Radit bangun dari tempat duduknya ketika melihat langkah Cleo terhenti dua meter darinya. Radit mengantungi ponsel ke jas putih yang ia kenakan. Di kantung kiri, Radit mengantungi stetoskop berwarna hitam yang menyembul keluar, sedangkan yang sebelah kiri Radit menyimpan berbagai keperluan, seperti penlight, *Pulse oxymeter, uang bila ada keperluan mendadak, dan ponsel. Radit sama dengan Cleo, ia juga bertugas terkadang memborong sekaligus tiga shift, bila ingin mendapatkan hari libur keesokan harinya. Dokter di rumah sakit, bisa saja mendapatkan hari libur lebih, dengan cara saling bertukar jadwal. Tapi, Radit tidak pernah mau bertukar jaga, ia rela mengisi jadwal Cleo secara suka rela. Cleo tau, Radit ada maunya.
“Hei, sudah sarapan?” tanya Radit. Pertanyaan yang setiap pagi ia dengar. Radit selalu ada setiap hari, Radit nyaris tidak pernah mengambil hari libur. Ia sepertinya sangat mencintai pekerjaan yang ia jalani saat ini. Berbeda seperti Cleo yang kalau bisa, libur setiap waktu tapi tetap menghasilkan uang, dan itu tidak mungkin.
Cleo mengangguk, lalu merogoh saku tasnya. Mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dan menyerahkannya ke Radit.
“Aku beberapa hari lalu memakai uangmu kan untuk membeli makan?” tanya Cleo. Radit tersenyum, senyuman manis yang jarang ia keluarkan. Kalau kata Rahmi, senyuman Radit itu seperti siluman. Jarang menampakkan diri. Cleo termasuk salah satu perempuan beruntung, ia termasuk sering melihat senyum milik Radit.
“Simpan saja, aku traktir kamu.”
Cleo menarik kembali uang yang ia suguhkan, kembali memasukkannya ke kantung tas.
“Ok, thanks. Kalau begitu, aku ke loker dulu ya. Aku harus operan shift dulu.” Pamit Cleo, tanpa menunggu tanggapan dari Radit, Cleo berjalan masuk ke IGD. Suasana IGD ramai. Cleo memperhatikan satu persatu pasien yang berbaring, sepertinya aman. Bisik Cleo dalam hati. Cleo mendekati lokernya, mengambil jas putih yang setiap hari di cuci oleh laundry rumah sakit. Setelah jas terpasang, Cleo juga menyelipkan name tag di saku dadanya. Selain itu tidak lupa Cleo mengikat rambutnya, dan menjepit sisa rambut depan yang sering mengganggu nya. Cleo menatap cermin yang tertempel di pintu loker. Ia sedang menyaksikan seorang wanita dewasa yang bahkan memakai bedak pun hanya asal tempel, memakai parfume juga seadanya. Memakai pelembab bibir, bukan pemerah bibir. Cleo melihat wanita di cermin itu datar, ia sadar tubuhnya bosan dengan perjalanan karir dan kehidupannya yang datar. Setiap hari hanya sebatas, kos-kosan dan IGD. Walaupun dua hari ini akan ada rutinitas baru yang ia jalani. Kos-kosan, IGD dan main dengan Nura.
Cleo menutup pintu loker itu. Ia berjalan menghampiri kerumunan orang berbaju putih-putih. Mereka perawat jaga malam dan jaga pagi yang sedang operan pasien dari shift semalam. Cleo duduk dan meraih tumpukan map yang berisi rekam medis mengenai pasien hari ini. Pasien yang masih di observasi di IGD, dalam catatan masih stabil, begitu juga yang berada di sampingnya. Sebentar lagi kedua pasien bisa di pindahkan ke ruang rawat inap, dan itu berarti sebentar lagi pasien Cleo habis.
PRANG!
Tidak lama terdengar suara pecahan dari ruang administrasi yang berada tepat di depan IGD. Semua orang yang ada di dalam IGD kecuali pasien yang terbaring dengan jalur infus yang terpasang keluar ruangan, mencari sumber suara.
Cleo menutup rekam medis di tangannya, ia memundurkan kursi dan ikut berjalan ke arah pintu luar. Sebagian orang hanya mengintip dari kaca segi empat pintu IGD, sementara yang lain keluar dan terang-terangan menonton. Cleo melihat seorang yang ia kenal berdiri mematung, menyaksikan dan menerima amukan seorang wanita di hadapannya. Wanita cantik mengenakan blouse berwarna putih tulang, rambutnya sebahu bergelombang, di wajahnya terdapat sisa riasan yang berantakan. Lipstiknya sampai ke pipi, maskaranya luntur, kedua matanya mengeluarkan air mata, merah dan bengkak. Cleo berjalan mendekat. Menyingkirkan tumpukan orang yang menonton serangan itu. Radit berdiri, tidak menjawab apapun, tidak melakukan apapun. Sebaliknya, seorang wanita berteriak-teriak dengan suara paraunya, menangis.
“Kamu tau, Radit. Buat ku, kemarin adalah hari yang sangat berarti untukku. Untuk hubungan kita!” wanita itu berkata sambil menepuk dadanya beberapa kali, “lalu, kamu dengan mudahnya mengatakan kalau kamu ada pekerjaan mendesak?”
Cleo mulai mengerti jalan ceritanya. “Aku tau, kemarin adalah jadwalmu libur. Tapi, entah pekerjaan sepenting apa yang kamu hadapi, sampai-sampai pekerjaan itu membuat ku muak!” wanita itu menunjuk wajah Radit, yang masih membatu membelakangi kami yang menonton.
“Maaf mba, kalau ada yang ingin dibicarakan bisa di luar. Ruangan ini berbatasan langsung dengan IGD. Jadi..”
Wanita itu mendorong satpam yang berusaha menenangkan,
“Jangan ikut campur! Ini masalahku!” wanita itu berteriak, suaranya memekakkan telinga.
Cleo melangkahkan kakinya mendekati Radit dan pasangannya. Bukan ingin ikut campur, tapi memang benar. Pasien di dalam tidak bisa mendengar atau dikagetkan dengan hal seperti ini. Sebagai dokter yang menjaga, Cleo memilih turun tangan.
“Maaf, Mbak. Tolong hargai kami di sini. Ini rumah sakit, jadi..”
“Heh! Pelakor! Kamu kan yang namanya Cleo? Yang ibunya penyanyi cafe? Bisa di booking sana sini? Haha..”
Cleo mengerutkan alis, serangan mendadak ke arahnya. Ia jelas tidak mengenal wanita di hadapannya ini, tapi ia bisa mengenal Cleo dan Ibunya dengan baik. Bahkan mengetahui yang jarang orang tau.
“Maksud Mbak apa ya? Benar, saya Cleo.”
“Kamu kan yang mau merebut calon suami saya? Kamu sama saja seperti Ibumu! Sampah!”
Dada Cleo memanas, sesak. Tangannya terkepal. Tapi ia berusaha menahan. Bagaimanapun saat ini ia sedang mengenakan jas putih dengan papan nama dokter di dadanya. Di belakangnya ramai perawat, staf administrasi, satpam dan keluarga pasien menyaksikan. Ia tidak bisa mendaratkan kepalan tangannya di wajah wanita itu.
“Sudahlah, Tiara. Kamu sudah..” Radit terdengar membuka suara,
“Haha! Akhirnya Radit, kamu buka suara juga..” Tiara tertawa sinis, “karena pelakor kelas teri seperti ini?” Tiara mendekati Cleo yang diam,
“Cuih!” Tiara meludahi Cleo, Cleo mengalihkan wajahnya, memegangi pipinya yang basah oleh air liur Tiara.
“Haaah?” semua suara yang ada di belakang Cleo kaget, begitu juga dengan Cleo yang tidak menyangka akan menerima serangan tidak terprediksi.
Tiara mengangkat kepalan tangannya dan ingin memukul Cleo.
TAP!
Serangan ini tertangkap oleh tangan seseorang. Cleo sudah memejamkan mata, pasrah akan serangan kedua. Tangan Radit juga hampir menangkap tangan Tiara, namun bukan Radit yang menahan.
Cleo membuka mata, karena sadar ia tidak jadi menerima pukulan Tiara.
“Tindakan Anda sudah di luar batas!” suara berat terdengar. Tangan Tiara di genggam kuat,
“Aduh..” Tiara meringis kesakitan, karena pergelangan tangannya digenggam erat.
“Rakka?” tanya Cleo melihat Rakka sudah berdiri di sampingnya. Pas menangkap tangan Tiara. Cleo mengusap wajahnya dengan tissue basah yang diberikan satpam, membersihkan sisa air liur Tiara.
“Kalau Anda ingin menyalahkan Cleo, Anda salah. Dia tunangan saya, calon istri saya.”
Seluruh mata orang yang mengenal Cleo, termasuk Cleo ternganga.
“Drama macam apa ini? Sial!” gerutu Cleo dalam hati.
“Haha, sampah seperti dia, pantas mendapatkan kamu yang pasti juga sampah! Kamu belum tau siapa saya? Hah?” tantang Tiara. Genggaman tangan Rakka semakin erat, lalu Rakka melepaskan tangan Tiara keras, Tiara nyaris terbanting.
“Saya Tiara Cassandra, anak dan pewaris tunggal Therapedic Medical Center ini!” ucap Tiara membanggakan diri. Suara bisik-bisik orang yang mendengarnya ikut bergemuruh. Cleo juga baru tau, Cleo memahami mengapa Tiara begitu mengenal Cleo dan Mamanya.
"Lalu? Perduli apa saya bila kamu pewaris rumah sakit?" tanya Rakka arrogant, "membeli tiga rumah sakit seperti ini saja saya mampu!" Rakka mengeluarkan kesombongan nya, yang di sambut tawa sinis Tiara.
"Memangnya kamu siapa? Paling juga sampah seperti dia!" bentak Tiara di depan wajah Cleo. Rakka mempererat genggaman tangannya. Tiara meringis kesakitan.
“Anda harus tau, saya Rakka Abbizahsca, calon suami dokter Airin Cleo. Founder and CEO Abbizahsca Global Property, saya juga pemilik saham setengah dari Rhauna Resort di Rhauna Island. Kenal?” Rakka melepaskan genggaman tangannya.
Semua orang berdecak kagum. Wajah Tiara berubah datar terlebih ketika Rakka mengeluarkan kartu nama, dan dua orang pengawalnya berdiri di belakangnya. Tiara menatap Radit dengan emosi yang tersisa,
“Kita selesaikan besok, pecundang!” Cleo mendorong d**a Radit dengan keras lalu menembus kerumunan orang dan pergi.
Perlahan kerumunan itu terurai. Meninggalkan Cleo, Radit dan Rakka beserta pengawalnya yang mematung. Cleo berjalan kembali masuk ke IGD.
“Cle..” Rakka dan Radit memanggil bersamaan. Cleo berdiri, tidak mau membalikkan badan. Karena ia malas menanggapi panggilan keduanya.
Rakka melirik ke Radit dengan tatapan sangar, Radit membalasnya.
“Apa?” jawab Cleo masih membelakangi mereka.
“Aku bawakan sarapan. Ada dua telur asin juga.” Ucap Rakka, “aku hanya ingin mengantarkan sarapan.” Sambungnya.
“Titip saja ke satpam. Aku masih banyak pasien.” Jawab Cleo seraya pergi. Kakinya lemas, kerongkongannya kering setelah menghadapi drama yang tidak terduga pagi ini. Harinya akan panjang. Semoga ini bukan awal mimpi buruk.
***
*Pulse oxymeter : alat untuk mengukur tekanan oksigen dalam darah, dan denyut nadi