Sebuah Penyesalan

3061 Kata
Setelah menyelesaikan pekerjaannya hari ini, Brendan bergegas untuk menghubungi Morgan karena Charlie telah memberinya kabar tentang konferensi pers yang diadakan oleh Jessica siang tadi. Namun, panggilan Brendan sama sekali tak dijawab oleh Morgan, membuat pria itu mengumpat kesal dan mengacak rambutnya dengan kasar. "Kenapa dia tidak mau menjawab panggilan dariku? Apakah Morgan tidak berani menjawab karena takut aku akan memintanya untuk menjauhi Jessica? Ah, sial! Dia pasti sudah bisa menebak pikiranku saat ini!" umpat Brendan yang kesal seraya meremas ponselnya. Pria itu terus mencari cara untuk bisa menemukan keberadaan Morgan saat ini, ia tak ingin berpasrah diri begitu saja dan membiarkan Jessica jatuh ke dalam pelukan Morgan yang jauh dari kata baik. "Jika dia tidak berani menjawab panggilanku, itu artinya aku harus mencarinya sampai ketemu!" gumam Brendan memutuskan, karena ia merasa harus meminta penjelasan pada Morgan yang mengetahui masalah ini dan memberikan kesaksian di acara konferensi pers, tapi tidak memberitahunya sejak awal agar Brendan tidak tenggelam dalam kesalahpahaman hingga membuatnya berpikir untuk pergi jauh dari kehidupan Jessica. Ya, Brendan sangat kecewa dengan sikap Morgan yang selama ini menjadi tempatnya untuk berbagi cerita tentang setiap masalah yang dihadapinya, Brendan pun begitu percaya pada sosok Morgan, sahabatnya. Namun, ia tak menyangka Morgan bisa merencanakan hal ini entah untuk apa dengan menyembunyikan suatu kebenaran darinya. "Aku nggak habis pikir sama Morgan, bisa-bisanya dia tidak mengatakan apa pun tentang pelecehan yang Patrick lakukan pada istriku! Kenapa dia malah sengaja memancingku untuk pergi meninggalkan Jessica? Kenapa dia bukannya mencegah dan menjelaskan apa yang dia ketahui tentang kejadian pada malam itu?! b******k kau Morgan! Aku tahu ada sesuatu hal yang sengaja kau rencanakan di belakangku dari kejadian kemarin!" Amarah Brendan kian meletup-letup memenuhi isi pikirannya yang tengah ditutupi oleh rasa kecewa pada orang yang paling dipercayanya selama ini. Setelah menaiki mobilnya, Brendan segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang karena jalanan saat ini cukup padat. Tempat pertama yang akan ditujunya adalah apartemen Morgan, berharap pria yang dicarinya berada di sana. Namun, baru tiga kilometer mobil itu meninggalkan pelataran kantor satuan SWAT, Brendan harus disuguhkan jalanan macet yang membuat kendaraannya terpaksa berhenti sesaat sampai macet itu terurai dengan sendirinya. Pria itu tampak kesal sembari memukul-mukul setir yang tidak bersalah berulang kali. Brendan sudah berusaha untuk menenangkan pikirannya agar tidak kalut, akan tetapi selalu gagal karena rasa takut yang mampu mengalahkannya. Hingga rasa takut itu membuat Brendan akhirnya meraih benda pipih yang berada di kursi jok samping kemudi untuk menghubungi Jessica. "Sepertinya aku harus memberitahu Jessica tentang siapa Morgan yang sebenarnya, agar dia bisa menjaga dirinya sendiri dan membatasi dengan siapa saja pria yang mencoba untuk mendekatinya!" batin Brendan dan bergegas menghubungi Jessica sebelum semuanya terlambat, karena ia tahu betul seperti apa sifat seorang Morgan jika sudah menginginkan sesuatu. Pria itu tidak memandang bulu siapa wanita yang didekatinya, sekalipun istri dari sahabatnya sendiri. Mengenal Morgan lebih dari empat tahun membuat Brendan sangat mengenal sosok pria itu dengan baik. Morgan merupakan seorang Casanova yang suka bergonta-ganti wanita untuk menemani setiap malamnya. Bahkan ketika Morgan sudah memiliki kekasih untuk diajak seriusl sampai menikah pun, diam-diam pria itu masih sering mengundang wanita panggilan untuk menghabiskan malam bersamanya saat sang kekasih sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dengan memori yang melayang ke belakang mengingat tentang sifat Morgan yang jauh dari kata baik untuk wanita seperti Jessica, ia tetap berusaha untuk menghubungi wanita yang sampai saat ini masih berstatus sebagai istrinya, tetapi Jessica tidak menjawab panggilan dari Brendan membuat pria itu semakin merasa cemas dan gelisah. "Apa Jessica sudah tidak mau menjawab panggilan dariku lagi, makanya aku telepon dari tadi tapi tidak dijawab? Ya ampun Jessy, tolong angkat sekali saja, hanya sebentar karena aku ingin menyampaikan sesuatu yang penting padamu, Jessy!" pinta Brendan yang berharap dari sekian banyak panggilannya, salah satunya dijawab oleh Jessica. Namun, harapan Brendan harus pupus karena Jessica benar-benar tidak mau menjawab panggilan darinya, hingga ponsel pria itu kehabisan daya dan mati. Melihat mesin waktu yang melingkar di pergelangan tangannya yang menunjukkan waktu saat ini sudah pukul 8 malam, akhirnya Brendan memutarbalikkan kendaraannya untuk menuju rumah Gwen dan menemui Jessica di sana sebelum dirinya mencari keberadaan Morgan yang entah ada di mana. Setibanya di kediaman Gwen, Brendan bergegas keluar meninggalkan kendaraannya di depan gerbang karena tengah terburu-buru hingga tidak sempat untuk memarkirkan mobilnya ke dalam. Akan tetapi seketika langkah kakinya terhenti saat kedua matanya melihat ada mobil milik Morgan yang terparkir di dalam sana. "Morgan? Sedang apa dia di sini?" tanya Brendan dengan pikiran yang semakin meracau ke mana-mana karena ia harus menemukan mobil Morgan terparkir di rumah yang saat ini ditempati oleh istrinya. Brendan pun bergegas melangkah dengan tergesa dan langsung masuk ke dalam rumah milik Gwen tanpa mengetuk pintu. Pria itu mencari keberadaan Morgan dan Jessica yang entah saat ini ada di mana dan sedang apa. Hingga langkah kaki pria itu terhenti di ruang makan dan menemukan keduanya sedang menikmati hidangan makan malam dengan canda dan tawa yang terlihat begitu bahagia di raut wajah Jessica. Brendan berdehem keras dan seketika membuat keduanya menoleh ke arahnya. Jessica sungguh terkejut mendapati sosok pria yang telah membuatnya kecewa berulang kali tapi hatinya masih tetap mencintai Brendan. Wanita itu segera bangkit dari duduknya dengan kedua alis yang saling bertaut dan dahi yang mengernyit. "Brendy…" panggil Jessica dengan suara yang terdengar lirih saat menyebut nama kesayangan untuk Brendan. "Apa yang kamu lakukan di sini, Jessy?" tanya Brendan tanpa berbasa-basi dengan rahang yang tampak mengeras. "Ini rumah Mommy Gwen, jadi tidak masalah kan kalau aku pulang dan tinggal di sini karena aku adalah putrinya?" Jessica balik bertanya karena masih belum mengerti apa yang Brendan maksud. "Lalu kenapa kamu membawa masuk Morgan ke rumah ini? Dan apa yang kalian lakukan di sini berduaan? Kamu itu masih istri aku, Jessy, jadi kamu tidak boleh membawa pria lain masuk sembarangan ke rumah yang kamu tempati, sekalipun ini rumah Mommy!" Jessica melangkah perlahan demi perlahan hingga langkahnya berhenti tepat di hadapan Brendan. Wanita itu menatap lekat kedua mata Brendan yang memerah dan berlinangan air mata. "Istri? Kamu bilang aku masih istri kamu? Kalau memang benar aku adalah istri kamu dan kamu adalah suami aku, terus kenapa, kenapa kamu mengabaikanku ketika aku sedang tersandung masalah? Bahkan dengan teganya kamu membiarkan aku sendirian di saat aku masih sangat membutuhkan kamu karena aku baru kehilangan Mommy? Dan kenapa kamu tidak mau hadir dalam konferensi pers siang tadi? Ke mana kamu di saat aku membutuhkanmu, Brendy? Ke mana?!" tanya Jessica dengan suara lantang yang bergetar untuk menuntut jawaban dari Brendan yang akhir-akhir ini selalu membuatnya sedih dan sakit hati. "Aku minta maaf, Jessy… Maaf karena aku terlanjur berpikir bahwa kamu tidak bahagia bersamaku, dan kamu merasa tertekan karena menjalani pernikahan kita. Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu di saat kamu baru kehilangan Mommy, dan aku bukannya sengaja dengan tidak menahanmu agar tidak pergi dari rumah. Aku membiarkan kamu pergi karena aku berpikir keputusanmu adalah benar, aku ingin kamu bahagia dengan pilihanmu sendiri dan terbebas dari pernikahan yang sering membuatmu tertekan dan tidak merasa bahagia. Tapi sumpah demi Tuhan aku tidak ikhlas jika kamu memilih Morgan sebagai penggantiku, Jessy… Di luar sana masih ada banyak pria yang lebih baik daripada Morgan, jadi aku mohon jangan bersamanya." Bulir-bulir bening yang semula sudah menganak di kedua pelupuk matanya, akhirnya kini terjatuh membasahi pipi Brendan tanpa dapat ditahan. Sementara Morgan berhasil dibuat marah atas perkataan Brendan yang menganggapnya tidak baik untuk Jessica. Hingga pria itu segera bangkit dari posisi duduknya yang sejak tadi memaksanya untuk tetap berada di tempatnya tanpa ikut campur urusan Brendan dengan Jessica. Namun, hatinya terusik mendengar perkataan Brendan yang seakan menghinanya dan merendahkan harga dirinya, membuat amarah Morgan merayap naik. Tanpa permisi Morgan langsung mencengkram kerah kemeja yang Brendan kenakan, dan meremasnya erat-erat penuh emosional. Rahangnya tampak mengeras dengan urat-urat hijau di lehernya yang terlihat sudah menegang. "Apa maksud kau bicara seperti itu pada Jessica, Brendan? Jangan bicara yang tidak-tidak hanya untuk mengalihkan perhatian Jessica yang sudah sangat kecewa karena kau telah menyakitinya!" tanya Morgan dengan suara baritonnya yang terdengar berat. "Benar dugaanku, Gan, ternyata kau berniat untuk mendekati istriku juga? Jangan mimpi aku akan membiarkan kau untuk bisa mendapatkan Jessica! Dia bukan wanita yang pantas untuk kau tiduri, lalu kau tinggal pergi dan menyakitinya!" jawab Brendan dengan lantang dan penuh penekanan. Lalu ia langsung menghempaskan kedua tangan Morgan yang melekat di kerah kemejanya, hingga tubuh Morgan mundur beberapa langkah dari posisinya semula. "Kenapa kau menilai aku seperti itu, Brendan? Apakah kau sengaja mengatakan semua ini di hadapan Jessica agar dia membenciku dan berpikir apa yang kau katakan itu benar? Jangan gila kau, Brendan, aku tidak seburuk yang kau kira!" ucap Morgan sembari mengerahkan jari telunjuknya tegas, tepat di depan wajah Brendan. Brendan tertawa mendengar ucapan dan sikap Morgan yang berubah saat di depan Jessica. Lalu ia mulai bertepuk tangan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Saat ini apa yang ia lihat bukanlah Morgan yang biasa, melainkan sosok Morgan yang sesungguhnya, yang penuh dengan obsesi dan taktik licik. "Wow, aku hampir tidak mengenalimu Morgan. Aku tidak menyangka ternyata aku akan bernasib sama seperti Jack dan Ryan. Aku pikir kau sudah berubah, dan tidak suka lagi mengganggu istri milik sahabatmu sendiri, tapi ternyata pikiranku salah. Kau harus ingat satu hal Morgan, dengan siapa kau berhadapan saat ini, dan siapa wanita yang menjadi incaranmu!" Brendan tertawa penuh rasa sakit karena tidak menyangka pria yang selama ini dianggapnya sebagai sahabat, bahkan seperti saudara laki-lakinya sendiri ternyata tega menusuknya dari belakang. "Jaga mulutmu, Brendan! Aku tidak seperti yang kau tuduhkan! Berhenti menjelek-jelekanku seperti ini depan Jessica atau aku akan membuat perhitungan dengan kau!" ancam Morgan yang membuat Brendan ingin terus tertawa mendengar pembelaan Morgan yang seolah-olah dirinya tidak bersalah. Ucapan Morgan membuat Brendan berhenti tertawa dan bertepuk tangan, pria itu mulai menggulung lengan kemejanya dengan tatapan yang menajam. "Kau menantangku, Morgan? Baiklah, mari biar aku beri tahu kau caranya membuat perhitungan yang benar!" ucap Brendan yang mulai menampilkan seringai tipis dan tatapannya yang begitu meremehkan Morgan. Pertarungan yang tak dapat terelakkan antara Brendan dan Morgan hampir saja terjadi. Namun, Jessica dengan cepat melerai agar tidak ada perkelahian antara dua pria yang sudah bersahabat baik cukup lama hanya karena dirinya. "Brendy, kendalikan emosimu! Morgan tidak seburuk yang kamu pikir. Dia sangat baik dan dia juga sudah membantuku untuk meyakinkan semua orang bahwa aku tidak bersalah," pinta Jessica dengan suara bergetar. Akan tetapi amarah Brendan tidak dapat diredam lagi, terlebih saat ia mendengar Jessica lebih percaya dengan Morgan ketimbang dirinya, membuat Brendan teringat dengan kejadian di mana Jessica membanding-bandingkan dirinya dengan Patrick pada malam itu. Kini Brendan tak lagi menghiraukan keberadaan Jessica yang mulai melangkah mundur karena ketakutan. Pria yang semakin tersulut emosinya itu mulai bersiap memberikan serangan pada Morgan yang telah menantangnya. "Kau pikir aku takut denganmu, Brendan? Mari kita buktikan siapa yang salah di sini?" ucap Morgan yang menganggap remeh tatapan tajam yang diarahkan Brendan padanya. Morgan masih terus mengamati lawannya yang sudah terlihat mulai maju beberapa langkah hendak menyerangnya. Pertarungan antara pria yang merupakan dua sahabat itu mulai berlangsung. Mereka saling menyerang satu sama lain, dipukul, dan memukul adalah hal yang tampak jelas di mata Jessica dalam pertarungan keduanya. "Pria yang tidak pantas untuk Jessica adalah kau, Brendan! Kau yang telah menyakitinya! Kau pikir Jessica mau kembali lagi padamu setelah apa yang sudah kau lakukan padanya tanpa perasaan?! Dasar munafik!" Brendan semakin diburu amarah saat mendengar Morgan yang sengaja meracau tentang hubungannya dengan Jessica yang tidak akan pernah bisa kembali seperti dulu lagi, membuat Morgan mampu mendikte setiap serangan Brendan yang dapat dibaca olehnya. Dan saat itulah Morgan memberikan serangan bertubi-tubi. Beruntungnya Brendan masih dapat mengimbangi serangan Morgan. Satu dua pukulan masih dapat ditepis olehnya. Bahkan ketika Morgan melakukan tendangan memutar pun, pria itu dengan cekatan berhasil menghindarinya. Di saat itulah, Brendan melihat sebuah celah untuk menyerang balik. Sambil melakukan gerakan menyapu lantai dengan sebelah kakinya, Brendan berusaha untuk menjatuhkan Morgan akan tetapi pria itu berhasil lolos dengan melompat menghindari sapuan kaki Brendan dengan seringai liciknya. "Tidak semudah itu untuk menjatuhkanku, Brendan! Kali ini giliran aku yang akan melumpuhkanku agar pertarungan ini segera berakhir!" Brendan yang melihat gerakan Morgan pun langsung merubah sapuan kakinya dengan melakukan sebuah tendangan lurus tepat mengarah pada bagian d**a pria itu. Tendangan yang menggunakan tumpuan kedua tangannya agar menjadi sebuah dorongan untuknya menendang. Kali ini Morgan tak dapat lagi menghindari serangan Brendan dan ia gagal membuktikan perkataannya karena kalah telak. Bahkan Brendan mampu membuat Morgan terpelanting akibat tendangan keras tersebut. "Kau salah, Morgan. Aku yang akan melumpuhkanmu malam ini dan aku juga akan membuatmu menyesal karena sudah berani bermain api di belakangku!" Brendan tersenyum miring sambil berdecih kesal dan meludahi wajah Morgan yang masih tersungkur di permukaan lantai. "Kurang ajar kau, b******k! Aku tidak akan mewujudkan mimpimu yang terlalu tinggi itu untuk mengalahkanku!" Morgan segera bangkit dari posisinya, lalu ia membuka jas yang masih melekat di tubuhnya, dan dengan cepat Morgan mengelap ludah Brendan yang mengenai pipinya dengan dipenuhi amarah yang membuncah. Ia tidak terima akan apa yang telah Brendan lakukan kepadanya. Morgan membuang jasnya ke sembarang arah, lalu ia kembali memasang kuda-kuda dan maju selangkah demi selangkah untuk membalas serangan Brendan. "Morgan, Brendan, cukup! Aku bilang cukup!!" teriak Jessica dengan suara lantang setelah hanya berani diam cukup lama dengan rasa takut yang menyelimuti pikirannya, hingga akhirnya wanita itu berani melangkah dan berdiri di tengah-tengah keduanya yang hendak kembali melanjutkan perkelahiannya. "Jessy lebih baik kamu mundur! Biarkan aku memberi teman barumu ini pelajaran!" titah Brendan dan meminta wanita itu agar kembali ke posisinya. "Tidak Brendy, aku tidak akan mundur dan membiarkan kalian berkelahi kembali! Aku mohon cukup, Brendy. Kendalikan emosimu. Tolong jangan seperti ini karena apa yang kamu lakukan membuatku sangat ketakutan," pinta Jessica dengan bibir yang bergetar hebat, membuat Brendan menurunkan kedua lengannya yang sudah mengepal erat dan bersiap untuk menyerang Morgan hingga pria itu benar-benar tidak sadarkan diri karena telah berani menyalakan api di antara keduanya. "Maaf aku sudah membuatmu takut, Jessy. Aku akan berhenti, tapi tolong usir dia sekarang juga agar segera pergi dari hadapanku!" ucap Brendan dengan penuh sesal dan mengatakan permintaannya untuk meredam emosi yang masih merangkak naik hingga saat ini. Jessica pun mulai menolehkan kepalanya ke arah Morgan, tanpa kata. Lalu ia melangkah untuk mengambil jas milik Morgan yang teronggok di permukaan lantai dan memberikannya pada sang pemilik jas tersebut. "Morgan, maaf atas kekacauan malam ini. Aku harap kamu tidak marah jika aku memintamu untuk pulang sekarang," ucap Jessica dengan perasaan tidak enak karena harus mengusir Morgan dari rumahnya. "Aku akan pergi karena acara makan malam kita pun sudah selesai. Terima kasih untuk masakanmu yang sangat lezat tadi, Jess. Aku harap dengan aku pergi saat ini tidak membuatmu berniat untuk menjauhiku. Aku pamit ya." Morgan memilih untuk pergi meninggalkan rumah mewah tersebut agar Jessica tidak berpikir bahwa dirinya benar-benar seperti yang Brendan katakan. Ia tidak mau jika obsesinya yang sangat ingin memiliki Jessica terlihat di mata wanita itu, maka dari itu Morgan memutuskan untuk mengalah dan pergi. "Itu tidak mungkin terjadi karena kamu sudah melakukan banyak hal baik untuk membelaku siang tadi. Terima kasih untuk pengertian dan kebaikanmu, Morgan. Be careful on your way!" jawab Jessica yang melepas kepergian Morgan untuk mengabulkan permintaan Brendan. Morgan pun berlalu pergi dari hadapan Jessica dengan senyuman yang tampak menawan, ia melangkah melewati Brendan tanpa menegurnya untuk berpamitan atau mengucapkan permintaan maaf karena menurutnya urusan mereka belum usai sampai di sini. Setelah memastikan Morgan benar-benar enyah dari hadapannya, Brendan kembali menoleh ke arah Jessica setelah sempat membuang pandangannya ke arah yang lain karena tidak sudi menatap wajah pengkhianat seperti Morgan. "Jessy, kenapa kamu membuka peluang untuk pria seperti Morgan agar bisa dekat denganmu? Kamu tidak lupa kan dengan apa saja yang pernah aku ceritakan tentang Morgan sama kamu? Dia bukan pria yang baik untuk kamu, Jess. Aku mohon, tolong jangan bersamanya." Brendan langsung mengatakan hal itu karena pikirannya tidak tenang sampai Jessica mengatakan dan berjanji tidak akan berhubungan dengan pria seperti Morgan. "Aku tidak membuka peluang untuk dekat seperti berkencan dengannya, Brendy. Aku hanya mengundangnya makan malam saja, sebagai bentuk ucapan terima kasih karena dia telah banyak membantuku. Bahkan karena dia, aku bisa menyelesaikan masalah ini dan bebas dari tekanan yang menyakitkan seperti kemarin. Memangnya salah kalau aku mengucapkan terima kasih dengan cara sederhana seperti ini? Apa kamu akan kembali menuduhku yang tidak-tidak dan mengatakan aku menyukainya?" "Tidak Jessy, bukan itu maksudku. Tapi ini sangat bahaya untuk kamu jika memutuskan dekat-dekat dengannya, apalagi kamu sendirian di rumah ini setelah tidak ada Mommy. Aku hanya takut dia berbuat yang tidak-tidak sama kamu." "Kamu tidak perlu takut, Brendy. Aku yakin Morgan tidak sejahat yang kamu pikir karena dia terlihat sangat baik. Kamu tenang saja, aku bisa menjaga diriku sendiri dengan baik. Lalu, apakah kamu datang menemuiku ke sini hanya untuk mengatakan hal tentang Morgan saja?" tanya Jessica yang berharap di dalam hati Brendan datang untuk memperbaiki hubungan keduanya agar dapat kembali seperti dulu lagi. Brendan menunduk lesu. Ada perasaan tidak pantas dan percuma untuk mengungkapkan rasa penyesalannya karena pria itu sangat sadar diri atas kesalahan yang telah melukai hati Jessica. Hingga pria itu tidak tahu harus mengatakan apa pada Jessica. Sementara Jessica yang seakan mengerti dengan keraguan yang menyelimuti pikiran Brendan, ia pun mulai menyentuh kedua sisi wajah pria itu untuk mengangkat pandangannya kembali hingga tatapan keduanya saling bertaut dalam. Ada raut penyesalan di sorot mata Brendan yang dapat Jessica lihat saat ini, dan ia sangat paham itu. "Apa yang mau kamu katakan saat ini, Brendy? Katakanlah. Aku siap mendengar apa pun yang akan kamu lontarkan dan aku juga akan menerima permintaan maaf jika kamu ingin mengatakannya, karena aku sangat yakin kamu pasti sudah mengetahui hasil konferensi pers yang berlangsung siang tadi kan?" tanya Jessica yang siap menerima dengan tangan terbuka jika Brendan meminta maaf atas kesalahannya kemarin karena wanita itu sangat mengerti dengan posisi suaminya setelah masalah kemarin mengguncang rumah tangga keduanya, karena ia pun akan bersikap hal yang sama jika berada di posisi Brendan. Brendan menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk senyuman yang begitu mendamaikan hati Jessica saat ini. Melihat senyuman itu membuat Jessica seakan melupakan rasa takut, sedih dan gundah yang sejak kemarin menyelimuti setiap detik yang ia lalui, walau di hadapan Morgan wanita itu bisa tertawa karena kelucuan sahabat barunya. "Ya ampun Jessy, aku semakin malu akan diriku sendiri. Setelah aku mengecewakanmu, membuatmu sakit hati dan tersiksa dalam rasa yang teramat pedih, tapi kamu masih mau memaafkanku dan sebaik ini padaku? Apa mungkin aku bisa melepaskan kamu jika kamu sendiri masih ingin bersamaku?" batin Brendan yang tenggelam dalam rasa bersalah atas kebaikan hati Jessica, membuat pria itu meneteskan air mata haru yang bercampur bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN