Sesampainya di sana, Tiffany langsung saja menitipkan mobilnya dan mencoba untuk menghubungi Kriss, tapi laki-laki itu masih tidak menjawab panggilan darinya.
Tiffany berjalan menjauhi mobil dengan membawa tas dan juga ponselnya. Langkanya bergegas untuk berlari untuk naik dan masuk ke area bendungan anastasius.
"Mau ke mana neng? Bendungannya di tutup sementara karena ada orang hilang." Kata orang itu yang langsung saja membuat Tiffany terdiam dan menatap ke arah bapak-bapak yang baru saja turun dengan membawa rumput di dalam karung.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja segera mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan potret Kriss pada bapak-bapak itu.
"Apakah anda pernah melihatnya? Dia pergi ke sini tadi." Tanya Tiffany dengan cepat.
"Pemuda ini ya, tadi dia ikut melakukan pencarian. Coba si Eneng bertanya pada pemilik rumah paling ujung. Nenek di sana sering menyewakan tempat untuk pengunjung." Jawab bapak itu sembari menunjuk ke arah rumah yang pernah Tiffany kunjungi sebelumnya.
"Terima kasih pak." Ucap Tiffany yang langsung saja pergi meninggalkan bapak itu dan berlari untuk menghampiri rumah seorang nenek. Padahal sebelumnya Tiffany jelas-jelas melihat jika penghuni rumah itu adalah seorang wanita cantik. Ternyata pandangannya dengan pandangan orang lain benar-benar berbeda.
Tiffany berhenti, menatap ke arah Kriss yang baru saja turun dan juga melihat ke arahnya.
"Kenapa tidak bilang kalau ke sini?" Tanya Tiffany yang langsung saja pergi menghampiri Kriss.
"Kenapa kamu datang? Dengan siapa?" Tanya Kriss sembari menatap ke arah lain.
"Aku sendirian, aku khawatir karena tadi ada yang bilang kamu pergi dengan terburu-buru. Lalu saat melihat berita aku lihat banyak orang hilang secara bersamaan." Jawab Tiffany memberitahu.
Tiffany bergerak menyentuh lengan Kriss, mengecek kondisi laki-laki itu, dan Tiffany merasa sangat lega karena tidak ada hal yang terjadi pada laki-laki itu.
"Aku tidak apa-apa, kamu kembalilah!" Kata Kriss memberitahu.
"Aku akan bersamamu, berapa lama? Aku akan mengajukan cuti kita bersama." Jawab Tiffany sembari mengambil ponselnya dan berniat untuk menghubungi Anto.
Kriss menahan tangan Tiffany dan tidur membiarkan wanita itu menghubungi siapapun.
"Aku tahu kamu benci tempat ini, dan aku juga sadar aku tidak bisa meninggalkan hal ini. Jadi kamu kembalilah!" Ucap Kriss yang terdengar sedikit menyakitkan untuk Tiffany.
"Aku tidak akan membencinya lagi, jadi kamu bisa meneruskannya, aku juga akan menemani kamu seperti apa yang aku katakan di awal." Jawab Tiffany mencoba untuk meyakinkan laki-laki itu.
Tiffany tidak ingin jauh dari laki-laki itu. Mau seberapa bahaya itu, Tiffany ingin tetap bersama laki-laki itu dan menemaninya. Menjadi sandaran dan juga tempat cerita laki-laki itu. Tidak masalah jika dirinya tidak lebih berharga dibandingkan dengan makhluk aneh itu, tapi Tiffany sudah merasa beruntung karena laki-laki itu tetap bersamanya.
"Aku janji tidak akan mengeluh, aku akan mendukung apapun yang ingin kamu lakukan." Lanjut Tiffany lagi.
Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung mengambil napasnya panjang, dirinya tidak bisa berkata-kata lagi.
"Ayo kita ke penginapan, aku akan menjelaskan seberapa bahayanya ini." Ajak Kriss yang langsung saja menarik tangan Tiffany untuk meninggalkan tempat itu.
Kriss dan Tiffany berjalan menuju penginapan yang pernah Kriss tinggali sebelumnya. Langkah Tiffany terhenti saat melihat seorang nenek tua yang terlihat sedikit menakutkan.
"Apakah dia wanita yang aku katakan cantik waktu itu?" Tanya Tiffany dengan suara yang sangat pelan.
Kriss menoleh, menatap ke arah nenek pemilik penginapan yang tengah menatap ke arahnya dan juga Tiffany.
"Ya, apakah kamu melihatnya sekarang?" Jawab Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
Kriss menarik tangan Tiffany dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Di dalam Tiffany masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Bagaimana bisa seseorang memiliki bentuk wajah yang seperti itu?
"Dia penemu game pertama kali sebelum aku." Kata Kriss memberitahu.
"Game yang kamu buat? Apakah kamu bilang sudah ada yang menemukannya?" Tanya Tiffany tak percaya.
Kriss menganggukkan kepalanya, Kriss baru mengetahuinya saat tadi pagi dirinya kembali log in ke game yang ia buat. Di sana Kriss melihat wanita cantik itu lagi, wanita itu terlihat mengambil potret makhluk-makhluk yang menikmati orang yang masih hidup.
"Jadi bagaimana bisa dia di sini?" Tanya Tiffany penasaran.
"Dia sudah mati, tapi mayatnya belum ditemukan. Mayatnya ada di sekitar goa yang ditunggu oleh ular besar. Dari yang aku tahu, mayatnya tidak akan bisa ditemukan sebelum dia memiliki pengganti sebagai penunggu bendungan itu." Jawab Kriss memberitahu.
Bulu-bulu halus milik Tiffany tiba-tiba saja langsung berdiri saat mendengarnya, itu cukup mengerikan dan membuat dirinya tidak berani untuk mendengarkan cerita lanjutannya.
Tiffany terdiam, menatap ke arah Kriss saat menyadari sesuatu.
"Lalu, apakah itu kamu?" Tanya Tiffany dengan napas yang sedikit sesak.
"Penerusnya?" Lanjut Tiffany bertanya.
Kriss menelan ludahnya sendiri dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan dari wanita yang ada di depannya.
"Aku juga belum yakin, tapi ada kemungkinan seperti itu." Jawab Kriss memberitahu.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung lemas, tulang-tulangnya serasa dilolosi setelah mendengar kebenaran itu. Bagaimana mungkin Kriss melangkah sejauh itu?
"Sudah berapa tahun berlalu?" Tanya Tiffany pelan.
"Aku tidak yakin, tapi itu lebih dari puluhan tahun yang lalu." Jawab Kriss lagi.
Sebelumnya Kriss tidak mengerti tentang cerita itu, tapi saat dirinya mencari tahu lebih banyak tentang bendungan anastasius, Kriss menemukan fakta itu. Bendungan itu dulunya hanyalah sebuah waduk tanpa nama, di sekitar sini pun belum ada penghuninya seperti sekarang. Dulu hanyalah sebuah alas dengan pohon yang menjulang tinggi, lalu saat wanita itu dinyatakan menghilang, tiba-tiba saja ada seseorang yang membangun rumah di sekitar sini. Tinggal sendirian di dalam alas yang sangat luas.
Hal itu membuat pemilik tanah di sekitar itu mulai berbondong-bondong untuk mendirikan rumah dan menjadi tetangga wanita itu, hingga akhirnya menjadi ramai seperti ini.
Tidak ada yang tahu tentang kebenaran itu, tapi yang pasti Kriss bisa menyimpulkan hal itu setelah mencaritahu dengan sungguh-sungguh.
"Lalu apakah kamu akan tetap pergi?" Tanya Tiffany pelan.
"Ya, aku akan meneruskan penelitian ini. Aku sudah memulainya dan aku tidak bisa mundur karena nenek itu selalu mengawasi aku." Jawab Kriss memberitahu.
"Tidak bisakah kamu melibatkan aku juga? Meskipun aku takut, tapi aku ingin menemani kamu. Jadi kamu tidak akan sendirian di sana nanti." Tanya Tiffany yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Kriss.
"Aku bisa menerimamu untuk menemani aku di sini, tapi tidak untuk menjadi pendampingku. Kamu tahu? Itu sangat menyakitkan." Jawab Kriss memberitahu.
Kriss menatap ke arah Tiffany, tangannya bergerak menyentuh bahu wanita itu dan memintanya untuk mengerti.
Tiffany terdiam, menundukkan kepalanya karena tidak bisa berbuat apa-apa saat dirinya sudah di tolak seperti itu.
"Hari ini tinggallah di sini, besok pagi ayo kita kembali bersama." Ajak Kriss yang langsung saja membuat Tiffany segera memeluk Kriss dengan erat.
Malam hari, Kriss tidak bisa tidur dan tetap terjaga. Menatap ke arah Tiffany yang sudah tertidur dengan nyenyak.
Kriss senang karena wanita itu selalu mengkhawatirkan dirinya, tapi Kriss juga takut membuat wanita itu dalam bahaya karena dirinya.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam saat Kriss mencoba untuk tidur. Kriss sudah menyalakan alarmnya, pagi-pagi nanti dirinya akan pergi dan masuk ke dunia lain untuk melihat apa yang terjadi dengan orang-orang itu. Jika masih bisa diselamatkan, maka Kriss akan mencoba untuk menyelamatkannya, tapi jika tidak, Kriss tidak bisa melakukan apapun.
Di luar penginapan, seorang nenek berdiri, menatap ke arah penginapannya itu dengan tatapan yang sedikit menakutkan. Nenek itu tidak sabar untuk menyambut penggantinya, untuk itu dirinya selalu mengawasi Kriss saat dia datang berkunjung.
Kriss yang merasa aneh langsung saja bangun, beranjak keluar kamar dan menatap ke arah nenek itu dengan tubuh yang sedikit bergetar karena takut.
Nenek itu tersenyum dan beranjak pergi, sesekali kepalanya berputar dan membuat Kriss menelan ludahnya sendiri karena takut.
Sudah cukup lama Kriss merasakan hal itu, tapi Kriss baru menyadarinya hari ini. Sebelumnya Kriss pikir itu hanya karena suhu udara yang cukup dingin, tapi ternyata tidak seperti itu. Itu semua karena ulah nenek yang terus mengawasinya dari jauh.
Setelah melihat nenek itu benar-benar pergi, Kriss pun kembali masuk dan dikejutkan dengan Tiffany yang sudah bangun dan menatap ke arahnya dengan mata yang terbuka lebar. Kriss memundurkan langkahnya hingga menabrak pintu, hatinya sudah berdebar tak karuan karena ketakutannya.
"Ada apa? Apakah aku terlihat menakutkan?" Tanya Tiffany dengan suara pelan.
Kriss menyadarkan dirinya dan segera menggelengkan kepalanya cepat. Kriss berjalan mendekati Tiffany dan bertanya, "Apakah kamu tidak bisa turun?"
Padahal Kriss tahu Tiffany sudah tidur cukup lama, tapi dirinya masih menanyakan hal itu karena ada kemungkinan wanita itu juga ketakutan hingga merasa tidak bisa tidur sekalipun sebenarnya dia tertidur pulas.
"Aku ingin buang air kecil." Kata Tiffany memberitahu.
Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung menganggukkan kepalanya mengerti.
"Ayo keluar, toiletnya ada di luar." Ajak Kriss yang langsung saja dituruti oleh Tiffany.
Tiffany segera bangun dan keluar dari kamar itu, berjalan ke tempat paling ujung. Suara belalang dan juga serangga lainnya terdengar saling bersahutan. Belum lagi dengan udara yang dingin, membuat Tiffany semakin merinding dan juga takut.
"Aku tidak menutup pintu karena takut." Kata Tiffany memberitahu.
"Aku akan menjaga dari luar." Jawab Kriss dengan cepat.
Kriss menunggu, menatap ke arah sekitar yang benar-benar sunyi. Wajar karena ini sudah tengah malam, apalagi disekitar sini hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi.
Suara pohon bambu yang saling bertabrakan membuat Kriss menoleh. Pertama kali datang, Kriss juga pernah melihat kondisi seperti itu. Itu adalah kondisi di mana kunci itu terbuka dan membuat dirinya bergabung dalam kondisi mengerikan itu.
Setelah selesai, Tiffany pun segera menghampiri Kriss dan memegangi lengan Kriss karena takut. Keduanya kembali ke kamar dan melanjutkan tidurnya.
Kriss tidak bisa tidur karena terganggu oleh suara pohon bambu yang terus bertabrakan. Itu benar-benar terdengar sangat keras hingga membuat Kriss takut dan waspada.
Jam menunjukkan pukul pagi hari saat Kriss bangun dan ingin pergi. Namun gerakan yang ia buat membuat Tiffany terbangun dan segera beranjak duduk.
"Mau ke mana?" Tanya Tiffany pelan.
"Aku akan melihat sekitar bendungan, kamu tunggulah di sini. Karena aku akan kembali sebelum jam delapan pagi." Jawab Kriss memberitahu.
"Aku ikut!" Seru Tiffany dengan sedikit memohon. Tiffany tahu, mungkin saja dirinya bisa mengganggu kegiatan Kriss nantinya, tapi Tiffany benar-benar tidak ingin ditinggalkan sendirian.
"Aku tidak berani sendirian." Lanjut Tiffany memberitahu.
"Kalau begitu tetaplah memegang tanganku, dan berjalan di depanku. Jangan tertinggal di belakangku." Kata Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
Kriss melepaskan jaket yang ia pakai dan memakaikannya pada tubuh Tiffany agar wanita itu tidak kedinginan.
Kriss dan Tiffany keluar dari penginapan dan berjalan ke arah bendungan. Angin pagi yang berhembus membuat Tiffany mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Kriss. Udaranya benar-benar sangat dingin dan juga menakutkan.
Kriss menghampiri tulang yang tertutup oleh daun kering. Itu adalah kunci yang tidak sengaja di injak oleh Tiffany dulu, dan karena hal itu juga akhirnya Kriss tahu letak kuncinya.
"Aku akan membukanya." Kata Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
Kriss menginjak tulang itu dan membuat sekitar bendungan mulai berubah dengan perlahan. Suara langkah kaki yang besar terdengar cukup keras hingga membuat Tiffany memperkuat pegangannya pada lengan Kriss.
Tiffany menoleh, terkejut saat melihat lengan Kriss berlubang dan memperlihatkan tulangnya.
"Kamu bisa melihat lukanya?" Tanya Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
"Aku mendapatkannya saat datang bersama dengan temanku. Dia terus pingsan karena takut, dan karena aku tidak bisa meninggalkannya maka aku yang tidak sengaja terluka. Ini tidak akan terlihat setelah aku keluar dari sini." Kata Kriss bercerita.
Tiffany membungkam bibir dan juga hidungnya saat melihat makhluk itu muncul dengan membawa potongan kaki di mulutnya.
Kriss yang menyadarinya tentu saja langsung menarik Tiffany ke arah goa untuk bersembunyi. Tiffany berteriak, terkejut saat melihat ular besar yang ada di dalam pintu masuk goa.
"Dia tidak akan menggigit." Kata Kriss menenangkan.
"Sepertinya mereka semua sudah mati." Ucap Tiffany dengan tubuh yang gemetar ketakutan.
"Huarrrrrh." Suara makhluk itu yang terdengar membuat Tiffany takut dan memundurkan tubuhnya. Namun Tiffany kembali menjerit karena tidak sengaja menginjak ular itu.
Kriss memundurkan tubuhnya dan mengulurkan tangannya untuk menghadang Tiffany. Makhluk itu melihat keberadaannya, dengan begitu Kriss akan kembali mendapatkan luka jika sampai tertangkap lagi.
"Kriss," ucap Tiffany takut.
Ular itu mengeluarkan kepalanya dan membuat Tiffany menjerit keras karena takut, belum selesai Tiffany mempermasalahkan ular, Tiffany kembali menjerit karena melihat makhluk itu menata ke dalam goa.
Kriss segera membungkam bibir Tiffany untuk memintanya diam. Kriss bergerak semakin masuk ke dalam goa, dan Tiffany mencoba untuk tetap diam, tapi Tiffany akhirnya menurut saat tahu ular itu sudah tidak ada di tempatnya.
"Apakah kita tidak akan bisa kembali?" Tanya Tiffany dengan ketakutan.
"Kita akan kembali, dan sepertinya dia tidak melihat kita. Dia hanya menggunakan telinganya dalam mendekati mangsanya." Jawab Kriss mencoba untuk menerka-nerka.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung diam, menyingkirkan tangan Kriss dan menutup bibirnya sendiri dan mencoba untuk tenang. Tidak berapa lama makhluk itupun menjauh dan membuat Tiffany lega saat melihatnya.
Baru saja Tiffany merasa lega sesuatu yang menyentuh kakinya membuat Tiffany gemetaran dan melihat ke bawah, di mana ada sebuah tangan yang memegangi kakinya.
"Aaaaaaaaa...." Teriak Tiffany lagi dan berhasil membuat beberapa makhluk itu kembali datang di depan goa, mencari asal suara itu.
Kriss segera memeluk Tiffany dan menatap ke arah seseorang yang juga ada di dalam goa itu.
"Bawa aku keluar." Ucap seorang laki-laki yang Kriss kenal. Napas laki-laki itu terdengar sangat keras, wajahnya pun sudah pucat dengan bibir kering.
Kriss melepaskan pelukannya pada Tiffany dan segera duduk UN melihat kondisi laki-laki itu.
"Kamu belum mati?" Tanya Kriss pelan.
"Ingatanku kembali, aku ingat semua dan terjebak di sini karena tidak bisa berjalan. Kakiku terus bergetar hingga membuat aku tidak bisa bangun." Jawab laki-laki itu yang langsung saja membuat Tiffany sadar, itu adalah laki-laki yang sebelumnya dikabarkan hilang juga.
"Apakah dia masih hidup?" Tanya Tiffany penasaran.
Kriss menganggukkan kepalanya dan menatap ke arah temannya itu. Kriss mengambil air yang ia bawa dan berniat untuk memberikannya pada laki-laki itu. Tapi Kriss ingat, terakhir kali dirinya tidak bisa minum apapun karena laki-laki itu menghabiskannya. Untuk itu, sekarang Kriss memutuskan untuk memberikan minuman itu pada Tiffany lebih dulu.
"Minumlah dulu, setelah itu biar dia habiskan." Kata Kriss pada Tiffany.
Tiffany pun mengangguk dan meminum setengah dari air itu, setelahnya Tiffany mengembalikan botol minuman itu pada Kriss. Kriss meminta laki-laki itu untuk minum. Berbeda dengan Kriss yang memperhatikan laki-laki itu, Tiffany justru asik menatap ke arah tiga makhluk setengah hewan yang ada di depan goa. Tiffany mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar beberapa kali setelah itu Tiffany memasukkan ponselnya kembali dan menatap ke arah Kriss yang masih mengurus temannya.
"Ayo kita kembali, sepertinya orang-orang itu sudah tidak terselamatkan." Ajak Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
"Tapi bagaimana kita keluar? Makhluk itu masih di sana." Tanya Tiffany kebingungan.
"Kita masuk ke dalam goa." Jawab Kriss memberitahu.
"Jalanlah lebih dulu, aku akan mengikuti dari belakang." Kata Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany.
Meskipun takut, Tiffany tetap terus berjalan ke depan. Mengikuti instruksi yang diberikan oleh Kriss padanya. Cukup lama ketiganya berjalan, dan belum juga menemukan jalan keluarnya.
"Apakah kamu yakin ini jalannya?" Tanya Tiffany mulai khawatir. Apalagi matanya menangkap beberapa tulang manusia yang berserakan di bawah dan tidak sengaja terkena sepatunya.
"Iya, terus saja berjalan." Jawab Kriss dengan yakin.
Kriss juga ingat, dirinya pernah menghabiskan berjam-jam saat pertama kali memasuki goa itu, untuk itu Kriss tidak terlalu khawatir.
Setelah satu setengah jam, Kriss Tiffany menghentikan langkahnya dan menatap ke arah nenek tua itu yang tengah mengelus ular itu penulis dengan kasih sayang.
"Kamu menyelamatkan dia lagi." Ucap nenek itu pada Kriss.
"Karena dia memang pantas untuk diselamatkan." Jawab Kriss memberitahu.
Nenek itu memutar kepalanya, dan Tiffany pun segera menutup bibirnya rapat agar tidak berteriak karena takut. Tiffany mengalihkan pandangannya, tidak berani membalas tatapan nenek itu yang mengarah padanya.
"Nasibmu terlalu baik." Ucap nenek itu tiba-tiba.
Kriss dan Tiffany menatap ke arah nenek itu dengan penasaran. Apa maksud dari kata-katanya itu.
"Pergilah sekarang, sebelum kalian menyesal karena tidak segera pergi." Ucap nenek itu yang langsung saja membuat Tiffany melanjutkan langkahnya dengan sedikit berlari. Tiffany merasa sangat lega saat melihat sebuah pintu, Tiffany segera membuka pintu itu dan terjatuh karena lega. Akhirnya dirinya bisa melihat cahaya dan juga dapat menghirup udara dengan benar. Bukan hanya Tiffany, Kriss pun ikut terjatuh karena lelah, membiarkan laki-laki itu ikut lunglai karena sudah tidak sadarkan diri.