya atas sikap Jessica. "Kalian lagi ada masalah ya?" "Kau dan Jessica tidak bertengkar karena kedatangan kita kan, Brendan?" "Iya nih, jadi nggak enak banget kalau kalian ribut karena kita." "Tapi tumben banget lihat kalian musuhan kayak gitu, apakah ini efek karena setiap detik bersama? Nggak kayak waktu masih sama-sama sibuk, bawaannya rindu terus dan pengen cepat-cepat pulang biar bisa ketemu." Begitulah beberapa pertanyaan yang terlontar dari mulut teman-teman Brendan yang begitu penasaran, karena melihat Jessica dan Brendan bersikap seperti tadi merupakan sesuatu hal yang aneh, terlebih di hadapan mereka. "Biasalah, ada perdebatan kecil karena Jessica menyalahkanku demi membela salah satu pelayan yang ada di sini," jawab Brendan dan tersenyum santai sembari menyandarkan tubuhnya di punggung sofa yang ia duduki saat ini. "Pelayan pria?" tanya Jason dengan kedua alis yang saling bertaut. "Untungnya bukan pelayan pria, jadi aku tidak cemburu, hanya kesal saja!" jawab Brendan membuat Jason dan yang lainnya merasa lega. "Terus kenapa bro, kau dan Jessica bisa berdebat? Memangnya ada masalah apaan sih?" tanya Charlie sembari menepuk pundak Brendan yang duduk di sebelahnya. "Kentang, gara-gara pelayan yang namanya Sena masuk ke ruang kerjaku. Eh, bukannya baik-baikin aku, Jessy malah menyalahkanku dan marah-marah, dia juga bilang kalau semua kejadian itu bukan salah Sena, tapi salah aku. Ya sudah, sekalian aja aku balas balik untuk bikin dia kesal." Brendan menceritakan sedikit kronologi permasalahannya dengan Jessica yang malah membuat teman-temannya tertawa sampai terpingkal-pingkal karena melihat wajah Brendan yang kesal hanya karena masalah sepele. "Ini masih siang? Masih di restaurant juga. Memangnya nggak tahan nunggu malam dan pulang ke rumah?" ledek Charlie. "Tahu ih, Brendan. Kau jadi kehilangan batas kesabaran, itu pasti gara-gara kau resign dari kerjaan," sahut Jason yang tertawa lepas sembari mengelus perutnya. "Nggak usah ketawa! Jadi nyesel aku cerita sama kalian!" sewot Brendan yang tiba-tiba saja bangkit dari posisi duduknya. "Aku akan panggilkan pelayan, kalian bisa langsung pesan ya. Aku pamit ke toilet dulu!" pamit Brendan yang tiba-tiba saja berniat untuk menemui Jessica yang malah membuatnya rindu karena tengah bermusuhan sampai detik ini. "Damn! Sengaja banget menghindar di saat kita belum selesai tertawa!" celetuk Charlie yang merasa kehilangan rasa asiknya karena Brendan memutuskan untuk pergi di saat mereka tengah menertawakan ekspresi Brendan yang benar-benar kesal karena gagal menuntaskan hasratnya. "Ok, jangan lama-lama ya hanya untuk menghindari pertanyaan dariku!" titah Jason yang seketika menghentikan tawanya. Brendan pun hanya menanggapi dengan berdeham, lalu ia langsung menuju dapur, bukan toilet seperti yang dikatakan pada teman-temannya. Lalu pria itu masuk ke dalam dapur dan melihat Jessica tengah melakukan plating sebuah dessert dengan dipandu oleh Reynold. Dan kehadirannya disadari oleh Jessica begitu cepat, membuat Brendan kehilangan momen untuk memerhatikan keseriusan istrinya. Bahkan Reynold pun beranjak pergi setelah tugasnya selesai dan meninggalkan Jessica bersama Brendan. "Kenapa kamu lihatin aku gitu? Memangnya aku pisang?" sewot Jessica yang tidak suka dengan tatapan Brendan menatap dirinya dari ujung rambut sampai ujung sepatu, tanpa melepas sendok yang masih digenggamnya. "Kamu ngatain aku monkey? Wah, berani banget ya kamu ngatain aku sekarang!" balas Brendan yang semula datang untuk meminta maaf, tetapi niat baiknya itu seketika lenyap saat keduanya berhadapan dan kembali terlibat cekcok. "Kenapa harus takut, habisnya kamu selalu bikin aku kesal seharian ini!" jawab Jessica dengan berani dan mengerucut kesal. Lalu wanita itu dengan cepat menaruh sendok di wastafel dan mencuci tangannya. Kemudian Jessica segera melangkahkan kedua kakinya dan berhenti tepat di depan Brendan dengan kedua tangan yang berada di pinggangnya yang ramping. Melihat wajah kesal Jessica membuat Brendan tak kuasa lama-lama menahan amarah karena baginya raut wajah Jessica yang seperti itu mampu membuatnya senyum-senyum, walau tidak nampak di mata indah wanita itu. "Ya ampun, Jessy. Kenapa kamu bisa menggemaskan seperti ini sih kalau lagi marah. Untung kamu istriku, jadi aku bisa mengerjaimu," batin Brendan yang berusaha menahan gelak tawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN