Merasa tak dapat lagi bersama seperti dulu karena alasan cinta yang memudar, membuat Jessica yakin akan keputusannya untuk hidup masing-masing dengan Brendan. Jessica memilih pergi dari rumah yang baru semalam ia tempati dan kembali ke rumah Gwen yang telah ditinggalkan sang pemilik rumah tersebut untuk selamanya.
Malam ini, Jessica hanya dapat menangisi takdir kehidupan yang begitu kejam menghukumnya. Tidak ada sebutir nasi pun yang mampu ia telan, begitu pun dengan selembar roti atau sesendok salad. Hanya air mineral yang mampu ia teguk dengan amat terpaksa agar dirinya tetap kuat menjalani kehidupan yang menyedihkan ini.
Setelah merasa lelah terus menangis sejak beberapa hari terakhir, Jessica pun segera menghentikan tangisannya, menghapus air mata yang membasahi wajah sendunya. Ia coba menguatkan hatinya yang lemah dan berusaha tegar untuk menjalani hari esok.
"Cukup Jess! Cukup! Berhenti menjadi lemah dan terus menangisi keadaan ini. Mau berapa pun banyaknya air mata yang kamu tumpahkan, itu semua tidak dapat merubah apa pun. Air matamu sama sekali tidak dapat mengembalikan semua yang telah hilang dan hancur. Kamu harus bangkit, dan kamu harus kuat! Kalau kamu lemah begini, bagaimana bisa kamu meyakinkan banyak orang atas kebenaran yang ada? Jadi please, berhenti bersikap lemah seperti ini karena air mata tidak dapat mengembalikan Mommy Gwen yang sudah pergi dan cinta Brendan yang telah hilang untukmu!" gumam Jessica di kedalaman hatinya untuk menampar keras dirinya yang lemah, menguatkan kepingan hati yang hancur dan bangkit dari keterpurukannya.
Jika saat ini Jessica berusaha untuk bisa bangkit dari keterpurukannya dan menghapuskan kesedihan itu secara perlahan demi perlahan walau terasa sulit, dan sangat tidak mungkin jika ia bisa melupakan perlakuan Brendan yang sudah tega melepaskannya. Hal itu juga dirasakan oleh Brendan yang berusaha menerima kenyataan ini karena Jessica sendirilah yang menginginkan perpisahan ini untuk terjadi di saat dirinya sudah berusaha untuk mempertahankan wanita itu dengan alasan demi menepati janjinya pada Gwen.
Walau tak dapat dipungkiri rasa cinta untuk Jessica di hatinya tidak pernah berkurang sedikitpun, tetapi Brendan memilih untuk memendam perasaan itu sendirian tanpa harus memiliki demi kebebasan Jessica menata masa depannya kembali, tanpa kehadirannya yang selama ini tidak pernah bisa menjadi sempurna untuk wanita yang telah dinikahinya.
"Aku yakin kamu pasti bisa menjalani hidup ini tanpa aku, Jessy. Aku percaya kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik daripada aku, pria yang kamu harapkan selama ini, pria yang bisa selalu memberimu banyak waktu dan perhatian. Walau kita sudah tidak bersama, tapi aku akan selalu mendoakan kebahagiaan untukmu. Aku berharap kamu bisa segera bangkit dari kesedihan yang kamu rasakan saat ini, Jessy. Maaf jika aku bersikap setega ini di saat kamu kehilangan Mommy, karena aku ingin kamu menganggapku jahat dan kamu dapat segera melupakanku yang jauh dari kata sempurna ini. Aku hanya ingin kamu bahagia bersama pria sempurna yang kamu impikan," ucap Brendan dengan menangis pilu dan berusaha menerima perpisahan ini dengan berat hati.
Brendan menangis sambil mengusap cincin emas yang melingkar di jari manisnya. Cincin pernikahan yang Jessica sematkan di jarinya tepat di hari pernikahan mereka lima tahun silam. Lalu pria itu mencium cincin tersebut dengan rasa sesak dan tangisan yang semakin tersedu hingga tubuhnya terguncang.
Di saat Brendan masih larut dalam kesedihannya, suara dering ponsel yang berada di atas nakas membuyarkan tangisan pria itu yang seketika terhenti. Brendan segera bangkit dari posisi terpuruknya dan meraih benda pipih yang tengah berdering.
