Jenie berjalan gontai memasuki rumah. Meletakkan belanjaannya ke atas meja, ia kemudian menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Jenie terdiam merenung menatap belanjaannya. Ia masih memikirkan Afan. Ia merasa seperti mendapat sebuah kejutan. Tiba-tiba Jenie tersentak saat ponsel dalam tas selempangnya berdering. Mengambil ponselnya, dilihatnya siapa yang menelepon dan itu adalah El. Jenie memijit pangkal hidungnya, semakin El berusaha menunjukkan sesuatu, semakin mengurangi respectnya pada pria itu. Namun, tak ingin El curiga, ia pun mengangkat panggilan. “Ya, El? Ada apa?” “Hai, Jen. Apa kau di rumah?” Jenie melirik ponselnya dan tampak berpikir. “Ya. Kenapa?” “Boleh aku mampir?” ”Maaf, El. Suamiku tidak di rumah sekarang.” “Justru karena suamimu tidak di rumah, Jen.” Jenie memiji