Memanfaatkan Brielle

1172 Kata
Beberapa malam yang lalu Morgan dan Brielle menghabiskan malam bersama di atas ranjang demi sebuah misi. Kini malam itu sudah berlalu cukup lama, akan tetapi keduanya masih terus berusaha agar Brielle lekas hamil dan mengulang kejadian beberapa malam silam dengan harapan rencana mereka berhasil. “Morgan, ini sudah tiga Minggu kita mengulang kejadian malam ini, tapi kenapa aku masih tidak hamil juga?” tanya Brielle yang setiap hari berharap dirinya lekas hamil agar bisa terbebas dari kukungan Morgan yang sudah tiga Minggu ini memintanya untuk tinggal di apartemen milik pria itu, dan selalu memaksa Brielle untuk selalu mau diajak berhubungan dengan alasan yang sama, yaitu agar keduanya bisa segera menghancurkan pernikahan Jessica dan Brendan. “Ya sabar dong, Briel. Kamu pikir proses untuk hamil itu gampang? Semuanya butuh usaha, seperti yang kita lakukan selama tiga Minggu ini. Aku juga maunya cepat, biar kita bisa secepatnya memisahkan Jessica dengan Brendan!” jawab Morgan yang terdengar ketus. “Mending besok kita pergi ke dokter kandungan deh buat tanya soal ini, supaya kita bisa tahu seputaran tentang proses kehamilan. Sumpah Morgan, aku tuh gerah banget ditahan lama-lama di sini. Aku rindu kebebasan, dan aku pengen bisa kumpul sama temen-temen aku lagi! Aku bosan karena terkurung di sini!” protes Brielle yang mulai jengah dengan hari-hari yang wanita itu lalui selama tiga Minggu di apartemen ini. “Aku bukan tipe pria yang suka berhubungan dengan wanita yang tidak bersih, jadi di sini adalah tempat yang aman agar kamu tidak bebas berhubungan dengan pria yang belum tentu sehat!” titah Morgan yang memang memiliki ketentuan dan sangat selektif saat akan meniduri wanita yang hendak menemaninya. Kedua alis Brielle saling bertaut mendengar penuturan Morgan yang sungguh menyinggungnya. “Terus kamu kira aku akan berhubungan dengan pria yang ada di luar sana jika kamu membiarkan aku bebas seperti biasanya?” tanya wanita itu sembari menyugar rambutnya dengan kasar. “Tidak ada yang menutupi kemungkinan karena kamu bukan wanita baik-baik dan sudah jelas bersih seperti Jessica yang hanya berhubungan dengan satu pria sepanjang hidupnya!” Morgan pun ikut merasa jengah dengan sikap Brielle yang keras kepala dan selalu melontarkan protes kepadanya. Pria itu paling tidak suka dibantah karena ia tidak ingin meniduri wanita yang juga berhubungan dengan banyak pria di luar sana. Setidaknya Morgan akan tetap menahan Brielle di apartemennya sampai wanita itu dinyatakan hamil agar tidak ada keraguan saat ia harus menyentuh Brielle demi tercapainya satu tujuan. Mendengar dirinya dibanding-bandingkan dengan wanita lain, membuat Brielle kesal hingga wanita itu segera melangkah maju dan memukul d**a bidang Morgan yang masih belum mengenakan sehelai pakaian pun. “Jaga ucapan kamu, Morgan! Jangan pernah membanding-bandingkan aku dengan Jessica, karena aku tidak suka dibanding-bandingkan dengan wanita mana pun! Aku ya aku, dia ya dia! Tolong jadi manusia yang tahu diri karena aku sudah melakukan apa yang kamu minta demi terwujudnya obsesi kamu untuk bisa memiliki wanita itu!” ucap Brielle dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya sambil terus mengarahkan pukulan demi pukulan tepat mengenai permukaan d**a bidang yang ada di hadapannya. Morgan yang selama ini tidak pernah diperlakukan kasar oleh wanita mana pun, lebih tepatnya tidak ada wanita yang berani bersikap kurang ajar padanya, tentu saja sikap berani Brielle kali ini membuat pria itu marah dan langsung mencengkram erat kedua tangan Brielle yang telah berani memukul dadanya. “Kamu tidak perlu mengajariku tentang bersikap, Briel! Harusnya kamu yang tahu diri karena aku memintamu melakukan semua hal ini tidak gratis, aku membayar mahal untuk semua ini! Bahkan kebebasanmu sudah aku bayar, jadi jangan macam-macam dan bersikap kurang ajar pada tuanmu ini yang bisa kapan saja mematahkan kedua tanganmu yang lemah!” ancam Morgan dengan suara bariton yang terdengar berat dan sorot mata yang seketika berhasil menciutkan nyali Brielle yang selama ini tidak pernah takut dengan siapapun. Brielle meringis kesakitan saat tangannya dipelintir oleh Morgan, membuatnya menjerit dengan tatapan penuh permohonan dan ampuan. “Aww, sakit Morgan! Tolong lepaskan aku. Aku minta maaf!” Wanita itu berusaha mengalah dan menurunkan egonya di hadapan Morgan agar tangannya segera dilepaskan. “Berjanji dulu, kalau kamu tidak akan protes apa pun lagi sampai rencana kita berhasil dan terima saja bagaimana pun nasibmu di tanganku. Mengerti?!” titah Morgan yang tidak memakai perasaannya saat berhadapan dengan Brielle, hingga ia tega menyakiti wanita itu tanpa ampun sebelum Brielle menuruti keinginannya. “Aku janji, aku akan menurut dengan apa pun yang kamu katakan. Aku mohon lepaskan tanganku, Morgan…” rintih Brielle dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca akibat tak mampu menahan rasa sakit itu. Morgan tersenyum penuh kemenangan mendengar perkataan Brielle, dan ia pun langsung melepaskan cengkramannya dengan sedikit kasar saat menghempaskan kedua tangan Brielle hingga tubuh wanita itu mundur beberapa langkah ke belakang. "Kamu harus ingat selalu dan bila perlu tanamkan dalam benakmu, Briel, kalau aku paling tidak suka dibantah! Jadilah gadis penurut jika kamu ingin aku memperlakukanmu dengan baik!" ucap Morgan sembari mengarahkan tegas jari telunjuknya ke arah Brielle yang tampak bergetar ketakutan. Dengan susah payah Brielle menganggukkan kepala dan menjawab perkataan pria itu walau dengan bibir yang bergetar. "I-iya, a-aku akan mengingatnya." Morgan pun segera berlalu menuju bathroom tanpa menghiraukan jawaban Brielle dengan perasaan yang masih kesal akibat terlalu sering diprotes karena wanita tidak sabaran itu tak kunjung hamil. Sementara diam-diam Brielle meneteskan air mata akibat rasa takut yang melingkupi pikirannya. Entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa bahwa dirinya tidak berada dalam zona aman karena ia baru saja mengetahui sifat asli Morgan. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, kini Brielle merasa menyesal atas keputusan yang telah ia buat untuk berurusan dengan seorang Morgan, pria yang dianggapnya tempramental. Namun, wanita itu tidak tahu harus melakukan apa untuk membatalkan kerjasama di antara mereka. "Sekarang saja Morgan sudah berani membuatku ketakutan seperti ini, padahal aku sudah bersedia untuk membantunya demi mencapai tujuannya. Bagaimana kalau pada akhirnya aku tidak bisa hamil seperti yang dia harapkan? Oh my God, dia pasti akan lebih berbuat kasar dari ini. Sekarang aku harus apa? Tidak mungkin aku diam saja dan menjemput ajalku di sini? Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa yang bisa aku lakukan untuk bisa keluar dari tempat ini?" batin Brielle yang tidak dapat berpikir secara jernih dan percaya diri seperti biasanya. Wanita itu sudah merasa frustasi di awal dan menganggap dirinya tidak mungkin bisa hamil seperti yang mereka harapkan. Di saat merasa ketakutan seperti ini, tiba-tiba saja Brielle teringat dengan sosok sang kakak yang selama ini berusaha untuk melindunginya agar tidak ada yang berani menyakitinya. Namun, dengan teganya Brielle telah pergi meninggalkan Alice hanya demi sebuah kebebasan seperti teman-temannya. Kini yang tersisa hanyalah sebuah penyesalan dalam pikiran Brielle, ia menyesal telah pergi dengan keputusan yang salah. "Alice, aku butuh kamu… Bisakah kamu datang dan menolongku seperti biasanya walau aku sudah pergi dan membuatmu sakit hati? Aku takut, Alice… Aku merasa terancam di sini. Aku takut dengan Morgan, dia tidak sebaik yang aku pikir… Tolong aku, Alice. Tolong selamatkan aku…" batin Brielle yang hanya mampu menjerit dalam hati, meminta pertolongan pada satu-satunya keluarga yang ia miliki di dunia ini dan telah ia sia-siakan, seakan dirinya tidak membutuhkan sang kakak saat dirinya sudah beranjak dewasa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN