Tiga hari sudah berlalu sejak Brielle mendapatkan hasil pemeriksaan dari dokter yang menyatakan bahwa dirinya hamil, dan malam ini wanita itu berencana akan mendatangi rumah Jessica dengan membawa hasil pemeriksaan tersebut.
Selama tiga hari itu juga Brielle dan Morgan menyusun rencana sedemikian rupa untuk meyakinkan Jessica agar wanita itu percaya.
"Brielle, aku percaya malam ini kamu pasti bisa membuat Jessica percaya, apalagi kamu punya bukti nyata. Jadi aku mohon, bersandiwara lah sebaik mungkin di depannya," pinta Morgan yang berharap Brielle menjalankan rencana ini dengan sepenuh hati.
"Harus berapa kali aku bilang sama kamu Morgan, kamu tenang saja aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk meyakinkan Jessica agar kamu bisa mendapatkannya. Percaya sama aku ya," jawab Brielle walau dengan berat hati karena hari di mana ia harus menghancurkan pernikahan Brendan dan Jessica tidak dapat untuk dihindari lagi.
Morgan menganggukan kepala karena ia begitu percaya dengan Brielle yang pasti akan berhasil dalam rencananya.
"Aku percaya padamu, Brielle. Aku menggantungkan harapanku yang begitu besar sama kamu. Semangat ya dan sekali lagi terima kasih banyak."
Brielle hanya tersenyum menanggapi perkataan Morgan karena lidahnya terasa kelu untuk terlalu banyak berkata-kata yang hanya akan melukai perasaannya.
"Ya sudah, kalau begitu aku jalan ke rumah Jessica sekarang ya. Apa pun hasilnya, aku akan menghubungimu nanti. Oh ya aku lupa kasih tahu kamu sesuatu, setelah urusanku dengan Jessica selesai aku akan langsung pulang ke apartemenku. Jadi kamu tidak perlu menungguku ya!" ucap Brielle memberitahu, agar pria itu tak menantikan kepulangannya.
"Malam ini kamu tetap pulang ke sini saja, Briel. Biar besok pagi aku mengantarmu pulang ke apartemen," bujuk Morgan yang tidak tega membiarkan wanita itu pulang seorang diri ke apartemennya.
"Tidak bisa Morgan, malam ini aku sudah ada janji dengan sahabat-sahabatku yang akan menginap di apartemen. Aku nggak enak kalau harus batalkan niat mereka yang ingin sekali bertemu denganku," tolak Brielle dengan alasan yang terdengar cukup masuk akal, karena wanita itu memang sengaja mengundang ketiga sahabatnya untuk datang ke apartemen agar ia tidak merasa kesepian karena sudah terbiasa bersama dengan Morgan selama 5 Minggu terakhir ini.
Morgan benar-benar tidak bisa menentang keinginan Brielle yang selama bersamanya tidak pernah bertemu dengan Jen, Lisa, dan juga Nella. Pria itu terlalu menentang Brielle untuk tidak berhubungan dengan orang luar termasuk sahabat-sahabatnya sendiri.
"Baiklah, Brielle. Kalau kamu butuh apa pun itu jangan sungkan untuk menghubungiku, dan jika kamu sudah sampai apartemen nanti jangan lupa beri apa kabar ya!"
"Okay. Kalau begitu aku pamit dulu ya," ucap Brielle yang kini sudah bangkit dari posisi duduknya dan hendak melangkah pergi meninggalkan apartemen menuju kediaman Jessica.
Morgan pun ikut bangkit dari duduknya, bersiap untuk mengantarkan Brielle sampai ke lobi karena taksi pesanannya untuk wanita itu telah tiba. "Ayo, aku antar kamu sampai ke lobi."
"Tidak perlu repot-repot Morgan, aku bisa kok jalan sendiri. Lebih baik kamu istirahat saja ya," tolak Brielle yang tidak ingin terlalu banyak merepotkan Morgan, takut jika hatinya semakin sulit untuk melupakan semua tentang pria itu karena Brielle sudah memutuskan akan berusaha untuk melupakan cintanya terhadap Morgan, walau sangat sulit sekalipun jika harus dibayangkan sebab pria itu telah meninggalkan benih dalam rahimnya.
Seketika Morgan merasa ada yang berbeda dengan Brielle, sikap wanita itu belakangan ini sering terlihat lebih membatasi diri untuk tidak terlalu merepotkannya. Tentu saja hal itu membuat Morgan bertanya-tanya dalam hati apa yang terjadi dengan partnernya itu.
"Briel, kamu itu kenapa sih? Aku merasa semakin hari kamu jadi kayak sengaja untuk menjauh dariku? Apa aku ada salah? Kalau ada tolong beritahu aku, agar aku bisa memperbaiki kesalahanku." Tanpa ragu Morgan melontarkan pertanyaan itu, karena memang benar akhir-akhir ini Brielle lebih banyak diam tidak seperti biasanya yang selalu riang. Bahkan wanita itu sering menghabiskan waktunya untuk melamun, ketimbang menonton televisi atau mengganggu aktivitasnya.l
Brielle menggelengkan kepala dengan kedua alisnya saling bertaut. "Aku nggak kenapa-kenapa kok, Morgan. Kamu juga nggak punya salah apa-apa sama aku. Selama ini kita baik-baik saja kan, jadi kenapa aku harus marah sama kamu?"
"Terus kenapa aku merasa kamu seperti berubah? Aku yakin kamu pasti menyembunyikan sesuatu dariku, apa itu Brielle? Please, katakan padaku!" pinta Morgan dengan nada memohon.
Brielle menghela napas berat, ia tidak mungkin harus mengatakan hal yang sebenarnya tentang isi hatinya kepada Morgan karena sudah tidak ada waktu lagi, menurutnya semua ini sudah terlambat. Brielle pun memilih untuk menyimpan perasaannya rapat-rapat dan tidak akan membiarkan satu orang pun tahu tentang hal itu. Hingga Brielle memilih untuk membahas hal yang lain, seperti tentang Brendan.
"Baiklah kalau kamu sangat ingin tahu apa yang aku pikirkan belakangan ini. Jadi sebenarnya aku sudah tidak lagi berharap untuk mendapatkan Brendan, kalaupun nanti Jessica dan Brendan jadi bercerai aku tidak akan bersamanya walau Jessica memaksanya untuk menikahiku demi bayi ini."
Jawaban Brielle sungguh mengejutkan Morgan, ia tak habis pikir mengapa wanita itu bisa memikirkan hal tersebut tanpa sepengetahuannya. Tentu saja Morgan langsung menentang keras pemikiran Brielle akan hal satu itu karena dapat sama-sama merugikan keduanya.
"Kenapa? Apa yang membuatmu bisa memutuskan hal itu tanpa memberitahuku? Briel, kita berdua ini partner kan? Terus kenapa kamu bisa merahasiakan hal seperti ini dari aku? Dan sekarang apa tujuan kamu jika tidak lagi mengharapkan Brendan?" tanya Morgan yang sangat menuntut jawaban dari wanita itu.
"Karena aku sudah tidak mencintainya lagi, jadi aku tidak lagi terobsesi untuk bisa mendapatkannya. Aku sudah memutuskan untuk hidup sendiri dan membesarkan anak ini seorang diri, karena aku sangat yakin Brendan tidak akan mau menikahiku karena anak ini bukanlah anaknya." Brielle menjawab sembari menunjuk ke arah perutnya.
Morgan tampak panik mendengar jawaban Brielle, ia langsung mengurut dahinya beberapa kali yang seketika diserang rasa gelisah dan mengacaukan suasana hatinya.
"Brielle, kamu tidak boleh pesimis seperti itu! Kita sudah melakukan banyak hal agar kamu bisa hamil dan tujuan kita sudah sama sejak awal, jadi please jangan kacaukan rencana kita. Aku yakin Jessica pasti akan meminta suaminya untuk bertanggung jawab dan menikahimu. Kalau kamu menolak untuk menikah dengannya, maka Jessica dan juga Brendan akan curiga!" cegah Morgan agar wanita itu tidak melakukan hal gila di luar rencana mereka, dan berusaha untuk menyadarkan Brielle.
Apa yang Morgan katakan ada benarnya juga, sementara Brielle kurang matang dalam memikirkan segala hal. Hingga akhirnya mau tidak mau wanita itu menuruti apa yang Morgan katakan demi keamanan rahasia keduanya. Brielle pun tidak ingin rahasianya terbongkar, karena ia sudah berjanji akan melakukan hal yang terbaik agar misi mereka berdua berakhir dengan sebuah keberhasilan.
"Ok, Morgan, aku akan menjalankan rencana kita sesuai dengan apa yang sudah kamu arahkan padaku. Walaupun aku dengan Brendan nantinya akan bersama karena bayi ini, tapi dia tidak akan bisa mencintaiku, begitupun dengan aku yang sudah berhenti mencintainya!" jawab Brielle berusaha untuk menenangkan Morgan kembali.
Sedangkan Morgan masih sangat penasaran dengan jalan pikiran Brielle yang entah mengapa tiba-tiba saja berubah di tengah jalan. "Katakan padaku, apa alasan kamu bisa berhenti mencintainya? Bukankah kamu juga sama denganku, dan kamu sangat terobsesi pada Brendan?" tanya Morgan yang penuh ambisi untuk mengetahui semuanya.
"Karena aku sudah jatuh cinta kepada pria lain! Cukup ya, Morgan! Cukup, jangan terus mengajukan pertanyaan padaku. Ini sudah malam, ini waktunya aku untuk pergi ke rumah Jessica! Sekarang terserah kamu, mau antar aku sampai lobi atau tidak!" ucap Brielle dengan ketus karena tidak ingin Morgan terus bertanya semakin jauh pada siapa ia jatuh cinta. Keputusannya sudah bulat karena ia sudah memikirkannya matang-matang untuk menyembunyikan perasaannya pada Morgan dari siapapun, dan lebih memilih Morgan hidup bahagia bersama wanita pujaan hatinya.
"Aku akan tetap mengantarkanmu sampai ke lobi, walaupun kamu melarangku untuk kembali bertanya. Tapi aku benar-benar berharap satu hal padamu, Briel, tolong jalankan semuanya sesuai rencana kita ya," mohon Morgan sekali lagi sebelum mereka pergi keluar meninggalkan apartemen. Pria itu memohon sembari mencengkram lembut kedua lengan Brielle.
Wanita itu menghela napas berat. Rasanya ia tidak ingin kepercayaan Morgan padanya hancur begitu saja hanya karena cinta yang ada di hatinya. Brielle tidak ingin egois dan gegabah, maka dari itu ia mengembalikan tekadnya yang hampir terkubur untuk misi mereka yang masih berlangsung hingga saat ini.
"Baiklah, kamu tenang saja ya. Aku akan tetap menjalankan semuanya sesuai rencana kita. Aku akan berusaha untuk memiliki Brendan demi misi kita berdua. Maaf ya aku sudah membuatmu panik, tidak seharusnya aku mengatakan hal tadi yang hanya dapat membuat rencana kita berdua hancur." Brielle menyesal dan meminta maaf, ia kembali berjanji akan menjalankan semuanya sesuai dengan perintah Morgan.
"Terima kasih banyak ya, Briel. Kalau begitu aku antar kamu sekarang ya!" ucap Morgan sembari merangkul tubuh wanita itu untuk diajak melangkah bersama meninggalkan ruang tamu apartemennya dan menuju lobi.
Brielle tak memberikan penolakan, bahkan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia merasa senang setiap kali tubuhnya rapat dengan tubuh pria yang dicintainya seperti yang terjadi saat ini, keduanya melangkah beriringan dan saling merangkul satu sama lain.
"Morgan, rasanya aku nyaman banget setiap dekat sama kamu. Aku tidak tahu bagaimana rasanya jika kita harus hidup masing-masing mulai malam nanti," batin Brielle yang tak mampu membayangkan kehidupannya tanpa Morgan setelah ini.
Mungkin wajar Brielle merasakan hal itu karena ia sudah jatuh cinta terlalu dalam pada sosok pria yang tidur dengannya selama lima Minggu ini, dan tak pernah sekalipun Morgan menyentuhnya dengan kasar, justru sebaliknya karena pria itu selalu menyentuhnya dengan penuh kelembutan hingga mampu membuat Brielle jatuh dalam pesonanya.
"Sadarlah Brielle, berhenti berharap pada Morgan. Kamu harus memegang janjimu sendiri untuk bisa melupakan dia. Kamu harus bisa ikhlaskan dia untuk wanita lain demi kebahagiaannya!" gumam suara hati Brielle yang mencoba untuk menyadarkan wanita itu dari mimpinya yang begitu tinggi.
Seketika Brielle tersadar dari lamunannya. Wanita itu segera menghentikan segala impian-impian indah yang menari-nari dalam benaknya, dan tetap fokus akan tujuannya. Hingga tak terasa langkah kakinya telah tiba di pelataran lobi apartemen yang begitu luas.
Morgan pun segera menurunkan lengannya yang semula merangkul tubuh Brielle.
Di sana terlihat ada sebuah taksi mewah yang pintunya langsung dibukakan oleh sang sopir begitu mengetahui Brielle dan Morgan telah tiba di sana. Sopir itu juga sempat membungkuk hormat pada keduanya.
"Selamat malam, Tuan dan Nona," sapa sang supir itu dengan ramah.
"Malam, Andrew. Antarkan temanku ke alamat yang saya kirim di pesan tadi ya!" jawab Morgan dengan tersenyum tipis.
"Baik, Tuan."
Morgan dan Andrew memang terlihat cukup akrab, karena Morgan memang sering memakai jaga supir taksi itu untuk mengantarkan wanita-wanita yang telah menghabiskan malam bersamanya untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing.
Setelah keduanya selesai berbicara, Brielle pun segera berpamitan dengan pria tampan yang ada di hadapannya saat ini.
"Morgan, makasih ya kamu sudah mengantarkanku sampai sini," ucap Brielle seraya mengusap lembut lengan kekar milik Morgan.
"Sama-sama, manis. Kamu hati-hati di jalan ya, dan jaga baik-baik pikiranmu, jangan sampai berubah pikiran lagi!" jawab Morgan dan kembali mengatakan permintaan yang sama sebelum wanita itu melangkah masuk ke dalam taksi.
"Siap, bos! Kamu bisa pegang perkataanku. Aku pergi dulu, bye!" Brielle pun segera melangkahkan kedua kakinya untuk masuk ke dalam taksi yang sudah Morgan pesankan, kemudian ia duduk manis di kursi penumpang.
Brielle melambaikan tangan dengan menunjukkan senyuman yang manis sebagai salam perpisahan ke arah Brendan, karena mulai malam ini keduanya akan berpisah dan tidak akan tidur satu ranjang lagi seperti malam-malam sebelumnya.
Ada perasaan berat hati karena wanita itu harus pergi dengan cinta dan harapan yang terkubur menjadi satu, sementara ada benih milik pria yang dicintainya di dalam rahimnya yang harus ia urus seorang diri tanpa sosok Morgan.
Brielle membuat satu kesalahan besar dalam hidupnya yang belum ia sadari, yaitu menghadirkan satu nyawa yang hatinya akan dilukai karena lahir ke dunia tanpa sosok ayah yang pastinya akan dipertanyakan oleh teman-temannya nanti.
"Semoga malam ini Brielle sukses menjalankan misinya! Aku sudah tidak sabar untuk segera memilikimu Jessica, dan aku juga sudah tidak sabar untuk melihat kehancuranmu Brendan!" batin Morgan yang dapat merasakan kemenangan sudah ada di depan matanya. Bibir tipisnya pun mulai menyungging, membentuk seringai yang menyeramkan.
Sorot matanya memancarkan kilatan penuh dendam terhadap sosok Brendan, karena bayangan di mana saat pria itu menyerangnya masih tersimpan jelas dalam ingatannya. Terlebih saat Brendan meludahi wajahnya di hadapan Jessica, sehingga menghancurkan acara makan malam keduanya yang pada saat itu masih berlangsung begitu manis.
"Akhirnya apa yang kuharapkan selama ini akan segera terwujud, sebentar lagi pernikahan Jessica dan Brendan benar-benar akan berakhir! Kau lihat saja Brendan, aku akan membuatmu menderita karena sudah berani berurusan denganku!" batin Morgan yang kemudian melangkah panjang untuk kembali ke unit apartemennya dengan seringai yang masih tercetak jelas di antara kedua sudut bibirnya.