Tertekan

2084 Kata
Setibanya di kediaman Gwen, tampak di sana juga ada sekelompok awak media yang menunggu di depan gerbang. Mereka memang tersebar di beberapa titik, di rumah mewah yang ditempati Jessica dan Brendan, di kediaman Gwen, rumah sakit dan bandara. Itu mereka lakukan hanya untuk dapat menggali informasi dan klarifikasi dari Jessica. "Ternyata mereka ada di rumah Mommy juga. Astaga, jangan-jangan mereka terus mendesak Mommy sejak awal berita ini muncul untuk mendapatkan informasi tentang kejadian ini? Ya Tuhan, itu tandanya Mommy sudah mengetahui masalah ini, tapi dia sama sekali tidak berniat untuk memberitahuku," batin Jessica yang merasa cemas saat mengetahui kediaman ibunya juga disatroni para wartawan. Brendan segera membayar ongkos taksi, lalu ia keluar lebih dulu dan mengeluarkan tiga koper yang berada di bagasi mobil setelah meminta supir taksi tersebut untuk tetap berada di posisinya agar tidak diwawancara oleh para wartawan yang mulai menyerbu Brendan setelah mengetahui yang menaiki taksi tersebut adalah Brendan dan Jessica. "Kamu tunggu di sini sebentar, aku bawa koper kita ke dalam dulu!" titah Brendan pada Jessica yang masih duduk di dalam taksi dengan perasaan cemas. "Iya, Brendy. Aku tunggu kamu di sini," jawab Jessica yang mengangguk dengan raut panik dan takut. Brendan kembali menutup pintu taksi dan bergegas memasuki pelataran rumah Gwen. Pria itu tak menghiraukan beragam pertanyaan dari wartawan sampai ia selesai meletakkan tiga koper di depan pintu rumah Gwen. Setelah meletakkan ketiga koper tersebut, Brendan kembali menghampiri taksi untuk mengajak Jessica keluar menuju rumah Gwen. Tidak lupa, Brendan mengucapkan terima kasih pada supir taksi yang telah mengantarkan keduanya ke rumah Gwen, ia juga meminta supir itu untuk segera kembali ke bandara tanpa menghiraukan pertanyaan dari wartawan jika nantinya dihadang. Jessica pun melangkah keluar dari taksi sambil merangkul tubuh Brendan dengan tangan yang gemetar. "Brendy, kepalaku sakit." Wanita itu mengeluh kesakitan seraya memegangi dahinya setelah merasa dunia yang ia pijak berputar sesaat kemudian begitu dirinya baru melangkah satu langkah. "Pemirsa, kami menyiarkan secara langsung dari kediaman Nyonya Gwen, ibu dari Jessica. Akhirnya Jessica kembali ke Los Angeles dan mendatangi rumah ibunya setelah menyelesaikan liburan di Paris bersama Tuan Brendan yang merupakan suaminya." Salah satu wartawan tampak langsung merekam momen tersebut setelah Jessica keluar dari taksi. Bahkan ia menyiarkan langsung berita tersebut karena bertepatan dengan jadwal acara gosip yang tengah berlangsung di salah satu stasiun televisi. "Nona Jessica, bisakah Anda memberikan informasi kepada pemirsa yang menantikan klarifikasi darimu, tentang kematian Patrick yang diketahui adalah kekasih gelap Anda?" tanya wartawan itu kembali yang tengah merekam siaran langsung, terpaksa membuat rekan-rekan yang lainnya mengantri untuk mengajukan beragam pertanyaan dan hanya dapat merekam. "Di bandara tadi istri saya sudah menyampaikan akan menggelar press conference untuk klarifikasi semuanya. Sekarang istri saya sedang kurang sehat, jadi tolong berikan dia waktu untuk beristirahat dan jangan membebaninya dengan keberadaan kalian di rumah orang tuanya." Brendan menjawab pertanyaan wartawan itu dengan cepat dan tak membiarkan Jessica untuk menjawab apa pun. "Tapi kapan press conference Nona Jessica akan digelar, Tuan? Kami sudah menunggu lama dan sangat mengharapkan klarifikasi dari Nona Jessica secepatnya," tanya wartawan itu kembali yang berusaha menjalankan tugasnya dengan baik. "Anda mengerti dengan perkataan saya kan, Nona? Apakah Anda tidak bisa melihat istri saya sedang kurang sehat dan dia butuh istirahat, jadi tolong jangan halangi jalan kami!" ketus Brendan yang kesabarannya mulai habis karena menghadapi wartawan yang tak mengerti dengan kondisi Jessica. Brendan pun kemudian membungkukkan setengah badannya dan langsung menggendong Jessica agar memudahkannya untuk segera membawa wanita itu masuk ke dalam rumah Gwen. Brendan pergi meninggalkan para awak media dengan perasaan marah yang membuncah. Mengintip dari jendela untuk melihat siapa yang melintasi pelataran rumahnya, Gwen pun bergegas untuk membukakan pintu begitu mengetahui bahwa Jessica dan Brendan telah kembali lebih cepat dari jadwal yang pernah keduanya bicarakan padanya. Kedatangan Brendan dan Jessica langsung disambut oleh Gwen dengan mata yang berkaca-kaca. Wanita paruh baya itu langsung menarik lengan Brendan yang pada saat itu masih menggendong tubuh Jessica agar lekas masuk ke dalam rumah dan menghindar dari para wartawan. Setibanya di ruangan keluarga, Brendan merebahkan tubuh Jessica untuk duduk di atas sofa. Sementara pria itu memilih duduk di sofa yang berada di seberangnya. Lalu Gwen memilih duduk di samping putrinya yang terlihat begitu pucat. "Sayang, kenapa kamu terlihat sangat pucat? Kamu baik-baik saja kan? Atau kamu mau Mommy ambilkan obat?" tanya Gwen seraya mengusap permukaan wajah putrinya yang terlihat amat menyedihkan. Jessica hanya menjawab dengan gelengan kepala seraya menatap wajah ibunya dipenuhi perasaan bersalah. "Mommy sudah tahu berita ini sejak awal kan, terus kenapa Mommy nggak cerita soal ini sama aku?" tanya Jessica dengan lirih dan air mata kembali jatuh membasahi wajahnya. "Mommy hanya tidak ingin mengganggu waktu liburanmu bersama Brendan di Paris. Tadinya Mommy nggak mau cerita dan berharap kamu tidak akan pernah tahu masalah ini, bahkan Mommy berniat ingin meminta kamu dan Brendan untuk memperpanjang waktu liburan kalian di Paris, setidaknya sampai permasalahan ini selesai dan beritanya meredup," jawab Gwen yang harapannya hanya tinggal harapan hampa karena putrinya sudah terlanjur kembali ke Los Angeles tanpa sepengetahuannya. "Tapi berita ini tidak akan pernah berhenti sampai aku memberikan klarifikasi, Mom. Aku syok dengan adanya berita ini, aku nggak tahu kenapa Patrick tega melakukan ini sama aku. Mommy percaya kan sama aku, kalau aku tidak seperti yang Patrick tuduhkan? Mommy percaya kan kalau aku dan Patrick tidak selingkuh?" tanya Jessica yang begitu ketakutan jika ibunya tidak mempercayai dirinya sama seperti Brendan. Gwen menganggukkan kepala dan tersenyum yakin bahwa putrinya tidak mungkin melakukan hal itu. "Mommy percaya banget sama kamu, sayang. Kamu adalah putri Mommy, jadi Mommy tahu seperti apa kamu dan bagaimana kamu." Namun, kepercayaan Gwen langsung dibantah oleh Brendan yang langsung mengungkapkan rasa gundah gulananya kepada sang ibu mertua untuk mengurangi beban di hatinya. "Tapi aku percaya dengan apa yang Patrick tulis di Instagramnya, Mom. Aku berpikir tidak menutup kemungkinan Jessica dan Patrick memiliki hubungan di belakangku, Mom. Aku ingat betul saat aku menyusul Jessica ke rumah sakit tepat di malam anniversary pernikahan kami, di sana aku melihat sedekat apa Jessica dengan Patrick, bahkan pria itu dengan lancangnya meminta Jessica untuk segera melayangkan perceraian di pengadilan, seperti yang aku bilang sama Mommy waktu itu. Lalu sepulang dari rumah ini, aku kembali mendatangi rumah sakit untuk menemui Jessica dan berusaha untuk mempertahankan pernikahan kami, tapi lagi dan lagi harapanku kembali dipatahkan oleh kenyataan Mom, aku bertemu dengan Patrick yang secara terang-terangan mengaku bahwa dia sangat menyukai Jessica, bahkan Ava asistennya Jessy di rumah sakit pun bilang sama aku kalau memang mereka berdua sangat dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Lalu ada hal yang lebih menyakitkan lagi dan membuat hatiku semakin hancur saat Jessica membandingkan aku dengan Patrick, Mom. Dia mengatakan lebih nyaman dengan pria itu daripada denganku hanya karena Patrick selalu ada di saat Jessy membutuhkan seseorang untuk mendengarkan setiap ceritanya, dan pada saat itu semakin aku berjuang untuk mempertahankan pernikahan ini, tapi Jessy malah semakin tetap dengan keputusannya yang ingin berpisah. Bagiku itu sudah lebih dari cukup membuktikan hubungan mereka di belakangku." "Enggak Brendy, sumpah demi Tuhan aku nggak selingkuh sama Patrick. Aku harus berapa kali harus jelasin ke kamu kalau aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia…" tangis Jessica dengan penuh permohonan agar Brendan mau mengerti. "Lalu ini apa, Jessy? Kenapa di saat aku coba percaya sama kamu, tapi sekarang malah muncul video kamu dan Patrick tengah berciuman di hadapanku yang masih belum sadarkan diri. Ditambah video itu Patrick share hingga membuat heboh seperti sekarang ini. Bahkan sekarang di mana-mana ada wartawan, nggak di bandara, nggak di rumah Mommy, apalagi di rumah kita. Sekarang ruang gerakku seperti terbatas karena di mana-mana selalu ada wartawan yang meminta klarifikasi dariku. Lebih baik sekarang kamu buat acara klarifikasi secepatnya agar aku bisa kembali bekerja tanpa dibuntuti oleh wartawan!" jawab Brendan dan mengakhiri kalimatnya dengan sebuah perintah. "Brendy please … percaya sama aku…" mohon Jessica kembali. Namun, kali ini Brendan tak lagi menghiraukan perkataan Jessica karena itu hanya akan membuatnya semakin marah dan kecewa sebab pria itu terus menganggap bahwa perkataan istrinya bohong hanya untuk menyanggah sebuah kebenaran. "Mom, aku ikut istirahat di kamar tamu ya. Nanti malam baru aku pulang ke rumah," izin Brendan kepada Gwen seraya bangkit dari posisi duduknya. "Ehm Brendan, apa tidak sebaiknya kalian bicarakan dulu masalah ini baik-baik? Mommy tidak ingin melihat kalian bertengkar seperti ini," tanya Gwen menasehati Brendan yang tengah dibalut amarah. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi secara baik-baik, Mom. Yang terpenting sekarang Jessica siapkan waktu yang tepat untuk membuat acara klarifikasi karena dari situlah aku bisa menilai apakah Jessica benar atau berbohong. Maaf apabila perkataanku melukai hatimu Mom, tapi kali ini otakku benar-benar panas, aku tidak bisa berpikir secara jernih karena aku begitu kecewa dengan semua ini. Maka dari itu aku butuh waktu untuk sendiri, merenungi kejadian ini agar bisa memutuskan hal yang tepat," jelas Brendan pada Gwen yang memohon pengertian dan kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan keluarga menuju kamar tamu. Sekecewa itulah Brendan saat ini hingga ia memilih untuk mengasingkan diri dan pisah kamar dengan Jessica, walaupun mereka berada di satu atap yang sama. Sementara Jessica yang tidak ingin hubungannya berakhir karena masalah ini, ia pun berjuang untuk dapat menjelaskan semuanya pada Brendan sampai pria itu mengerti dan percaya padanya. Jessica berlari menyusul langkah kaki Brendan yang melangkah tergesa. "Brendy, tunggu aku! Aku mohon jangan seperti ini, jangan hukum aku atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan dengan cara seperti ini. Aku mohon, Brendy!" teriak Jessica diiringi isak tangis dan terus berusaha menghentikan langkah Brendan. "Berhenti mengejarku, Jessy! Lebih baik kamu istirahat dan tenangkan Mommy Gwen karena dia lebih syok daripada yang kamu bayangkan akibat diberi malu oleh putri yang sangat ia percaya bisa menjaga dirinya selama ini!" jawab Brendan yang sama sekali tidak luluh atas usaha Jessica yang berusaha mengejarnya dengan tertatih-tatih. Hingga setibanya di kamar tamu yang akan Brendan tempati, pria itu segera masuk dan mengunci pintu, membuat langkah Jessica terhenti seketika di depan pintu yang telah terkunci. Jessica coba mengetuk pintu itu beberapa kali sambil memanggil nama suaminya. "Brendy, tolong buka pintunya. Aku mau bicara sama kamu, sayang. Kalau kamu memang tidak mau mendengar penjelasanku lagi, setidaknya kamu kasih tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuat kamu percaya jika seandainya pada saat press conference nanti penjelasanku masih tidak mampu membuat kamu dan orang lain percaya, lalu apalagi yang bisa aku buktikan agar kamu percaya kalau aku tidak bersalah?" tanya wanita itu dengan suara yang terdengar kian melemah seiring berjalannya waktu. Namun, pertanyaannya Jessica sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Brendan yang terlihat hancur di atas ranjang. Meluapkan kesedihannya di sana dan berusaha bersembunyi dari kenyataan pahit yang sulit untuk ia terima. "Jujur aku sangat tertekan dengan adanya masalah ini, karena orang yang telah memfitnah aku sudah tiada, membuat aku tidak bisa meminta pertanggungjawaban darinya untuk memberikan pengakuan yang sebenar-benarnya. Walau aku belum menghadiri press conference yang dalam waktu dekat ini akan segera digelar, tapi aku sudah bisa menebak semuanya akan berakhir seperti apa karena aku tidak memiliki bukti sama sekali, sementara semua orang tidak mungkin percaya dengan perkataan yang terlontar dari mulutku. Mereka pasti akan menganggapku berbohong dan semua perkataanku terdengar seperti sebuah pembelaan." Jessica menghentikan perkataannya sejenak karena rasa sesak di d**a yang terkadang membuatnya sulit bernapas. Wanita itu coba menenangkan tangisannya sendiri agar suaranya nanti dapat terdengar jelas oleh Brendan walau tidak mendapatkan sahutan. Jessica menekan dadanya yang terasa sakit kuat-kuat. Setelah merasa sedikit lebih tenang, wanita itu kembali melanjutkan kata-katanya. "Aku bingung harus berbuat apa lagi biar bisa bikin kamu percaya sama aku, sayang. Aku sudah coba untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tapi kalau kamu saja tidak percaya, orang-orang di luar sana pun pasti tidak akan percaya. Apa aku harus menyusul Patrick ke akhirat untuk meminta pertanggung jawaban darinya? Supaya dia mau menjelaskan kebenaran yang ada dan membersihkan namaku kembali. Coba kamu katakan aku harus apa sayang? Kalau kamu terus diam dan menjauhiku seperti ini, aku semakin bingung…" Jessica kini benar-benar bingung harus melakukan apa lagi agar Brendan mau membukakan pintu untuknya. Ia lelah dan merasa gundah, hingga tubuhnya yang lemah jatuh merosot ke permukaan lantai perlahan demi perlahan dengan tubuh yang menyandar di daun pintu kamar tamu. "Sayang, tolong buka pintunya," pinta Jessica yang kembali memohon dan terus mengetuk pintu. "Maaf Jess, hatiku tidak semudah itu untuk percaya setelah apa yang pernah aku dengar dan apa yang pernah kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku butuh waktu untuk sendiri, izinkan aku untuk berpikir. Beri aku waktu untuk merenungi semua salahku hingga bisa membuatmu berubah sejak Patrick hadir dalam hidupmu enam bulan yang lalu," ucap Brendan yang hanya mampu mengatakan semua itu di kedalaman hatinya tanpa suara, karena ia semakin tenggelam dalam kesedihan dan berlinangan air mata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN