"Morgan, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Menurut aku ini penting, dan kamu harus mengetahui hal itu sebelum menerima hasil pemeriksaan dari dokter." Brielle tiba-tiba saja mengatakan hal itu setelah cukup lama mengumpulkan keberanian untuk mengatakan tentang isi hatinya kepada Morgan.
Tentu saja Morgan tidak merasa keberatan untuk membiarkan Brielle menyampaikan sesuatu yang dianggap oleh wanita itu penting. Ia siap mendengarkan apa saja yang nantinya akan Brielle bicarakan.
"Katakan, kamu ingin menyampaikan hal apa?" tanya Morgan seraya merangkul bahu wanita itu, membuat Brielle semakin salah tingkah dengan sikap-sikap yang Morgan tunjukkan padanya.
Brielle coba menarik napas dalam-dalam agar jauh lebih rileks, dan dapat tenang saat mengungkapkan isi hatinya.
"Tuan Morgan dan Nyonya Brielle, mari masuk!"
Namun, untuk saat ini takdir seolah tak berpihak pada Brielle, karena saat wanita itu hendak menyampaikan sesuatu hal yang mengganjal di hatinya belakangan ini, tiba-tiba saja dokter kandungan yang memeriksanya tadi keluar dari dalam ruang pemeriksaan dan memanggil nama Morgan dan juga Brielle.
Sontak saja Morgan segera bangkit dari posisi duduknya dengan perasaan tidak sabar untuk mendengar langsung penjelasan dari dokter tentang hasil pemeriksaan yang dilakukannya terhadap Brielle. Ia pun segera membangunkan Brielle dari duduknya penuh semangat dan mengajaknya untuk masuk ke dalam ruangan bersama-sama.
Brielle tak dapat melontarkan protes pada Morgan yang terlihat begitu antusias untuk mendengar kabar dari dokter, sementara ia hanya dapat memendam rasa kecewanya karena lagi dan lagi niatnya selalu digagalkan oleh keadaan saat hendak menyuarakan isi hatinya.
"Damn! Lagi-lagi harus gagal seperti ini, kemarin karena tukang catering, kemarinnya lagi gara-gara tukang laundry, sekarang gara-gara dokter. Ya ampun, apakah aku memang tidak diperbolehkan untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya pada Morgan?" batin Brielle yang mendengus kasar dalam hati sembari mengepalkan sebelah tangannya dengan erat.
Brielle tak habis pikir mengapa seisi dunia seolah tidak mengizinkannya untuk mengungkapkan suatu kebenaran yang wanita itu rasakan, membuatnya merasa seperti tidak pantas bermimpi menjadi wanita yang berusaha untuk memperjuangkan harga diri dan cintanya seperti sosok Jessica yang begitu dikagumi oleh Morgan.
Setibanya di dalam ruangan, Brielle dan Morgan dipersilahkan untuk duduk. Dokter pun mulai membuka sebuah amplop putih yang di dalamnya berisi hasil pemeriksaan Brielle, kemudian membacakannya perlahan-perlahan untuk menjelaskan kepada Morgan juga Brielle akan hasil yang ia bacakan agar mudah dipahami.
"Selamat ya Tuan Morgan, wanita yang ada di sebelahmu saat ini sudah resmi menjadi Nyonya karena beberapa bulan lagi dia akan menjadi seorang ibu yang melahirkan buah cinta kalian berdua." Dokter mengakhiri kalimatnya dengan memberikan selamat atas kebahagiaan yang dirasakan oleh pasangan yang berada di hadapannya saat ini.
Ya, rasa bahagia dan lega menjadi satu dalam pikiran Morgan saat ini, karena akhirnya apa yang ia harapkan pun terwujud. Brielle hamil sesuai dengan rencananya yang begitu yakin dan itu artinya angan-angan untuk dapat memiliki Jessica akan segera terwujud dan menjadi nyata.
"Terima kasih, Dokter. Ini adalah kabar yang sangat saya nanti-nantikan, saya sangat bahagia karena akhirnya Brielle hamil," ucap Morgan yang jelas terlihat raut bahagia yang terukir di wajahnya. Pria itu memang mengatakan kepada dokter bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang sedang merencanakan kehamilan.
"Selamat sekali lagi ya, Tuan Morgan dan Nyonya Brielle," jawab dokter itu kembali yang ikut merasa bahagia melihat kebahagiaan yang Morgan tunjukkan, walau raut wajah Brielle cukup membingungkan karena tampak tidak bahagia dengan kabar yang baru saja ia sampaikan.
"Terima kasih dok," balas Brielle dengan suara yang lemah terdengar. Walau kedua sudut bibirnya tertarik membentuk seulas senyuman, akan tetapi senyuman itu tidak menunjukkan bahwa dirinya bahagia.
"Kalau begitu mohon ditunggu sebentar ya, Tuan dan Nyonya, saya akan menuliskan resep obat dan vitamin yang harus Nyonya Brielle minum untuk menguatkan janinnya. Tapi sebelumnya mohon maaf, boleh saya tinggal sebentar ya, nanti asisten saya yang akan memberikan obatnya pada Tuan dan Nyonya karena ada pasien yang harus saya tangani dan sudah masuk ruang tindakan."
"Oh, iya. Tidak apa-apa, Dok. Terima kasih banyak ya karena sudah menyempatkan waktunya untuk memeriksa Brielle hingga membacakan hasil pemeriksaannya. Kalau begitu selamat bertugas, semoga ibu dan bayi yang akan Anda tangani selamat dan sehat," jawab Morgan yang sama sekali tidak merasa keberatan untuk ditinggal, mengingat ada pasien yang lebih membutuhkan pertolongan dokter yang berada di hadapannya saat ini.
Setelah berpamitan, dokter itu pun pergi meninggalkan ruangannya. Ia dapat menjalankan tugasnya yang lain setelah Morgan dan Brielle merasa tidak keberatan saat posisinya akan digantikan oleh asistennya yang akan segera tiba beberapa saat lagi ke ruangan tersebut.
Seulas senyuman penuh rasa kemenangan terbit dari kedua sudut bibir Morgan yang mengembang sempurna, ada rasa puas yang membuncah dalam dirinya saat ini, ketika dokter menyatakan Brielle hamil dari hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Refleks, Morgan memeluk tubuh Brielle begitu erat untuk mengungkapkan rasa terima kasih sekaligus bahagianya atas apa yang mereka dengar beberapa saat yang lalu. Morgan berpikir Brielle juga merasakan hal yang sama dengan yang pria itu rasakan, namun nyatanya tidak. Justru Brielle malah meneteskan air mata kesedihan, sekaligus kekecewaan yang mendalam karena harapannya tidak dikabulkan oleh Tuhan.
"Ya Tuhan, kenapa aku harus hamil? Kenapa Engkau membiarkanku hamil di saat yang tidak tepat? Di saat aku sedang ketakutan jika harus kehilangan Morgan secepat ini? Apakah wanita sepertiku tidak pantas memiliki kesempatan untuk hidup bersama pria yang dicintainya? Apakah aku memang pantas terus hidup menderita dan pura-pura bahagia? Kenapa Engkau membuat perpisahanku dengan Morgan seperti terlihat jelas di depan mata? Apakah ini rencana yang terbaik untuk hidupku? Tapi kenapa rasanya harus sesakit ini?" tangis Brielle yang hanya mampu bertanya pada Tuhan dari dalam hati, dengan air mata yang masih jatuh terurai membasahi kedua pipinya.
"Thank you so much, Brielle. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi sama kamu selain kata-kata terima kasih, karena kamu sudah mewujudkan impianku dan mengabulkan harapanku. Terima kasih banyak karena kamu sudah menjadi partnerku yang begitu baik. Sumpah aku tidak tahu apa jadinya aku jika takdir tidak mempertemukanku dengan kamu pada malam itu, dan mengenal sosok wanita yang begitu memegang sebuah kejujuran di masa kini. I'm so proud of You, Brielle. Aku benar-benar sangat bangga padamu." Morgan begitu excited dengan semua yang terjadi hari ini.
Brielle hanya mampu menelan salivanya bulat-bulat dengan kenyataan yang harus ia terima. Kenyataan yang sungguh mematahkan harapannya.
"You're welcome, Morgan. Aku ikut bahagia jika kamu juga bahagia dengan semua ini. Semoga semua rencanamu berjalan dengan lancar, sampai Jessica berhasil menjadi milikmu. Semoga setelah ini hidupmu bahagia, jauh lebih bahagia daripada sekarang," jawab Brielle dengan suara yang bergetar hebat menandakan kekecewaan, akan tetapi Morgan tidak mengerti hal itu.
Kemudian Morgan mengurai pelukan mereka dan menangkup kedua sisi wajah Brielle dengan erat. Menatap kedua mata wanita itu yang telah dibasahi oleh bulir-bulir bening, dan menghapus air mata yang mengalir di kedua pipinya.
"Jika aku berhasil mendapatkan Jessica nanti, aku tidak akan pernah melupakan bahwa kamu adalah orang yang paling berjasa dalam hidupku, Briel. Kamu paling banyak membantuku untuk bisa mendapatkan dia, kamu sudah berjuang bersamaku sejauh ini. Sekali lagi terima kasih banyak untuk segala pengorbananmu, Briel, aku akan memberikanmu bonus sesuai dengan kesepakatan kita." Morgan mengatakan itu dengan penuh penekanan, berharap bonus yang ia berikan dapat membuat Brielle jauh lebih bahagia.
"Tidak perlu Morgan. Apa yang sudah kamu berikan padaku itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu ada bonus-bonus yang lainnya," jawab Brielle dengan tersenyum getir menolak pemberian dari seseorang untuk pertama kalinya. Padahal selama ini ia paling suka mendapatkan bonus atas pekerjaan yang ia lakukan, karena itu artinya seseorang yang bekerja sama dengannya merasa puas.
Namun, beda halnya dengan saat ini karena Brielle merasa tak membutuhkan bayaran akibat hatinya sudah jatuh terlalu dalam. Kini yang wanita itu butuhkan adalah waktu. Waktu yang dapat membuatnya mengubur dalam-dalam rasa cinta yang sudah terlanjur tumbuh dalam hatinya untuk seseorang yang tidak akan pernah bisa ia miliki sampai kapanpun.
"Tidak Brielle, aku tidak ingin mengingkari janjiku, terlebih kamu sudah begitu baik dan selalu menuruti keinginanku. Please … jangan tolak pemberian dariku ya, karena hanya ini yang bisa aku lakukan untuk kamu, untuk membalas semua kebaikanmu." Morgan memohon sembari mengatupkan kedua telapak tangannya di hadapan Brielle, karena ia tidak ingin wanita itu menolak apa yang sudah ia janjikan.
"Morgan mengertilah, aku tidak bisa menerima hal yang lebih banyak lagi darimu. Semua ini sudah cukup, tolong jangan memaksaku untuk menerima semua itu. Sekarang lebih baik kita pulang, karena sudah saatnya kita membahas untuk rencana selanjutnya agar urusan kita segera selesai," jawab Brielle yang tetap tidak bisa menerima pemberian dari Morgan. Dan kini Brielle tengah bersusah payah untuk terlihat baik-baik saja di depan Morgan saat ini.
Sementara Morgan tidak ingin memaksa lagi, karena takut membuat Brielle tidak nyaman. Ia pun memilih untuk menuruti keinginan wanita itu dan berencana akan memberikan bonus yang lain, yang tidak mungkin bisa Brielle tolak.
"Baiklah, Brielle. Tapi kamu tunggu sebentar ya, karena tadi Dokter bilang ada beberapa obat penguat kandungan dan vitamin yang harus kamu minum untuk menjaga kehamilan kamu. Pokoknya kamu harus jaga kandunganmu dengan baik ya, jangan sampai dia kenapa-kenapa. Kalau kamu butuh bantuanku kapanpun itu, jangan sungkan untuk menghubungiku karena bagaimanapun janin yang ada dalam kandunganmu adalah anakku juga, darah dagingku!" Aku Morgan yang tidak akan melupakan hal itu, bahwa janin yang kini hidup dalam rahim Brielle memiliki ikatan yang sangat kuat karena mereka adalah ayah dan anak.
"Tapi apa kamu yakin Brendan mau bertanggung jawab atas janin yang aku kandung, karena apa yang kamu katakan itu adalah benar bahwa janin ini adalah darah daging kamu, Morgan? Soalnya aku baru sadar mana ada pria di dunia ini yang mau mengakui wanita yang hamil bukan anaknya? Aku hanya takut masa depanku akan hancur karena anak ini, jika seandainya Brendan tidak mau mengakui anak ini yang memang pada kenyataannya bukan anak dia." Brielle bertanya untuk mengatasi rasa ketakutannya saat ini, karena entah mengapa ia sangat yakin Brendan tidak akan mau bertanggung jawab seperti yang Morgan katakan padanya dulu. Ia berharap ketakutannya saat ini mampu merubah keputusan Morgan agar tetap mempertahankannya demi bayi yang tengah dikandung olehnya.
"Aku sangat berharap kamu mau memberiku kesempatan untuk menggantikan posisi Jessica yang sudah kamu kejar-kejar sejak lama, Morgan… Entah kenapa aku bisa berharap seperti ini. Berharap kamu mau melupakan misi gilamu itu dan memilih bertahan demi bayi ini," batin Brielle seraya meremas permukaan perutnya yang masih ramping.
Lalu dengan cepat Morgan meraih kedua tangan Brielle dan menggenggamnya erat-erat. Kepalanya menggeleng beberapa kali untuk meyakinkan Brielle agar terus yakin dan percaya akan perkataannya.
"Hei, kenapa kamu jadi merasa takut seperti ini? Kamu harus yakin, Brielle, seperti kemarin. Kamu harus yakin bahwa rencana kita akan berhasil, aku akan mendapatkan Jessica dan kamu mendapatkan Brendan. Kita harus sama-sama berhasil dalam misi ini. Kamu tidak boleh pesimis, dan tetaplah menjadi dirimu yang selalu yakin akan hal apa pun." Morgan coba menyemangati wanita itu yang benar-benar tampak gelisah sejak pertama kali menginjakkan kakinya di rumah sakit ini.
Sebab Morgan pun sudah menyusun rencana dengan matang agar kehidupan Brielle tidak berakhir sia-sia karena ulahnya. Setidaknya ia menginginkan Brielle dan anak yang dikandungnya hidup layak sekalipun tidak dapat menggapai impiannya untuk mendapatkan Brendan.
Sampai saat ini Morgan berpikir bahwa Brielle masih tergila-gila akan sosok Brendan, karena ia tidak mengetahui jikalau cinta Brielle telah berpaling kepadanya.
"Briel, kamu tenang saja. Aku tidak mungkin mengabaikanmu walau aku tahu Brendan tidak akan pernah mau mengakui bahwa janin yang ada di perutmu adalah anaknya. Aku tidak mungkin membiarkan kamu dan darah dagingku hidup menderita setelah kamu membantuku untuk menghancurkan pernikahan Jessica dan juga Brendan. Aku janji, setelah aku berhasil mendapatkan Jessica nanti, aku akan bertanggung jawab atas anak itu sampai dia dewasa, dan aku akan menjamin kehidupanmu sampai tua nanti," batin Morgan yang sudah memikirkan semua itu matang-matang, namun belum mengungkapkannya kepada Brielle sampai misi keduanya selesai.
Sementara Brielle sudah tak lagi mengharapkan tentang bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan Brendan, namun ia terpaksa harus menjalankan janjinya untuk meyakinkan Jessica bahwa saat ini dirinya tengah mengandung anak dari Brendan, agar misi Morgan berhasil untuk mendapatkan Jessica, walau ada dua hati yang akan terluka jika itu terjadi nanti.
"Morgan, seandainya kamu tahu aku sudah tidak peduli lagi dengan nasibku yang entah akan mendapatkan Brendan atau tidak, karena rasa cintaku untuk pria itu sudah berpaling padamu. Tapi sekarang kesempatanku sudah tidak ada lagi untuk mengungkapkan semua ini karena aku tidak mungkin menghancurkan kebahagiaan hanya gara-gara perasaanku yang tidak penting ini. Sekarang aku hanya bisa mendoakanmu, berdoa semoga kamu berhasil mendapatkan Jessica dan kalian hidup bahagia walau harus dengan mengorbankan perasaanku," batin Brielle sembari menekan dadanya kuat-kuat untuk mengurangi rasa sakit yang teramat dalam.