Melihat nama atasan yang menghubunginya, Brendan pun bergegas menjawab panggilan tersebut dengan berusaha menetralkan napasnya yang naik turun begitu cepat akibat terlalu larut dalam tangisannya.
"Halo, selamat malam Brendan. Bagaimana kabarmu hari ini? Apakah suasana hatimu sudah jauh lebih baik?" tanya Barney yang merupakan atasan Brendan yang kemarin sempat datang ke pemakaman Gwen dan mengungkapkan rasa dukanya atas kepergian ibu mertua dari bawahannya.
"Malam, Sir. Sama seperti kemarin, tapi saya berusaha untuk kuat menghadapi semua ini. Ada apa Sir, menghubungi saya?" tanya Brendan yang mulai dapat menebak tujuan Barney menghubunginya malam ini.
"Betul Brendan, kau harus kuat menghadapi semua ini, karena semua yang terjadi sudah menjadi takdir Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat. Saya menghubungimu karena ingin mengajakmu kembali bekerja jika kau sudah siap. Ada tugas yang sangat penting, yang saya yakini kamu pantas menjadi pemimpin tim seperti biasanya."
"Saya siap, Sir. Kapan saya harus datang ke kantor?" tanya Brendan tanpa pikir panjang untuk menerima tawaran dari Barney, karena ia merasa ini adalah waktu yang tepat untuk kembali bekerja agar dapat melupakan kesedihan yang sudah mengisi hari-harinya belakangan ini selepas liburannya bersama Jessica di Paris telah usai.
"Kau yakin, Brendan? Maksud saya apakah kau bisa bekerja dengan fokus dalam keadaan yang masih berduka seperti sekarang?" tanya Barney coba meyakinkan Brendan agar tidak cepat memutuskan tawaran darinya, ia tidak ingin memaksa karena takut Brendan tak dapat bekerja dengan fokus. Malam ini ia hanya berniat menawarkan dan sangat siap jika Brendan akhirnya menolak apa yang ia tawarkan.
"Saya sangat yakin, Sir. Saya siap bekerja kapanpun Anda membutuhkan saya untuk kembali. Mungkin dengan kembali bekerja saya dapat melupakan kesedihan ini, walau hanya untuk sesaat,"jawab Brendan yang sangat yakin akan keputusannya.
"Baiklah Brendan. Saya sangat senang mendengar semangatmu untuk segera bangkit dari keterpurukan ini. Saya tunggu di kantor besok pukul 08.00 pagi!" tutur Barney yang mengeluarkan perintah pada Brendan yang siap kembali bekerja mulai besok.
"Baik, Sir."
Setelah selesai menjawab panggilan dari Barney, pria itu pun kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Mendapat panggilan untuk kembali bekerja hal itu dapat membuat Brendan sejenak melupakan masalah dan kesedihannya. Bahkan sebelum tidur Brendan memutuskan untuk menyiapkan perlengkapannya yang akan dibawa besok.
Sementara di kediaman Gwen tampak Jessica pun mempersiapkan diri sekaligus pakaian yang akan ia kenakan besok untuk menghadiri acara konferensi pers yang resmi diadakan esok setelah sempat tertunda selama beberapa hari karena duka yang menyelimutinya atas kepergian Gwen secara tiba-tiba.
"Mom, besok aku siap untuk memberikan kesaksian atas kejadian yang sebenarnya. Aku janji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Mommy dapat beristirahat dengan tenang di sisi Tuhan. Aku besok tidak akan sendirian kan, Mom? Mommy temani aku ya, jangan lupa kasih aku semangat agar acara besok bisa berjalan dengan lancar," gumam Jessica sembari mengusap permukaan sebuah bingkai yang tersemat foto Gwen di sana. Hanya dengan foto itu Jessica berbicara untuk menenangkan kegundahannya.
Tidak lupa wanita itu juga menyiapkan beberapa bukti bahwa dirinya dengan Patrick hanya sebatas sahabat, terbukti dari chat mereka dekat sebagai sahabat sejak enam bulan terakhir. Bahkan Jessica juga sudah siap untuk menghadirkan seorang saksi yang menjadi saksi satu-satunya pada malam itu, malam di mana Patrick melakukan pelecehan terhadapnya. Jessica sangat berharap dengan semua bukti yang nantinya akan ia ungkapkan dapat meredam semua berita miring tentangnya yang beredar sejak kabar kematian Patrick muncul dan menjadi konsumsi publik.