Rama terpaku, terdiam seakan tubuhnya tak bisa bergerak. Ia masih menatap benda di tangan dengan pandangan tak terbaca. Sementara Jenie berdiri di samping dengan gusar, ia tampak cemas. “Ini … jadi … ka- kau ….” Bibir Rama bergetar mengatakan kalimat itu bahkan tak sanggup menyelesaikannya. Ia menoleh menatap Jenie yang tampak malu-malu dan cemas. “E- entahlah. Sebenarnya selama ini aku selalu mengeceknya setiap minggu. Sebelumnya selalu garis satu tapi sekarang ….” ucapan Jenie menggantung. Tak dapat dijelaskan seperti apa perasannya saat ini hingga ia tak bisa bersikap seperti biasa. Rama tak melepas pandangan dari Jenie kemudian memeluknya tiba-tiba. Sontak apa yang dilakukannya membuat Jenie begitu terkejut. “Ta- tapi, bisa saja itu salah, kan,” ucap Jenie di sela pelukan. Ia