Weekend, Tiffany memutuskan untuk kembali ke asrama. Papanya pun mengijinkan, bahkan mengantarkan dirinya kembali ke asrama. Sesampainya di sana Tiffany segera turun dan mencari keberadaan Kriss, namun dirinya terlambat karena Kriss sudah pergi kemarin malam setelah selesai bekerja.
Tiffany mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Kriss dengan kesal. Tentu saja dirinya kesal karena terus diabaikan oleh Kriss seperti itu.
"Kamu di mana?" Tanya Tiffany begitu panggilannya di terima oleh Kriss.
"Jangan nyusul, aku lagi lihat calon rumah yang aku persiapkan. Aku juga tidak pergi ke bendungan anastasius." Jawab Kriss yang langsung saja membuat Tiffany diam.
Tiffany mematikan ponselnya dan berjalan keluar dari kamar Kriss dan langsung ke kamarnya.
Papanya yang melihat hal itu tentu saja tidak ingin ikut campur. Dirinya memutuskan untuk menemui pekerjanya dan memberitahu untuk tidak terlalu keras dengan Kriss.
Hal yang membuat senang putrinya, tentu saja dirinya harus melakukannya. Dirinya tidak bisa membahagiakan istrinya, jadi dirinya harus bisa membahagiakan putrinya.
***
Di tempat lain, Kriss menatap ke arah bangunan di tengah-tengah ladang itu. Bangunan itu baru saja selesai hari ini, dan dirinya datang untuk memberikan upah untuk pekerjaan yang sudah dilakukan tiga orang itu.
Letak tanah itu ada di antara pegunungan, jadi cukup jauh dari pemukiman warga. Hanya saja jalannya sangat mudah untuk dilalui kendaraan.
Setelah semua orang pergi, Kriss memasuki bangunan itu dengan langkah perlahan. Tidak cukup luas dan juga tidak banyak ruangan yang ia buat. Hanya ada tiga sekat ruangan. Satu ruangannya, yang nantinya akan ia isi dengan peralatan game dan juga tempat istirahatnya. Lalu ruangan lain adalah ruangan penjara, di mana dirinya menggunakan material yang lebih kuat agar nantinya tidak rusak. Nanti, di sanalah tempat dirinya mengurung orang yang ia benci bersama dengan makhluk yang nantinya akan ia tangkap.
Lalu ruangan terakhir adalah kamar mandi. Semuanya sudah lengkap dan Kriss cukup puas dengan hasilnya.
Dirinya tinggal bekerja sebentar lagi untuk membeli alat-alat gamenya lalu setelah itu dirinya juga harus menangkap makhluk itu dan memulai rencananya.
Kriss berjalan ke arah ruangan istirahat, menggelar selimut yang ia bawa untuk alas tidurnya. Hari ini Kriss memutuskan untuk tidur di sana dalam semalam. Kriss juga akan sering berkunjung nantinya.
Kriss mencoba untuk memejamkan matanya, tapi lagi-lagi ponselnya berdering. Memperlihatkan adanya panggilan video dari Tiffany.
Kriss menggeser icon hijau dan menerima panggilan itu dengan cepat.
"Kamu di mana?" Tanya Kriss saat tahu Tiffany tidak ada di tempatnya.
"Aku melacakmu," jawab Tiffany yang langsung saja membuat Kriss bangun karena terkejut.
"Tidak ada yang mengikutimu kan?" Tanya Kriss dengan cepat.
"Tentu saja tidak ada, aku datang sendirian." Jawab Tiffany dengan cepat.
"Sampai di mana?" Tanya Kriss pada akhirnya.
"Desa Telgawah?" Balas Tiffany ragu-ragu.
"Ah, masih cukup lama untuk sampai. Butuh waktu sekitar 30 menit jika menggunakan kendaraan, tapi jika berjalan maka membutuhkan waktu 1 jam." Kata Kriss memberitahu.
"Kenapa kamu membeli tempat tinggal di tengah-tengah hutan seperti ini. Bagaimana jika ada sesuatu yang mengganggu tengah malam?" Balas Tiffany sedikit takut.
Pasalnya dari tadi dirinya tidak menemui orang lain kecuali para petani yang ingin pergi atau pulang untuk mencari rumput. Sedangkan dirinya sendirian, menyusuri hutan itu dengan perasaan yang tidak karuan.
Selama perjalanan itu juga, sambungan telpon itu tidak sedikitpun terputus. Kriss tertidur dengan mendengarkan suara Tiffany yang menceritakan apa saja yang dilihat selama perjalanan ke sana. Setelah lebih dari tiga puluh menit, Tiffany pun menghentikan laju mobilnya dan turun, menatap ke arah bangunan yang ada di tengah-tengah sawah itu.
"Apakah itu tempatnya?" Tanya Tiffany pada Kriss.
"Ya! Jalanlah beberapa langkah setelah mengunci mobilmu." Jawab Kriss memberitahu.
Tiffany pun menghela napasnya panjang dan berjalan pelan untuk menuju bangunan itu. Benar-benar menyebalkan karena Kriss membuat bangunan di tempat seperti ini. Bagaimana dirinya mengunjungi nanti, benar-benar merepotkan saja.
"Apakah kamu di dalam?" Tanya Tiffany lagi.
"Ya!" Jawab Kriss singkat.
Tiffany masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya. Tiffany mencari keberadaan Kriss, hingga akhirnya dirinya menemukan laki-laki itu berbaring di atas lantai dengan alas kain selimut.
"Apakah kamu tidak tahu betapa rindunya aku?" Tanya Tiffany segera mematikan sambungan teleponnya dan naik ke atas tubuh Kriss.
Kriss membuka matanya dan memeluk Tiffany yang tidur tengkurap di atasnya.
"Seharusnya kamu menunggu sehari saja, aku akan pulang besok." Jawab Kriss sembari memasukkan tangannya pada baju yang dikenakan oleh Tiffany.
"Bagaimana bisa aku bertahan? Kamu bahkan sulit sekali untuk dihubungi." Balas Tiffany dengan pelan.
Tiffany mengecup bibir Kriss singkat, setelahnya Tiffany menggigit hidung mancung Kriss dengan gemas.
"Tidak bisakah kamu hidup dengan tenang saja? Kamu benar-benar menyebalkan karena memiliki rencana seperti ini." Tanya Tiffany dengan pelan.
"Maafkan aku, aku benar-benar tidak bisa hidup tenang seperti yang kamu inginkan." Jawab Kriss dengan cepat.
"Untuk itu, segeralah cari laki-laki yang cocok denganmu, maka aku akan segera melepaskanmu juga." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany kesal saat mendengarnya.
"Apakah kamu mau digigit sampai mati? Bisa-bisanya kamu meminta hal itu dengan mudah?" Balas Tiffany kesal.
"Aku tahu aku bukan perawan yang bisa menjepitmu dengan erat, tapi bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu dengan mudah?" Lanjut Tiffany kesal.
Baru saja Tiffany ingin mengomel lagi, Kriss memutuskan untuk mencium bibir Tiffany dan melumatnya dengan rakus. Bibir tipis yang cerewet, tentu saja Kriss sangat ingin menghabiskannya sedari dulu. Tapi dirinya benar-benar tak bisa melakukannya.
Kriss menghentikan ciumannya dan menatap ke arah Tiffany yang juga menatap ke arahnya.
"Berhenti membandingkan dirimu dengan perawan, lagipula siapa yang peduli dengan itu? Tidak ada! Bahkan jika aku peduli, aku akan berada di samping dokter Anya alih-alih bersamamu seperti ini." Kata Kriss memberitahu.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung menggigit pipi tirus Kriss dengan susah payah.
"Jadi berhenti untuk melakukannya, apakah aku terlihat tidak puas saat bersamamu? Aku selalu puas bahkan langsung tertidur setelahnya. Jadi jangan katakan hal konyol itu lagi." Lanjut Kriss sembari menarik kepala Tiffany agar berhenti menciumnya.
Kriss beranjak bangun dan membiarkan Tiffany duduk di atas pangkuannya. Kriss menarik wanita itu ke dalam pelukannya, tangannya masih menyentuh kulit punggung Tiffany yang terasa cukup dingin. Kriss benar-benar bersyukur karena wanita itu sudah benar-benar sehat.
"Apakah kamu sudah benar-benar sehat?" Tanya Kriss pelan.
"Ya! Aku sudah sehat dan bisa bertarung denganmu." Jawab Tiffany dengan semangat.
"Ayo pulang, ramalan cuaca nanti malam akan hujan disertai petir. Jika kita tetap di sini kamu akan sakit." Kata Kriss pada Tiffany.
"Buat aku lupa dengan hal itu, maka aku tidak akan sakit. Aku selalu lupa segala hal saat bersamamu. Kamu hanya perlu mendekapku sepanjang malam agar aku bisa tertidur nyenyak tanpa gelisah." Balas Tiffany yang langsung saja membuat Kriss diam dan pada akhirnya menganggukkan kepalanya setuju. Kriss sendiri juga ingin menetap dan mengetahui apakah bangunan ini benar-benar sudah siap pakai atau belum. Karena jika sudah, maka dirinya akan mempercepat rencananya, mengurung laki-laki sialan itu ke sini dan juga menyiksanya dengan menggunakan makhluk itu. Lalu, jika ruangan ini belum cukup siap, maka dirinya akan kembali merenovasinya dengan mengawasinya sendiri.