Kini Jessica dan Brendan telah kembali bersama karena rasa cinta dan tak ingin melepaskan satu sama lain. Cinta keduanya memang begitu kuat, hingga bertahan adalah satu-satunya jalan terbaik bukan yang terburuk. Kedua insan itu pun kembali bukan karena terpaksa, dan mereka kembali penuh rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberi Jessica dan Brendan kesempatan untuk dapat kembali bersama seperti dulu lagi.
"Jessy, terima kasih ya kamu sudah mau memberiku kesempatan untuk bersamamu lagi. Maaf karena aku sudah melukai perasaanmu kemarin, dan maaf sudah membiarkanmu berjuang sendirian untuk menyelesaikan masalah yang ada."
"Berhentilah mengulang kalimat itu sayang, lebih baik sekarang kamu duduk di sini sebentar dan aku akan menyiapkan makan malam untukmu ya!" titah Jessica yang tidak ingin Brendan terus berterima kasih padanya, karena menurutnya kembali bersama memang pantas untuk diperjuangkan.
Wanita itu mulai mendorong tubuh Brendan hingga terjatuh di atas permukaan sofa, memintanya agar duduk di sana dan memberinya waktu untuk menyiapkan makan malam karena pasti suaminya itu lapar setelah lelah pulang bekerja, pikir Jessica.
"Aku sedang tidak ingin makan apa pun, aku tidak lapar sayang." Brendan menjawab seraya meraih sebelah tangan istrinya yang hendak berlalu pergi meninggalkannya di sana. Hingga tubuh Jessica seketika terhuyung dan jatuh di atas pangkuan Brendan.
"Jangan tarik-tarik aku begitu dong, sayang! Aku kaget tahu! Terus kamu ingin aku buatkan apa untukmu? Kamu tidak boleh kalau sampai tidak makan sama sekali. Atau kamu mau aku buatkan roti panggang saja?" tanya Jessica sembari mengusap rahang suaminya dengan lembut.
Brendan menggeleng. "Tidak mau, aku ingin makan kamu saja!" jawabnya dengan suara parau, membuat bulu kuduk Jessica meremang seketika.
"Jangan sekarang dong sayang, mending kamu makan dulu biar ada tenaga," jawab Jessica dengan wajah yang terlihat merah merona.
"Aku masih punya banyak tenaga kok, memangnya kamu pikir berkelahi dengan Morgan tadi tidak pakai tenaga?" kilah Brendan yang sedang tidak nafsu makan beberapa hari ini karena ia sangat merindukan Jessica. Kedua tangan Brendan mulai merayap, menyentuh apa pun yang ingin ia sentuh saat ini.
Jessica mulai tak karuan setiap kali tubuhnya disentuh lembut oleh jemari suaminya yang pandai memanjakannya, dan membuatnya seakan melayang.
"Sayang, jangan di sini. Ayo kita ke kamarku," ajak Jessica yang tak mampu menolak setiap sentuhan yang diberikan suaminya.
"Di sini saja, aku sudah tidak sabar!" jawab Brendan membuat Jessica menggeleng-gelengkan kepala.
Saat Jessica akan tetap memaksa suaminya untuk ke kamar, tetapi tiba-tiba saja mulutnya langsung dibungkam oleh bibir Brendan yang menciumnya dengan lembut, membuat wanita itu tak dapat berkata-kata dan mulai pasrah.
Sementara di tempat yang lain, tepatnya di sebuah bar Morgan tampak melangkah dengan gontai dan duduk di table yang masih kosong. Pria itu terlihat muram dengan wajah yang terdapat beberapa memar akibat perbuatan Brendan.
Morgan tak habis pikir untuk apa Brendan kembali menemui Jessica setelah kata pisah diucapkan. Pria itu sama sekali tidak menyangka bahwa makan malamnya bersama Jessica malam ini hancur berantakan karena kedatangan Brendan, membuat semua rencana yang sudah disusun rapi dalam benaknya buyar. Amarah Morgan kian memuncak tatkala teringat dengan obsesinya yang sangat ingin memiliki Jessica seutuhnya, tetapi Brendan malah mengacaukan segalanya.
"Sial, aku harus membuat perhitungan dengan Brendan! Dia harus menerima hukuman karena sudah berani membuatku babak belur di depan Jessica, dan meminta Jessica untuk mengusirku dari rumahnya. Awas saja kau Brendan, jangan harap aku akan membiarkanmu bisa kembali bersama Jessica!" batin pria itu sembari mengepalkan kedua tangannya erat-erat.
Di tengah rasa amarah yang membuncah, pandangan mata Morgan berhenti berputar saat menemukan seseorang yang wajahnya tidak asing dalam ingatannya. Seseorang yang membuatnya seketika bangkit dari posisi duduknya untuk menghampirinya di table seberang.
"Brielle, kamu ada di sini?" sapa Morgan menyapa seorang wanita yang dulu pernah mencium Brendan di bar yang sama.
Mendapat sapaan dari seseorang yang dikenalnya, membuat Brielle segera bangkit dari posisi duduknya dan meletakkan gelas kecil yang berisi alkohol di atas meja.
"Halo, Morgan. Ya, aku tadinya minum sama teman-temanku tapi sekarang mereka sudah pergi meninggalkan bar bersama kekasihnya masing-masing. Kamu juga ada di sini? Di mana temanmu yang tampan itu?" tanya Brielle sembari memeluk singkat tubuh Morgan dan mencium pipi kanan dan kirinya.
"Brendan maksud kamu?" tanya pria itu dengan kedua alis yang saling bertaut karena harus menyebut nama seseorang yang telah membuatnya emosional.
"Ya, siapa lagi kalau bukan polisi tampan satu itu!" jawab Brielle seraya terkekeh pelan dengan tatapan yang sungguh menggoda.
"Dia sedang pulang ke rumah istrinya. Kenapa kamu bertanya tentangnya, apa kamu menyukainya?"
"Wanita mana yang tidak menyukai pria seperti temanmu itu. Bahkan aku sangat-sangat menyukainya, dan sering memimpikan pria itu setiap malam."
Mendengar jawaban Brielle yang seperti itu, membuat sebuah ide muncul dalam pikiran Morgan yang lagi-lagi berencana untuk memisahkan Jessica dengan Brendan, karena ia merasa tidak rela jika harus melihat keduanya kembali bersama. Kali ini ia akan melancarkan aksinya dengan bantuan seorang wanita yang ada di hadapannya saat ini.
"Oh ya, karena kebetulan sekali bertemu denganmu di sini, aku jadi berinisiatif untuk menawarkan sesuatu padamu. Dan aku yakin penawaranku ini akan sangat menguntungkan kamu karena ini berhubungan dengan Brendan."
Sebelah alis Brielle terangkat naik mendengar ucapan Morgan. "Apa, Morgan? Cepatlah katakan, jangan buat aku penasaran!" tanyanya seketika merasa tidak sabar untuk mendengar apa yang akan Morgan tawarkan padanya mengenai Brendan.
Morgan menyeringai tipis melihat ketidaksabaran Brielle yang sepertinya tidak salah untuk ia pilih dan membantunya untuk menjalankan sebuah misi hanya demi bisa memiliki seorang Jessica yang telah membuatnya tergila-gila dan hilang akal sehat.
"Datanglah ke rumah istrinya dan akui dirimu adalah simpanan Brendan selama beberapa bulan terakhir ini." Morgan mengatakan hal itu dengan begitu mudahnya.
"What?! Apakah semudah itu istrinya akan percaya dengan perkataanku? Kalau dia minta bukti aku harus memberikan bukti apa? Dan bagaimana kalau si tuan tampan itu malah akan memenjarakanku karena telah memberikan informasi bohong pada istrinya?" tanya Brielle yang terdengar masuk akal karena menurutnya tidak mudah untuk menjebak seseorang tanpa bukti yang cukup akurat.
"Pertanyaan yang bagus, gadis pintar. Sekarang kamu ikut denganku ke apartemen, di sana aku akan memberikanmu bukti-bukti yang bisa kamu tunjukkan pada istrinya nanti, tapi itu butuh proses untuk menjadi sebuah bukti yang akurat dan aku sangat yakin dengan bukti itu Jessica akan langsung memutuskan untuk pergi jauh dari kehidupan suaminya dan kamu bisa memiliki Brendan sesuka hatimu. Bagaimana?" tanya Morgan yang terdengar begitu menggiurkan saat menawarkan sesuatu hal yang cukup menyenangkan hati Brielle.
"Kenapa tidak? Aku siap menunggu sampai kapanpun asalkan aku bisa memiliki si tuan tampan yang sangat membuatku penasaran itu," jawab Brielle tanpa pikir panjang dan langsung mengiyakan ajakan Morgan untuk pergi ke apartemen milik pria itu.
***
Setibanya di apartemen, Morgan langsung mengajak Brielle untuk masuk ke dalam kamarnya. Lalu ia mempersilahkan wanita itu untuk duduk di sofa yang berada di seberang ranjang.
“Kamu mau minum apa, Briel?” tanya Morgan yang coba berbasa-basi. Menawarkan minuman pada wanita yang sebenarnya sudah banyak minum di bar sebelum dirinya tiba menghampiri.
“Apa saja, Morgan. Air putih juga nggak masalah kok.”
“Ok, tunggu sebentar ya!” jawab Morgan dan bergegas melangkah menuju pantry untuk mengambil minuman yang berada di dalam lemari pendingin. Minuman yang selalu menemaninya di kala merasa sepi dan tengah sendirian.
Tanpa perlu membuang banyak waktu, Morgan kembali ke kamar dengan membawa dua botol minuman yang tutupnya sudah terbuka, lalu menyodorkannya pada wanita itu. “Ambil satu untukmu!” ucapnya menawarkan dan langsung diterima oleh Brielle.
“Thank you, Morgan!” jawab Brielle yang segera meminum minuman tersebut dari botolnya langsung.
Sambil menikmati minumannya, Brielle kembali mengajukan pertanyaan yang sampai detik ini masih belum dijawab oleh Morgan sejak mereka pergi meninggalkan bar. “Oh ya, kamu belum jawab pertanyaanku Morgan. Bukti apa yang harus aku tunjukkan nanti pada istri Brendan agar dia percaya kalau aku ini adalah simpanan suaminya? Aku sudah tidak sabar melihat bukti-bukti yang sepertinya kamu sangat yakin akan berhasil menghancurkan rumah tangga mereka?”
“Buktinya sekarang masih kurang kuat karena saat ini aku hanya menyimpan foto saat kamu sedang mencium Brendan di bar. Kalau buktinya hanya itu, Brendan masih bisa mengelak dan membuat Jessica akan percaya dengan penjelasannya. Jadi malam ini mari kita buat bukti yang baru untuk menghancurkan pernikahan mereka.” Ya, Morgan menyimpan foto saat Brielle mencium Brendan sewaktu di bar pada beberapa Minggu silam itu karena Brielle adalah wanita yang ia bayar untuk melakukan hal tersebut.
“Buat bukti? Maksud kamu apa sih? Please deh Morgan, nggak usah banyak basa-basi sama aku. Langsung to the point aja biar aku mengerti apa yang kamu bicarakan!” tanya Brielle yang sudah tidak sabar untuk segera mendapatkan bukti yang pria itu maksud.
“Malam ini kita akan berhubungan, jika biasanya kamu berhubungan dengan pria lain menggunakan pengaman, malam ini tidurlah denganku tanpa pengaman!”
Jawaban Morgan sungguh mengejutkan untuk Brielle, hingga wanita itu seketika terbatuk. Kedua matanya menajam saat menatap wajah Morgan yang berubah menyeramkan setelah mengatakan hal seperti itu.
“What? You crazy, Morgan! No, aku tidak mau karena selama ini aku tidak pernah berhubungan tanpa pengaman dengan pria mana pun.” Jelas saja Brielle menolak karena ia tidak ingin jika dirinya hamil akibat berhubungan tanpa pengaman.
“Tapi kita harus melakukan itu agar kamu hamil, Brielle. Jika kamu hamil, kamu bisa segera menemui Jessica dengan membawa hasil pemeriksaan dokter yang menyatakan bahwa kamu hamil, lalu kamu katakan padanya bahwa kamu hamil anak Brendan sambil menunjukkan foto ciuman kalian waktu di bar pada malam di mana aku membayarmu. Setidaknya foto itu untuk membuat Jessica yakin bahwa kamu dengan suaminya memang dekat. Tenang saja Briel, aku akan membayarmu dengan harga yang mahal untuk misi kali ini!” jawab Morgan sembari mengedikkan kedua bahunya secara bersamaan, berharap Brielle mau menjalani perannya dengan baik sesuai dengan apa yang akan ia putuskan.
“Lalu apakah Brendan akan mengakui kalau anak itu adalah anaknya? Tidak kan, Morgan?!” tanya Brielle yang tidak ingin bertindak nekat sampai membuatnya hamil jikalau usahanya untuk mendapatkan Brendan akan berakhir sia-sia.
Seketika Morgan coba memutar otak dengan cepat karena ternyata Brielle tidak semudah yang ia pikirkan untuk dibodohi walau sudah menjadikan cinta sebagai umpannya.
“Sial, ternyata dia bisa berpikir sejauh itu! Bagaimana caranya aku untuk bisa membodohinya ya? Ayo cepat berpikir, Morgan!!” batin pria itu yang bergumul dengan pergolakan batinnya sendiri di dalam hati sambal berpikir keras.
“Kamu tidak tahu selembut apa hati Jessica kan, Briel? Dan kamu juga belum mengenal baik seperti apa sosok Brendan yang siap menuruti apa saja keinginan istrinya termasuk untuk menikahimu sekalipun karena terpaksa. Tapi percayalah, Brendan terpaksa hanya di awal-awal saja karena aku yakin perlahan demi perlahan dia akan jatuh cinta dalam pesonamu,” jawab Morgan yang berusaha meyakinkan Brielle, walau dirinya sendiri tidak yakin akan hal yang dikatakannya.
“Maksudnya?” tanya Brielle yang masih belum mengerti dengan ucapan Morgan yang penuh teka-teki.
“Maksud aku adalah, jika kamu hamil dalam waktu dekat kamu bisa segera menemui Jessica dan mengatakan padanya bahwa kamu adalah wanita simpanan Brendan. Lalu kamu tunjukkan bukti kehamilanmu, kamu hanya perlu berakting dan menangis di hadapannya, kamu juga bisa bilang sama dia bahwa Brendan tega memutuskan hubungan kalian setelah mengetahui kamu mengandung anaknya. Pokoknya kamu cukup menunjukkan kesedihan dan kehancuranmu di hadapannya, maka dengan begitu Jessica akan meminta Brendan untuk bertanggung jawab, bahkan dia bisa saja meminta Brendan menikahimu hari itu juga karena Jessica adalah wanita yang berhati lembut dan pastinya dia akan mengalah demi seorang anak, karena selama menikah dengan Brendan lima tahun lamanya dia masih belum berhasil memberikan keturunan. Jadi walau Brendan tidak mau mengakui anak itu adalah anaknya dan akan terus mengelak, tapi dia tidak mungkin bisa menolak keinginan istrinya.”
Brielle coba mencerna kata demi kata yang terlontar dari mulut Morgan dengan baik, hingga ia paham dengan rencana yang pria itu susun sebegitu niatnya. Kali ini Brielle tidak memiliki alasan untuk menolak karena Morgan telah menjanjikan bayaran yang mahal untuknya, dan ia akan mendapat bonus tambahan, yaitu dapat memiliki kesempatan untuk bersama pria dingin yang terlanjur membuatnya jatuh cinta akan pesonanya.
“Tapi kalau boleh tahu, kenapa kamu harus melakukan semua ini untuk menghancurkan pernikahan Jessica dan Brendan? Apakah kamu tidak suka melihat kebahagiaan sahabatmu sendiri atau kamu menyukai istrinya dan menghalalkan segala cara untuk memisahkan keduanya agar kamu bisa memiliki Jessica?” tanya Brielle yang sangat penasaran akan tujuan Morgan yang sangat berkeinginan menghancurkan kebahagiaan pria yang telah menjadi sahabatnya selama bertahun-bertahun.
“Ya, semua yang kamu katakan tadi benar, Briel,” jawab Morgan yang memilih jujur pada wanita itu akan tujuan dari semua rencana gilanya karena lagi-lagi harus mengorbankan orang luar yang tidak bersalah.
Pertama ia telah menumbalkan Patrick untuk menjadi kambing hitam agar bisa memisahkan antara Jessica dengan Brendan, tapi ternyata apa yang Morgan lakukan kini berakhir sia-sia. Jadi mau tidak mau ia harus tega menumbalkan korban selanjutnya, yaitu Brielle. Walaupun Morgan tidak begitu yakin pada akhirnya Brielle akan mendapatkan Brendan seperti yang wanita itu harapkan, tapi satu yang pasti, Jessica pasti akan benar-benar menceraikan suaminya jika Brielle berhasil dibuat hamil olehnya.