“Bagaimana, Tuan Morgan, aku boleh kan bertemu dengan Brielle? Jujur aku sangat merindukan dia karena merasa sudah lama tidak bertemu sejak Briel pergi meninggalkan rumah.” Alice Kembali bertanya setelah Morgan lagi-lagi terdiam saat tengah berhadapan dengannya.
Tentu saja hal itu dirasakan jelas oleh Alice yang semakin berpikir bahwa ada sesuatu yang coba Morgan sembunyikan darinya, dan hal itu juga semakin meyakinkan Alice bahwa apa yang Chiko katakan itu benar tentang siapa Morgan yang pandai bermain sandiwara, hingga menipu banyak orang yang diajaknya bicara.
“Ya, tentu boleh. Silahkan masuk, mungkin kamu bisa menunggu sebentar karena aku akan segera membangunkan Brielle yang sebenarnya sudah tertidur sejak satu jam yang lalu,” jawab Morgan yang semakin merasa terdesak dengan permintaan Alice.
“Wow, Brielle benar-benar banyak berubah banyak sejak bertemu kamu ya, Tuan. Biasanya dia itu gadis yang keras kepala jika disuruh tidur cepat, makanya dia kuat nongkrong di bar sampai pagi. Bahkan aku dengar dari sahabat-sahabatnya bahwa Briel sudah tidak pernah datang ke bar lagi sejak pergi bersamamu pada malam itu,” ucap Alice yang berbasa-basi sekaligus memancing Morgan yang terlalu banyak berdusta di hadapannya, karena Alice lebih mengenal seperti apa adiknya yang mengalami insomnia dan baru bisa tidur saat waktu menunjukkan pukul 05.00 pagi.
“Ya, bagus kan dia berubah menjadi lebih baik, setidaknya dia sudah berkurang mengkonsumsi alkohol sejak menjalin hubungan denganku. Mari silahkan masuk calon kakak ipar, kamu pasti pegal kan terlalu lama berdiri di sana.” Morgan pun kembali mempersilahkan Alice untuk masuk dan menunggu di ruang tamu karena ia harus berkompromi dengan Brielle yang sebenarnya belum tidur.
“Ah, terima kasih, Tuan Morgan.” Tanpa sungkan Alice pun segera melangkahkan kedua kakinya untuk memasuki apartemen Morgan yang memang sangat mewah dengan desain yang sangat memanjakan mata Alice saat ini.
“Kamu tunggu di sini sebentar ya, aku mau ke kamar dulu untuk membangunkan Brielle dan memberitahunya kalau kamu datang untuk bertemu dengannya,” titah Morgan setelah mengantarkan wanita itu tiba di ruang tamu utama yang dekat dari pintu masuk dan memintanya untuk duduk di sana.
“Ok, Morgan. Aku akan menunggu kalian di sini.”
Morgan hanya tersenyum menanggapi perkataan Alice yang terlihat mulai ramah kepadanya tanpa tahu apa isi hati wanita itu. Kemudian ia pun melangkah pergi meninggalkan ruang tamu menuju kamar utama yang ditempatinya bersama Brielle.
Setibanya di kamar, Morgan langsung menghampiri Brielle yang tengah bersantai di atas ranjang sembari menonton film yang diperankan oleh artis favoritnya. Melihat kedatangan Morgan setelah menemui tamu yang malam-malam datang ke apartemen pria itu, Brielle pun menatap Morgan dengan penuh tanda tanya akan ekspresi yang pria itu tampilkan saat ini.
“Siapa yang tadi tekan bell?” tanya Brielle setelah mengunyah popcorn yang semula memenuhi mulutnya.
“Alice, kakak kamu! Hei, kenapa kamu tidak pernah memberitahuku kalau kamu punya kakak?” jawab Morgan yang mengakhiri kalimatnya dengan sorot mata yang menunjukkan kekesalannya.
Brielle sangat terkejut mendengar jawaban Morgan, ia tak menyangka kakaknya benar-benar mendengar permohonan yang beberapa hari lalu terucap dalam hati, dan kini Alice mendatangi apartemen di mana ia berada setelah tiga Minggu lamanya.
“Kamu serius yang datang kakak aku? Terus di mana Alice sekarang?” tanya Brielle yang sangat ingin bertemu dengan sang kakak, walau ia tidak berani mengatakan akan kejadian beberapa hari lalu, di mana Morgan bersikap kasar padanya dan memilin tangannya hingga membutuhkan penanganan dari dokter.
“Seriuslah, ngapain aku bohong soal ini. Jawab dulu pertanyaanku, kenapa kamu tidak memberitahuku soal Alice sebelum kita berhubungan? Dan darimana dia tahu bahwa kamu tinggal di sini bersamaku? Apakah kamu mengatakan tentang semua ini pada salah satu sahabatmu sampai dia tahu alamatku?” tanya Morgan yang mulai mencurigai bahwa Brielle diam-diam menghubungi salah satu temannya dan kemudian menyampaikan kabar itu pada Alice.
“Sumpah aku nggak pernah hubungi siapapun setelah kamu memintaku untuk meninggalkan dunia luar demi misi kita. Aku juga sudah menuruti keinginan kamu untuk mengganti nomorku dan jangan main sosmed lagi, kalau kamu nggak percaya coba aja kamu cek ponselku!” jawab Brielle yang tidak suka dituduh karena ia tidak melakukan hal yang Morgan curigai.
Lalu wanita itu pun segera meraih ponselnya dari atas nakas dan menyerahkannya kepada Morgan agar pria itu mengecek kebenaran akan perkataannya.
Dan benar saja, Morgan yang tidak ingin percaya begitu saja dengan perkataan Brielle, ia pun segera memeriksa ponsel wanita itu dengan seksama, akan tetapi ia tidak menemukan satupun hal yang dicurigai olehnya karena memang Brielle tidak main-main dengan janjinya selama menjalin kerjasama dengan Morgan.
“Benar kan yang aku bilang kalau aku tuh nggak pernah ingkar dengan perkataanku! Terus sekarang di mana Alice, aku boleh kan menemuinya?” tanya Brielle setelah Morgan selesai mengecek ponselnya dan mengembalikan ponsel tersebut pada sang pemiliknya.
“Jangan dulu karena aku belum selesai bicara denganmu.”
“Apa lagi yang mau kamu bicarakan, Morgan? Apakah kamu ingin tahu alasan kenapa aku tidak memberitahu kamu soal aku punya kakak? Itu karena hubunganku dengan Alice tidak pernah baik dan sudah berapa bulan ini aku pergi dari rumah, meninggalkan Alice di sana sendiri, karena Alice terus memaksaku untuk mengakui siapa orang yang telah membayarku untuk berbuat hal kurang ajar kepada Brendan di bar pada malam itu? Tentu saja aku tidak suka karena terus dicerca dengan pertanyaan seperti itu berulang-ulang, makanya aku memutuskan untuk pergi dari rumah. Awalnya aku berpikir tidak akan mau berurusan dengannya lagi dan tidak akan pernah menganggap bahwa selama ini aku punya kakak, makanya aku tidak pernah membahas tentang Alice pada siapapun, kecuali pada teman-temanku yang sudah kenal dengan Alice. Dan sekarang aku berpikir bahwa apa yang aku lakukan kemarin itu salah, tidak seharusnya aku bersikap kurang ajar seperti waktu itu pada kakak yang sudah mati-matian selama bertahun-tahun ini untuk menghidupiku dan membiayaiku setelah kedua orang tua kami meninggal dunia. Jadi sekarang aku sangat ingin bertemu dengan Alice dan meminta maaf atas salahku saat ini.”
Perkataan Brielle membuat Morgan tersadar betapa jujurnya wanita itu dalam memegang sebuah janji. Membuat semua rasa curiga lenyap begitu saja.
"Sebelumnya makasih banget karena kamu sudah menepati perkataanmu untuk tidak mengatakan pada siapapun tentang kejadian waktu di bar. Tapi sekarang aku akan meminta hal yang sama padamu, untuk tidak mengatakan tentang misi kita pada siapapun, termasuk pada Alice sekalipun dia adalah kakak kamu. Ini misi kita berdua, Briel, demi kebahagiaan kita di masa depan. Jadi please, jaga rahasia ini baik-baik dan jangan biarkan orang lain mengetahui apa yang terjadi di antara kita selama ini." Morgan mengatakan semua itu sembari menangkup kedua sisi wajah Brielle dengan penuh kelembutan, bahkan ia mengusap kedua pipi wanita itu secara halus, seakan sentuhannya mampu menyentuh hati Brielle.
"Ternyata Morgan tidak seburuk yang aku kira, buktinya setelah kejadian kemarin dia kembali bersikap lembut dan mau meminta maaf. Sekarang dia mengatakan terima kasih padaku. Sepertinya tidak ada salahnya aku tetap menjalani ini semua karena dia pun mau mengabulkan segala permintaanku atas apa yang aku lakukan saat ini," batin Brielle yang awalnya akan meminta bantuan Alice untuk membawanya keluar dari apartemen ini, tapi setelah melihat sikap Morgan yang belakangan ini lembut membuatnya luluh dengan sendirinya dan melupakan niat awal yang telah terbesit.
"Kamu tenang saja, aku tidak sebrengsek itu untuk melanggar perjanjian kita. Kamu bisa pegang perkataanku Morgan, aku akan membantumu untuk mendapatkan Jessica sampai aku benar-benar hamil. Tidak ada alasan untuk aku mengkhianatimu karena kamu mau memberikan semua yang aku inginkan dan memenuhi segala kebutuhanku," jawab Brielle tulus dari hati, membuat Morgan tersentuh dengan kebaikan Brielle walau wanita itu mau melakukan semuanya hanya karena uang.
Morgan tersenyum lega mendengar perkataan Brielle, ia pun segera menurunkan tangannya dari kedua sisi wajah wanita itu dan langsung merengkuh tubuh Brielle, memeluknya erat-erat untuk meluapkan rasa bahagianya.
"Aku sangat percaya padamu, Briel. Kamu adalah wanita pertama yang paling jujur, yang pernah aku temui di dunia ini. Aku bersyukur bisa dipertemukan partner sejujur kamu. Terima kasih untuk segala kerja kerasmu, Briel."
Brielle mengulas senyuman manis dari kedua sudut bibirnya ketika mendengar ungkapan Morgan yang diyakininya tulus dari hati. Ia pun membalas pelukan Morgan yang sampai saat ini masih mendekapnya erat-erat.
"Terima kasih juga karena kamu sudah mempercayaiku. Oh ya, apa yang harus aku katakan pada Alice, karena kamu pasti sudah mengatakan banyak hal pada kakakku yang super bawel itu kan?" tanya Brielle yang berusaha menyinkronkan keadaan agar semua yang sudah Morgan katakan pada Alice terdengar nyata tanpa rekayasa.
Morgan mulai mengurai pelukannya dengan perlahan, lalu ia pun langsung menjelaskan tentang semua yang telah ia katakan pada Alice.
Setelah mendengar semuanya dengan seksama, Brielle pun mengerti dan siap bertemu dengan Alice yang telah menunggunya di luar.
"Ok, aku akan mengatakan semuanya pada Alice. Sekarang aku keluar ya. Wajahku sudah terlihat berantakan kan? Maksudku seperti wajah baru bangun tidur?" tanya Brielle yang sedikit mengacak rambutnya agar terlihat benar-benar baru bangun tidur.
"Mau tidur atau baru bangun tidur wajahmu sama aja kok, nggak ada bedanya karena sama-sama cantik," jawab Morgan apa adanya membuat Brielle semakin mengembangkan senyumannya.
"Apakah yang baru aku dengar tadi adalah sebuah pujian?" goda Brielle tersenyum malu.
"Kamu pasti sering mendengar pujian selain dariku, Brielle. Tapi tidak apa-apa, anggap saja bahwa tadi adalah pujian dariku apa adanya karena apa yang aku katakan tadi sebuah kenyataan." Morgan menjawabnya sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali karena merasa gugup menghadapi situasi saat ini.
Lalu Brielle pun hanya menjawab dengan anggukan kepala dan senyuman yang masih tercetak jelas menandakan betapa bahagianya ia mendapatkan pujian dari seorang Morgan. Kemudian ia bersiap untuk melangkah keluar dari kamar.
"Aku harus menemui Alice dan meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja bersama Morgan karena dia memang tidak mungkin menyakitiku setelah memberikan banyak harapan untukku," batin Brielle memutuskan.