58

1512 Kata
Setelah merasa cukup beristirahat, Tiffany dan juga Kriss pun saling melihat satu sama lain. Kriss tersenyum tipis dan beranjak bangun untuk mendekati Tiffany. "Takut ya?" Tanya Kriss yang langsung saja membuat Tiffany tertawa pelan saat mendengarnya. "Aku pikir aku nggak akan bisa kembali." Ucap Tiffany dengan suara pelan. Tiffany menoleh ke samping, menatap pepohonan yang mengitari bendungan anastasius itu. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan bendungan itu pada umumnya, dan Tiffany bisa melihatnya. Itu benar-benar menakutkan, dan Tiffany tidak akan berani datang sendiri nantinya. Kriss berjalan menghampiri temannya itu dan mencoba untuk membangunkannya, setelah menepuknya beberapa kali, laki-laki itupun sadar dan langsung terbatuk-batuk. Hal itu membuat Kriss membantu laki-laki itu bangun dengan wajahnya yang pucat pasi. "Apakah kita sudah aman?" Tanya laki-laki itu yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Kriss. "Jangan datang ke sini lagi." Ucap Kriss memberitahu. Laki-laki itupun segera mengangguk dan berterima kasih. Penduduk desa yang berlarian ke arah bendungan membuat Kriss, Tiffany dan juga laki-laki itu menolak. Menatap ke arah orang-orang yang berbondong-bondong untuk pergi. Kriss bangun dari duduknya dan menghentikan salah satunya, menanyakan tentang apa yang terjadi. "Orang-orang yang hilang sudah ketemu." Jawab bapak-bapak yang ditanyai oleh Kriss. Mendengar hal itu tentu saja membuat Tiffany bangun dan menatap ke arah Kriss dengan serius. "Kembalilah lebih dulu, aku akan melihat korban yang ditemukan." Kata Kriss pada laki-laki itu. Kriss dan Tiffany pun bergegas pergi, meninggalkan laki-laki itu sendiri di tempatnya. Kriss dan Tiffany menerobos kerumunan, menatap ke arah lima orang remaja yang terbaring dengan posisi yang berbeda-beda. Semuanya bergumam, merasa aneh karena mereka di temukan di tempat yang sama. Tiffany menutup bibirnya, membuat Kriss menoleh dan mencoba untuk menenangkannya. Kriss dan Tiffany melihatnya. Itu bukanlah tubuh asli, melainkan hanya baju-baju yang tergeletak di sana. Tiffany menatap ke arah semua orang yang sedang membicarakannya. Suara mobil polisi yang datang membuat Kriss dan Tiffany memundurkan tubuhnya. Keduanya melihat polisi yang tengah mengecek hal kosong, benar-benar tidak ada apapun selain baju, tapi mereka melakukan pengecekan seolah-olah ada seseorang yang terbaring di sana. Setelah memastikan korban tidak bernyawa, polisi pun mulai mengevakuasi korban dan mencaritahu identitas korban itu dengan lengkap. "Padahal baru sehari mereka di nyatakan hilang, tapi sudah ketemu." Bisik-bisik yang terdengar membuat Tiffany dan juga Kriss hanya diam saja. "Aku dengar ada yang melihatnya semalam, tapi karena sudah malam dia tidak berani mengeceknya dan memutuskan untuk membiarkannya, lalu pagi ini dia kembali untuk mengeceknya." Lanjut bapak-bapak yang lain. "Apakah kamu ingat? Saya pertama kali kamu tidak sengaja membuka kuncinya? Suara berisik yang terdengar dari pohon yang bertabrakan dan juga tergeser dari tempatnya. Sepertinya tadi malam juga seperti itu." Bisik Kriss memberitahu Tiffany. "Saat aku pergi ke kamar mandi?" Tanya Tiffany yang langsung saja dijawabi anggukkan oleh Kriss. "Sebelum itu, nenek itu ada di depan rumah dan mengawasi kita. Aku pikir aku akan mati kedinginan karena tatapannya, tapi ternyata aku masih selamat." Kata Kriss memberitahu. "Apakah dia yang menjadi kuncinya?" Tanya Tiffany dengan suara pelan. "Sepertinya seperti itu." Jawab Kriss pelan. "Ayo kita kembali." Ajak Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. Keduanya kembali ke penginapan dan membereskan barang-barangnya untuk pergi. Kriss dan juga Tiffany memutuskan untuk membantu laki-laki itu dengan memberikan tumpangan. Sebelum benar-benar pergi, Kriss menghampiri rumah nenek itu untuk memberikan kunci penginapan dan juga membayar sewa penginapan. Kriss mengetuk pintunya pelan dan membuat nenek itu keluar dari rumah. "Sudah mau pergi?" Tanya nenek itu yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Kriss. "Saya tidak akan datang dalam waktu dekat, jadi tolong jaga desa ini dengan baik." Jawab Kriss memberitahu. Kriss menyerahkan kunci dan juga uang sewa, nenek itu pun menerimanya dan tersenyum tipis. Hal itu membuat Tiffany sedikit takut dan memutuskan untuk menatap ke arah lain. "Datanglah lagi lain kali." Ucap nenek itu pada Tiffany. Kriss mengikuti arah pandang nenek itu ke arah Tiffany, melihat Tiffany menatap ke arah lain tentu saja membuat Kriss menepuknya pelan. "Datanglah lain kali." Ucap nenek itu lagi. Tiffany yang mendengarnya tentu saja hanya bisa terkejut, tidak percaya jika nenek itu mengharapkan kedatangannya kembali. "Kamu ingin bersamanya kan? Maka ikut campurlah terlalu banyak." Kata nenek itu memberitahu. Tiffany menatap ke arah Kriss , Kriss menggelengkan kepalanya cepat, memberitahu Tiffany untuk tidak menanggapinya. "Terima kasih sudah memberitahu." Jawab Tiffany dengan ramah. Setelah itu, ketiganya pun memutuskan untuk pergi, meninggalkan daerah itu. Sebelum kembali, Tiffany dan Kriss membawa laki-laki itu ke rumah sakit yang disebutkan. Dia bilang, disana dia akan segera mendapatkan penanganan. Seperti yang dikatakan oleh laki-laki itu, sesampainya di rumah sakit, orang-orang pun berbondong-bondong untuk pergi melakukan yang terbaik untuk laki-laki itu, dan setelah diketahui, laki-laki itu adalah anak tunggal dari pemilik rumah sakit itu. Hanya saja dia tidak pernah memperlihatkan hal itu pada orang lain dan terus bersikap sederhana. Kriss dan Tiffany segera pergi setelah melihat laki-laki itu dibawa pergi oleh para perawat. "Permisi, bisakah anda memberitahukan alamat rumah anda?" Ucap seorang perawat yang tiba-tiba saja menghentikan langkah Kriss dan Tiffany. "Buat apa ya mbak?" Tanya Tiffany dengan cepat. "Saya mendapatkan perintah dari atasan untuk menanyakan alamat rumah anda. Alasannya karena anda sudah menyelamatkan pewaris tunggal pemilik rumah sakit." Jawab perawat itu memberitahu. "Sama-sama, saya juga tidak sengaja melihatnya jadi tidak perlu membalasnya." Jawab Kriss yang langsung saja membuat perawat itu terdiam. "Kalau begitu terima kasih." Ucap perawat itu malu. Setelah itu Kriss pun berbalik dan pergi, meninggalkan rumah sakit itu dengan langkah pelan. Kriss tidak ingin berhubungan dengan lebih banyak yang lagi, jika laki-laki itu menceritakan tentang apa yang terjadi di sana, maka dirinya akan dijadikan saksinya, dan Kriss tidak suka menjadi pusat perhatian orang-orang. "Kenapa? Siapa tahu mereka memberikan imbalan yang banyak." Tanya Tiffany penasaran. "Aku masih sehat dan bisa mencarinya sendiri, jadi jangan khawatir." Jawab Kriss memberitahu. Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung diam, memutuskan untuk menganggukkan kepalanya mengerti. Tiffany mengemudikan mobilnya pergi meninggalkan rumah sakit. Keduanya tidak bicara apapun setelahnya. "Apakah kamu tidak lapar?" Tanya Tiffany setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam dari rumah sakit. "Sudah jam tiga ya? Nggak kerasa." Balas Kriss sembari melihat jam yang tertera di layar ponselnya. "Sepertinya aku sangat ketakutan sampai-sampai tidak merasa lapar sedikitpun." Kata Tiffany memberitahu. "Kalau begitu ayo cari tempat makan, aku yang akan membayarnya." Kata Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. Tiffany memutar kemudinya dan menghampiri warung pinggir jalan yang terlihat cukup ramai. "Kenapa tidak di tempat yang bagus?" Tanya Kriss penasaran. "Bosan." Jawab Tiffany dengan sombongnya. "Apakah kamu berpikir aku tidak mampu membayarnya?" Tanya Kriss lagi. "Benar, kamu baru saja membeli rumah dan lahan bukan? Jadi kamu pasti tidak punya banyak uang yang tersisa." Jawab Tiffany dengan jujur. Mendengar hal itu tentu saja membuat Kriss tersenyum tipis dan memutuskan untuk turun dan masuk ke dalam warung. Kriss memesan semua menu yang ada, alasannya tentu takut membuat Tiffany bingung ingin memilih menu yang mana. "Laki-laki tadi, pertama dia pernah terjebak bersamaku." Kata Kriss memberitahu. "Yang katanya menyusahkan mu itu?" Tanya Tiffany tidak percaya. "Iya." Jawab Kriss dengan cepat. "Lalu kenapa dia masih kembali ke sana? Apakah dia Ultraman?" Tanya Tiffany sedikit tidak percaya. "Ingatannya tentang apa yang terjadi di bendungan itu hilang, dia tidak mengingat apapun karena nenek itu menghapus ingatannya." Jawab Kriss memberitahu. "Apakah kali ini juga?" Tanya Tiffany penasaran. "Tidak, dia ingat semuanya." Jawab Kriss dengan sangat yakin. "Dia pasti sangat ketakutan, terjebak sendirian dengan ular dan juga makhluk mengerikan itu." Ucap Tiffany sedikit kasihan. "Akupun berpikir seperti itu, padahal sebelumnya dia mengatakan ingin tinggal di desa agar bisa menghirup udara yang menenangkan." Kata Kriss memberitahu. "Mungkin dia memang lelah bekerja, menjadi putra tunggal pasti tidaklah mudah. Dia masih harus berjuang untuk mengembangkan apa yang diwariskan oleh keluarganya. Jika itu menurun maka kita akan diejek tidak mampu mengelolanya, tapi jika berhasil pun kita hanya merasa lelah." Balas Tiffany pelan. "Aku juga berpikir seperti itu, rasanya sedikit menyenangkan karena aku seorang yatim pintu." Jawab Kriss sembari menjatuhkan kepalanya di atas meja. Memejamkan matanya sejenak karena kantuknya. Tiffany membiarkan hal itu, karena makanannya pun memang belum datang. Tiffany menggerakkan tangannya untuk menyentuh dadanya, jantungnya masih berdetak dengan cepat karena masih terbayang-bayang apa yang terjadi tadi. Tiffany benar-benar tidak tahu akan semengerikan itu. Belum lagi tulang yang berserakan di dalam goa dan tidak berceceran di luar. "Bagaimana tentang mayat tadi? Bukankah itu hanya sebuah baju?" Tanya Tiffany dengan suara pelan. "Benar, akupun juga melihatnya. Tapi itu memang manipulasinya. Nenek itu bilang tidak ada satupun dari mereka yang kembali. Jika mereka di temukan itu hanyalah setelan baju lengkapnya, tapi orang-orang melihatnya itu korban yang kembali dalam keadaan utuh." Jawab Kriss menjelaskan dengan singkat. "Kasihan keluarganya." Ucap Tiffany dengan suara pelan. "Benar, jadi jangan lagi-lagi datang ke sana lagi. Karena itu bahaya." Balas Kriss mengingatkan. "Aku akan tetap aman jika pergi bersamamu." Kata Tiffany memberitahu. Makanan tiba dan keduanya pun menatap menu makanan itu dengan liur yang hampir jatuh. Keduanya benar-benar baru merasa lapar setelah berada cukup jauh dari tempat bendungan anastasius. Benar-benar sangat menakutkan hingga membuat Tiffany tidak merasa lapar sedikitpun. "Apakah enak?" Tanya Tiffany pelan. Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung menyendok nasinya dan menyuapi Tiffany dengan pelan. "Makanlah dengan lahap." Ucap Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. Tiffany juga tersenyum lebar karena perhatian kecil itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN