Hilangnya Brielle

1185 Kata
Hubungan Brendan dan Jessica bisa dikatakan kini mereka baik-baik saja, rumah tangga keduanya semakin terasa harmonis setelah keduanya kembali bersama dan melupakan semua yang pernah terjadi. Ya, mampu berdamai dengan keadaan adalah kuncinya menuju kebahagian jika hati sudah mengikhlaskan dan memaafkan setiap masalah yang datang menghampiri. Keduanya semakin hari semakin bahagia dengan apa yang mereka jalani saat ini, terlebih kini Brendan sudah resmi mundur dari satuan SWAT demi pernikahannya bersama Jessica. Dan tentu saja wanita itu teramat bahagia karena akhirnya Brendan mau mengabulkan harapannya agar berhenti bekerja yang hanya akan membuat Jessica khawatir setiap saat jika suaminya sedang melakukan tugas. Seperti yang terjadi saat ini, Jessica dan Brendan tampak tengah bekerja sama mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan launching restaurant pertama milik mereka yang akan menjadi usaha bersama setelah sama-sama memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan sebelumnya. Ya, Jessica tidak ingin egois setelah apa yang Brendan lakukan demi mewujudkan impiannya, ia pun melakukan hal yang sama. Namun, wanita itu sudah memiliki rencana akan membuka praktek di rumah kediaman Gwen karena sesungguhnya ia masih ingin membantu banyak orang dengan mengobati orang sakit seperti yang selama beberapa tahun ini Jessica kerjakan. “Sayang, kamu yakin menu promo untuk launching ini saja?” tanya Brendan sembari melirik ke arah Jessica yang sedang berkutat dengan laptop masing-masing. “Yakin dong sayang, karena menurut aku ini adalah menu yang nantinya akan menjadi favorit semua pelanggan di restaurant kita jika mereka diberi kesempatan untuk mencicipi secara gratis saat acara launching nanti. Dessert buatan Reynold itu enak banget dan bentuknya akan membuat orang lain takjub dengan kreativitas chef satu ini. Bagaimana kalau menurut kamu?” jawab Jessica dengan sangat yakin akan mahakarya chef Reynold yang telah dikontrak untuk bekerja di restaurant milik mereka. “Apa yang menurut kamu itu baik dan yakin akan disukai banyak orang, aku menurut saja.” “Thank you, honey!” ucap Jessica menatap ke arah Brendan dengan penuh cinta akan sosok suami yang begitu sempurna seperti Brendan, yang selalu menuruti keinginannya dan merasa yakin bahwa apa pun yang ia putuskan itu adalah benar. *** Sementara di tempat yang berbeda, tepatnya di sebuah rumah sederhana kediaman Alice yang merupakan kakak dari Brielle. Belakangan ini Alice selalu merasa cemas, perasaannya sangat tidak enak dengan pikiran yang terus tertuju pada Brielle yang telah memutuskan pergi meninggalkan rumah dan membuatnya terluka atas sikap adik kesayangannya yang selama ini ia hidupi dengan perjuangan dan kerja keras. Beberapa hari terakhir Alice merasa gelisah tak karuan, bahkan wanita berparas cantik dan berprofesi sebagai bariste di salah satu club ternama di kota Los Angeles itu selalu tak dapat tidur dengan tenang. Dan malam ini adalah puncaknya, malam di mana Alice memutuskan untuk meminta izin pada atasannya untuk tidak masuk kerja untuk mencari tahu kabar Brielle yang sengaja memblokir kontak dan semua akun sosial medianya karena merasa marah dan tak membutuhkan sosok Alice lagi. “Semoga Brielle malam ini ada di bar tempat biasa dia kumpul sama teman-temannya. Aku berharap dia baik-baik saja karena aku hanya ingin memastikan bahwa dia dalam keadaan baik, tidak seperti yang aku cemaskan beberapa hari ini,” batin Alice yang bergumam dalam hati dengan langkah panjang saat hendak menuju motor miliknya yang terparkir di halaman rumah. Motor tersebut adalah satu-satunya kendaraan miliknya yang selalu menemani Alice ke mana pun pergi. Tak butuh waktu lama dengan kecepatan tinggi saat mengendarai motornya, Alice tiba di bar tempat ia sering mencari sang adik di sana. Salah satu tempat yang menjadi lokasi Brielle berkumpul dengan teman-temannya. Bahkan di bar itu juga Alice pernah menjemput sang adik saat dihubungi oleh Brendan. "Brielle, aku datang ke sini bukan untuk memaksamu pulang. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja setelah pergi dari rumah tanpa pantauanku. Walau kamu adalah orang yang sangat keras kepala, tapi mau bagaimanapun kamu tetap adalah adikku, satu-satunya keluarga yang aku miliki setelah kita kehilangan mama dan papa. Apalagi aku sudah berjanji pada mereka untuk menjagamu dan melindungimu dari berbagai macam bahaya di luar sana," batin Alice yang bergumam di kedalaman hatinya sambil melangkah memasuki bar. Setibanya di dalam bar, wanita itu langsung mengedarkan pandangannya ke segala penjuru sambil terus melangkah perlahan demi perlahan, dan fokus mencari sosok yang ingin ia ketahui kabarnya setelah menghilang. Namun, sudah lima belas menit Alice berkeliling mencari keberadaan Brielle tetapi tak kunjung ditemukan, membuat wanita itu mendesah kasar sembari menyapu keringat yang entah mengapa bisa membasahi permukaan dahinya walau kini Alice berada di dalam ruangan yang terbilang cukup dingin. "Apa mungkin Brielle tidak datang ke bar malam ini?" batin Alice bertanya pada dirinya sendiri. "Brielle, aku sangat merindukanmu. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabarmu selama ini? Di mana sebenarnya kamu tinggal setelah pergi dari rumah? Kenapa kamu tidak pernah berniat untuk mendatangi kakakmu ini? Apakah sebenci itu kamu sama aku, sampai kamu benar-benar tega memblokir segala akses komunikasi kita?" Alice begitu sedih karena gagal menemukan sang adik kesayangannya di tempat ini, sementara perasaannya masih berkecamuk tak karuan yang seakan menandakan bahwa Brielle saat ini tidak sedang baik-baik saja. Alice memutuskan untuk tidak langsung pulang, ia memilih untuk menunggu di bar karena masih berharap Brielle akan datang ke tempat itu saat hari semakin larut. Namun, setelah dua jam menunggu dengan gelisah, Alice melihat tiga orang gadis cantik baru saja memasuki bar tersebut. "Itukan Jen, Nella, dan Lisa. Tapi kenapa mereka tidak bersama Brielle ya?" batin Alice yang bertanya-tanya. Melihat kedatangan mereka membuat Alice pun segera bangkit dari posisi duduknya dan melangkah menghampiri tiga orang gadis itu. "Hei, kalian. Tunggu!" titah Alice menghentikan langkah ketiganya. Jen, Nella, dan Lisa pun kompak menoleh ke belakang bersama-sama. Melihat ke arah seseorang yang baru saja memanggil ketiganya. "Ya, Alice. Ada apa kamu datang ke bar ini? Apakah kamu tidak bekerja?" tanya Jen yang mengenal sosok Alice, kakak dari sahabatnya yang tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar. "Aku sengaja izin kerja karena ingin bertemu Brielle di sini. Oh ya, di mana Briel? Kenapa dia tidak bersama kalian?" tanya Alice dengan tersenyum ramah menyapa ketiga sahabat adiknya. Sahabat yang membuat Brielle berubah dan haus akan kebebasan seperti teman-temannya. "Justru itu Alice, aku tidak tahu ke mana perginya Brielle. Sudah tiga Minggu ini dia lost contact sama kita bertiga, bahkan semua akun sosial medianya tidak ada yang aktif satupun. Padahal terakhir aku, Jen, Nella, dan Brielle kumpul di sini, terus kita pamit pergi duluan karena ada urusan sama pacar masing-masing sementara Briel tetap ingin tinggal di sini sendirian. Setelah dia menghilang tanpa kabar dua hari, kita datang lagi ke sini dan tanya-tanya sama bartender yang biasa melayani kita berempat. Terus bartender itu bilang kalau pada malam itu Brielle pergi dari bar bersama pria yang namanya Morgan. Sementara kita nggak tahu siapa Morgan karena Briel nggak pernah cerita tentang pria itu dan kita berpikir mungkin Briel dan Morgan baru bertemu pada malam itu, lalu mereka pergi berkencan sampai lupa jalan pulang," jawab Jen menjelaskan pada Alice yang seketika terlihat kian panik. Beberapa kali Alice menggelengkan kepala, berusaha menolak percaya dengan penjelasan Jen. Tiga Minggu bukanlah waktu yang sebentar dan Brielle menghilang dari teman-temannya selama itu tanpa kabar. Tentu saja kabar itu membuat Alice semakin panik karena ternyata dugaannya selama beberapa terakhir ini benar bahwa adiknya berada dalam bahaya. "Ya Tuhan, Briel…"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN