Serangan Jantung

2144 Kata
Hari demi hari Jessica lalui tanpa sosok Brendan yang telah meninggalkannya di rumah Gwen tanpa kabar ataupun berniat menghubunginya, sekedar untuk menanyakan apa kabar pada wanita itu yang begitu frustasi karena harus dipaksa berpisah dengan Brendan oleh keadaan. “Ya Tuhan, sudah dua hari Brendan meninggalkanku di sini, tapi kenapa dia tidak pernah menanyakan kabarku seperti apa, bahkan menelpon pun tidak. Apa dia tidak ada niat untuk menjemputku pulang? Lalu bagaimana besok dengan acara konferensi pers yang akan diadakan? Apakah dia tidak berniat untuk menemaniku besok?” batin Jessica yang bertanya-tanya pada dirinya sendiri tanpa mendapati jawaban sama sekali. Sudah dua hari ini Jessica menghabiskan waktunya seorang diri di dalam kamar, berharap dan terus berharap Brendan akan datang dan menjemputnya pulang. Tapi harapannya masih belum terwujud hingga detik ini, yang ada para awak media malah mengisukan Brendan dan Jessica bercerai karena masalah ini, akibat media meliput kepulangan Brendan dua malam yang lalu seorang diri tanpa Jessica dan meninggalkan sang istri di rumah ibunya. Tentu saja hal tersebut menimbulkan beragam persepsi mengenai keretakan dalam rumah tangga Brendan dan Jessica di benak semua orang yang mengikuti dan penasaran akan kisah kehidupan Jessica setelah kematian Patrick. “Aku coba telepon Brendan deh. Mungkin dari kemarin Brendan tidak sempat menghubungiku karena sibuk. Semoga saja suasana hatinya sudah membaik dan jauh lebih tenang,” gumam Jessica yang penuh harap. Satu sampai dua kali panggilan Jessica tidak mendapat jawaban dari Brendan, wanita itu masih berusaha dan terus mencoba sampai panggilannya mendapat jawaban dari sang suami. Hingga panggilan ketiga Jessica akhirnya pun dijawab oleh Brendan. “Halo, Brendy. Kamu apa kabar sayang? Kenapa kamu tidak ada kabar sama sekali atau bertanya kabarku di sini? Apa kamu sudah tidak peduli lagi sama aku sampai tega mengacuhkanku begitu saja?” tanya Jessica yang langsung menyerbu Brendan dengan beragam pertanyaan. “Maaf Jessy, selama di rumah aku tidak pernah melihat ponselku. Semua panggilan yang masuk pun malas untuk aku jawab karena akhir-akhir ini ada banyak nomor tidak dikenal menghubungiku. Kamu tahu kan siapa mereka, jika bukan wartawan!” jawab Brendan dengan suara yang terdengar begitu parau. “Maaf aku sudah melibatkanmu dalam masalah ini, sayang. Tapi sekarang kabarmu baik-baik saja kan? Berapa kali kamu makan dalam sehari?” tanya Jessica kembali yang selalu mengkhawatirkan kesehatan suaminya karena sewaktu di rumah Gwen pun Brendan menolak untuk makan dan hanya mengurung diri di kamar sendirian. “Jangan mencemaskan kondisiku di sini, Jessy. Aku baik-baik saja. Lebih baik kamu fokus dengan kesehatanmu sendiri di sana.” Jessica tersenyum tipis dan singkat karena mendengar ucapan suaminya dan mengatakan dirinya baik-baik saja, tapi pada kenyataannya tidak. “Bagaimana mungkin aku tidak mengkhawatirkan kamu, sayang? Aku sangat takut jika sampai pola hidupmu tidak sehat dengan jadwal makan yang berantakan. Aku tidak ingin kamu jatuh sakit karena terlalu menyiksa diri." “Aku selalu makan tiga kali sehari, jadi kamu jangan khawatir ya. Aku di sini baik-baik saja kok.” Brendan kini menjawab dengan suara yang terdengar lemas, tidak sesehat seperti apa yang baru saja ia katakana pada Jessica bahwa dirinya makan tiga kali dalam satu hari tapi suaranya malah terdengar tak bertenaga. “Syukurlah kalau begitu. Aku Bahagia mendengarnya jika kamu benar baik-baik saja dan hidup sehat. Lalu kapan kamu akan menjemputku untuk kembali pulang, sayang? Memangnya kamu betah banget ya hidup tanpa aku?” tanya Jessica yang sudah tidak sabar mendengar keputusan suaminya tentang nasibnya yang telah dua hari ditinggalkan di rumah Gwen. “Aku belum tahu kapan, tapi mungkin tidak lama lagi.” Jawaban Brendan membuat harapan Jessica pupus dan harus kembali dipatahkan oleh kenyataan. “Jadi selama dua hari di rumah sendirian tanpa aku di sana, itu masih belum cukup untuk kamu menemukan keputusan yang baik untuk hubungan kita, Brendy? Apakah sesulit itu untuk kamu mau mempertahankan hubungan kita?” tanya Jessica yang tak habis pikir dengan jalan pikiran Brendan yang bisa-bisanya sulit untuk percaya padanya. “Ini memang sulit dan tidak semudah yang kamu bayangkan, Jessy, karena kamu tidak merasakan ada di posisiku saat ini!" jawab Brendan yang terdengar tidak suka mendengar pertanyaan Jessica. “Kamu tidak berada dalam posisi terkhianati, Brendy, karena aku tidak pernah menduakan cintamu dengan pria mana pun, termasuk dengan Patrick!” ucap Jessica yang harus merasakan kecewa untuk kesekian kalinya karena Brendan tidak pernah mau percaya dengan pengakuannya. “Buktikan kebenaran itu jika kamu memang benar atas semua perkataanmu di hadapan para wartawan agar masalah ini lekas selesai dan tidak ada lagi awak media yang mengepung rumah ini, rumah Mommy Gwen, dan tempat lainnya yang nantinya akan kita kunjungi. Aku ingin hidup normal seperti biasanya, Jessy, aku tidak suka dengan kehidupan yang sekarang ini, yang jika ke mana-mana aku selalu dibuntuti oleh wartawan karena masalahmu.” Mendengar perkataan Brendan yang sedemikian rupa begitu melukai hatinya, karena Brendan terus menyalahkan dirinya atas kesalahan yang tidak pernah ia lakukan, hingga akhirnya membuat Jessica angkat angkat bicara untuk meluapkan isi hatinya. “Kamu memang benar-benar tega sama aku ya, Brendy. Aku pikir kamu akan selalu ada di sampingku sampai masalah ini selesai. Aku pikir sebagai seorang suami kamu akan mempercayai perkataan istrimu ini dan akan membelanya saat ditanya oleh wartawan, tapi pikiranku salah besar. Kamu malah sengaja menghindar, menjauhiku dan tega meninggalkan aku di sini tanpa bertanya kabar sedikitpun, seolah-olah aku ini sudah tidak penting lagi untukmu! Dan yang lebih parahnya lagi kamu memintaku untuk menyelesaikan masalah ini sendirian tanpa ingin mendampingiku, bahkan untuk mengatakan pada wartawan saja bahwa aku tidak bersalah kamu tidak mau. Kamu malah semakin membebani pikiranku dengan terus menyalahkan semua hal sepenuhnya sama aku, termasuk masalah awak media yang membuntutimu! Kamu pikir aku tidak tertekan dengan semua ini? Aku stress, Brendy! Bahkan rasanya aku ingin mati saja karena aku difitnah seperti ini atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan sama sekali, dan lebih jahatnya lagi kamu yang paling aku harapkan untuk percaya malah tidak mau percaya dengan semua penjelasanku. Kamu jahat, Brendy. Aku tidak menyangka kamu akan tega mengasingkanku dengan meninggalkanku di sini di saat aku benar-benar membutuhkan kamu! Kamu jahat!” teriak Jessica yang tak dapat membendung rasa sakit dan kecewa di hatinya lagi atas perbuatan Brendan yang sangat tega memperlakukannya seperti ini, seakan dirinya di sini adalah seorang terdakwa yang tidak pantas untuk dipercaya dan dimaafkan. "Jessy, tidak seperti itu. Aku hanya…" belum usai Brendan merampungkan kalimatnya, Jessica segera memotong perkataan pria itu. "Aku tahu kamu sangat tertekan setelah adanya masalah ini, dan aku sangat paham kalau kamu teramat sulit untuk mempercayai perkataanku. I'm so sorry, Brendan. Hanya kata-kata itu yang bisa aku katakan berulang kali untuk meminta maaf atas masalah yang kini sedang terjadi. Sekarang aku tidak ingin mengemis dan memohon agar kamu percaya bahwa aku tidak bersalah. Jujur, menjadi pengemis cinta itu sangat menyakitkan karena ada harga diri yang harus ditekan serendah-rendahnya hanya untuk mempertahankan seseorang yang sudah tidak ingin bertahan bersamaku. Jika menurutmu perpisahan adalah jalan satu-satunya untuk kita, maka lakukanlah Brendan. Sekarang aku akan menerima apa pun keputusanmu, sekalipun kamu berniat untuk menceraikanku. Tapi aku mohon, kamu yang urus perceraian kita di pengadilan agar semua orang tahu bahwa di sini akulah yang bersalah hingga perceraian ini harus terjadi. Lakukanlah Brendan, aku akan coba untuk ikhlas mengakhiri kisah kita sampai di sini!" ucap Jessica yang akhirnya menyerah untuk mempertahankan pernikahan yang sudah rapuh dan tidak dapat lagi untuk dipertahankan. Tanpa ingin memperpanjang kesedihannya yang tak berujung, Jessica memilih untuk memutuskan panggilan tersebut daripada hatinya semakin terluka karena perkataan Brendan. Tangisan wanita itu pecah seketika, ia menangis sejadi-jadinya dengan perasaan yang telah hancur. Hingga titik kesadaran Jessica berpikir lebih baik mengakhiri pernikahan ini daripada harus membuat Brendan malu dan merasa begitu tertekan karena menjalani pernikahan bersamanya. Walau berat tetapi Jessica harus memutuskan hal tersebut untuk kebaikan dan kebahagiaan Brendan. Ia tak ingin memaksa dan hanya akan membuat pria yang dicintainya itu hidup tertekan karena terus diikuti para awak media atas kasus yang tengah menjerat dirinya. "Semoga dengan perpisahan kita bisa membuatmu hidup lebih baik dan merasa tenang, Brendy. Maafin aku … aku benar-benar minta maaf karena telah gagal menjadi istri yang baik untuk kamu, maaf karena telah membuatmu malu dan memberimu aib atas permasalahan yang terjadi walau aku tidak pernah melakukannya. Aku harap kamu bahagia dengan perpisahan ini…" ucap Jessica diiringi isak tangis hingga tersedu-sedu, membuat wanita itu semakin tenggelam dalam kesedihan yang tak lekang oleh waktu. Akhirnya apa yang Jessica harapkan tidak berakhir sesuai kenyataan. Kini ia dapat merasakan apa yang pernah Brendan rasakan ketika dirinya selalu memohon untuk mempertahankan pernikahan mereka di saat Jessica menginginkan perpisahan karena alasan Brendan terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dan saat ini Jessica merasakan hal itu. Ia mulai menyadari kesalahannya di masa lalu dan berpikir bahwa mungkin ini adalah hukuman dari Tuhan karena ia pernah melukai hati seorang suami. "Aku tidak bisa sekuat kamu Brendan … aku tidak bisa untuk melakukan terus permohonan agar kamu tidak berpikir untuk mengakhiri pernikahan kita. Sekarang semuanya sudah berakhir sesuai keputusanmu dan aku coba mempermudah agar keinginanmu segera terwujud walau hatiku di sini terluka karena perpisahan ini." Tak pernah terbayangkan oleh Jessica bahwa pernikahannya bersama Brandan yang telah berjalan selama lima tahun harus berakhir karena sebuah kesalahpahaman. Padahal baru saja keduanya melakukan perjalanan untuk mengulang masa-masa honeymoon mereka agar dapat kembali membuka lembaran baru dalam pernikahan Jessica dan Brendan yang sebelumnya berada di ambang kehancuran. Bahkan keduanya telah berjanji untuk sehidup semati, dan tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain dengan syarat saling terbuka. Semua ini berawal karena keterlambatan Jessica yang ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada Brendan atas pelecehan yang dilakukan oleh Patrick terhadap dirinya. Namun sayang, kini menyesal pun percuma karena semuanya sudah terlambat dan sulit untuk mengembalikan kepercayaan Brendan. "Seandainya aku memiliki keberanian untuk berkata jujur padamu, mungkin sampai detik ini pernikahan kita masih baik-baik saja dan tidak berakhir menyakitkan seperti ini. Harusnya hari ini kita tiba di Los Angeles membawa kebahagiaan dan kenangan manis selama menghabiskan waktu liburan di Paris. Tapi sayang, itu hanyalah impianku semata karena kenangan yang pernah kita ciptakan kemarin berakhir menjadi debu dan mungkin telah menghilang karena tertiup oleh angin. Sekarang aku tidak tahu harus melakukan apa tanpamu, Brendy. Bahkan untuk menjalani hidupku ke depannya terasa sangat sulit karena kamu sudah tidak ada lagi di sampingku. Aku tidak tahu harus apa? Aku tidak yakin bisa sekuat itu untuk menjalani hari-hari tanpa kamu yang sudah lebih dari 5 tahun menemaniku dan membuatku begitu ketergantungan dengan kehadiranmu. Aku tidak tahu apakah aku bisa kuat dan menerima semuanya dengan ikhlas…" Mendengar suara tangisan dan teriakan histeris dari dalam kamar Jessica, membuat Gwen masuk ke dalam kamar putrinya, hingga kedua matanya disuguhkan pemandangan menyakitkan karena melihat keadaan Jessica yang kini tampak semakin hancur. Gwen segera menghampiri Jessica dan memeluk tubuh putrinya yang bergetar hebat dengan tangisan yang terisak-isak. Gwen begitu terluka harus melihat putrinya sehancur ini karena permasalahan yang tengah dihadapinya. Tanpa bertanya, Gwen paham betul alasan mengapa Jessica menangis dan tampak hancur seperti sekarang ini. Namun, Gwen masih belum mengetahui tentang satu hal yang baru saja terjadi bahwa Jessica akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya bersama Brendan. Tangisan Jessica semakin tersendat dalam saat sang ibu memeluk tubuhnya dengan erat. Hanya Gwen, hanya wanita paruh baya itu yang mau menguatkannya di saat dirinya lemah tak berdaya seperti ini. Kini Jessica mulai merasa bersalah pada Gwen karena ia tidak dapat menepati janjinya pada sang ibu untuk mempertahankan pernikahannya bersama Brendan apa pun yang terjadi. "Mom… Maafin aku, Mom… Maaf aku tidak bisa mempertahankan pernikahanku dengan Brendan. Mulai hari ini, a-aku memutuskan untuk berpisah dengannya karena tidak ada lagi alasan untuk aku dan Brendan mempertahankan pernikahan ini… Maaf aku tidak bisa menepati janjiku pada Mommy, tapi mungkin perpisahan adalah jalan terbaik untuk kita berdua. Aku minta maaf…" Mendengar pernyataan Jessica sungguh membuat jantung Gwen tersentak kaget hingga Jessica pun bisa merasakan tubuh Gwen yang terasa tersentak walau hanya sekali dalam pelukannya. Air mata seketika terjatuh membasahi wajah Gwen yang berada di atas bahu Jessica dengan keadaan masih berusaha memeluk putrinya. Namun, tak berselang lama kemudian kedua lengan Gwen jatuh terurai begitu saja. Tangan yang semula melingkar untuk memeluk tubuh Jessica. Hingga ketika Jessica melepaskan pelukannya, tubuh Gwen luruh dan terhempas di permukaan ranjangnya dengan wajah yang terlihat memucat. Sontak saja Jessica terkejut mendapati Gwen dalam keadaan seperti itu. "Mom… Mommy, kamu baik-baik saja kan?" Jessica yang panik coba memanggil ibunya berulang kali sambil menepuk kedua pipi Gwen yang tiba-tiba saja terasa dingin. "Mom, tolong jangan seperti ini. Bangunlah, Mom. Aku mohon…" pinta Jessica yang sangat ketakutan saat Gwen tak memberikan respon apa pun atas panggilannya, terlebih saat Jessica tak merasakan denyut nadi di pergelangan lengan sang ibu. Namun, Jessica segera menepis segala pikiran buruknya, membuat wanita itu tidak berani untuk memeriksa detak jantung Gwen walau hanya sekedar untuk memastikan bahwa ibunya baik-baik saja. "Mom, bertahanlah. Aku akan segera membawamu ke rumah sakit," ucap Jessica yang berusaha menenangkan tangisannya sendiri. Wanita itu tidak berani untuk memeriksa kondisi ibunya walau ia merupakan seorang dokter karena Jessica tidak siap dengan kenyataan buruk yang harus dirinya terima.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN