71

1017 Kata
Malam hari, Tiffany bangun dan menuruni tangga dengan langkah pelan. Matanya menatap ke arah semua orang yang sibuk membersihkan rumah. Melihat mereka masih bersih-bersih pada malam hari, tentu saj karena papanya tidak puas dengan kebersihan yang ada di rumah ini. "Apa ada yang anda inginkan nona?" Pertanyaan yang terdengar dari salah satu orang membuat Tiffany menggelengkan kepalanya dan terus berjalan ke arah kamar utama yang sudah ditinggalkan. Di mana kamar itu berisi barang-barang milik mamanya yang sudah ditinggalkan. Tiffany membuka kamar itu dan melihat papanya yang ada di dalam. Sepertinya ini pertama kalinya Tiffany melihat papanya masuk ke dalam kamar itu setelah kepergian mamanya. "Apa papa sudah menemukan sesuatu?" Tanya Tiffany yang langsung saja membuat papanya menoleh dan menatap ke arahnya. "Apa maksudmu buku catatan?" Tanya papanya yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. "Papa sudah membacanya, sepertinya papa memang membuat kesalahan besar hingga mama kamu sangat membenci papa." Jawaban yang diberikan oleh papanya membuat Tiffany menaikkan sebelah alisnya, Tiffany berjalan mendekat dan mengambil buku catatan itu dengan cepat. Tiffany membaca tulisannya dengan cepat, mulai awal sampai akhir. Benar, papanya mengatakan hal benar. Di dalam buku catatan itu mamanya tidak pernah menuliskan jika dia menyukai papanya, tapi kenapa di ingatan Tiffany mamanya menuliskan hal itu? Tiffany duduk di atas ranjang dan membuka kembali buku catatan itu, membacanya dengan teliti. "Dari awal memang papa yang memaksa mama kamu, jadi wajar jika dia membenci papa. Tapi papa tidak pernah menyesal karena dia meninggalkan putri yang begitu berharga." Tiffany tidak mendengarkan apa yang dikatakan papanya dan memutuskan untuk terus membacanya. Hingga dalam lembaran terakhir Tiffany menemukan itu. Ada tiga kata di tempat berbeda yang menggunakan bolpoin yang lebih tebal. Kata pertama adalah 'Aku', lalu yang kedua adalah kata 'sangat', dan yang ketiga menyayanginya. Dalam tiga kata itu ada di dalam satu kalimat yang bertuliskan 'Aku tidak akan pernah melupakannya, betapa aku sangat membencinya dan tidak akan pernah menyayanginya' Tiffany menatap ke arah papanya dan melihat ke arah papanya yang tengah melihat buku-buku lainnya. "Menurut papa, mama orang yang seperti apa?" Tanya Tiffany pelan. "Mama kamu?" "Dia orang yang cukup pendiam, tidak banyak bicara dan penuh kasih sayang. Dia jarang memperlihatkan rasa pedulinya tapi dia tetap peduli dengan memberikan perhatian lewat orang lain." Jawab papa Tiffany yang langsung saja membuat Tiffany diam. "Selain itu, mama kamu tidak pernah bercerita pada orang lain kecuali buku catatannya. Dia memang membenci papa, tapi dia melakukan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik, tidak pernah mengeluh dan tetap menerima dengan baik." "Apakah ada sesuatu yang kamu temukan?" Tanya papanya yang langsung saja membuat Tiffany sadar dan kembali menatap ke arah buku catatannya. "Mama sangat menyayangi papa, dia tidak pernah berselingkuh dengan seorang supir atau siapapun." Kata Tiffany memberitahu. "Dia memang menyayangi papa, tapi dia tidak mencintai papa. Dua kata itu berbeda, jadi jangan kamu sama ratakan." Balas papanya memberitahu. "Aku mendengarnya dari mama sendiri, dia bilang dia sangat menyayangi dan mencintai papa." Kata Tiffany memberitahu. "Benarkah? Syukurlah kalau begitu. Papa pikir perasaan papa tidak akan terbalas sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri." Balas papanya dengan tenang. "Apakah papa akan membersihkan rumah? Menyingkirkan semua barang-barang yang berhubungan dengan mama?" Tanya Tiffany lagi. "Tidak, papa hanya berpikir rumahnya terlalu kotor jadi meminta mereka untuk membersihkannya." Jawaban yang diberikan papanya tentu saja bisa langsung dipahami oleh Tiffany. Padahal sebenarnya, papa Tiffany sangat menyesal karena tidak merawat rumah ini. Begitu sampai dirinya menemukan buku catatan di kamar kerjanya, isinya adalah curhatan istrinya yang mengatakan betapa istrinya menyayangi dirinya dan juga mencintainya. Berbeda sekali dengan catatan yang ia temukan di dalam kamar. Papa Tiffany hanya bisa menyesalinya, seandainya saja dirinya tahu jika istrinya tidak berselingkuh darinya dan mengatakan jika dia menyukai dirinya, mungkin istrinya itu masih ada di dunia ini dan bahagia bersamanya. Benar kata Heri, istrinya meninggal karena ulahnya sendiri, dan bukan karena orang biasa itu. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan dibandingkan dengan hal itu. Dia baru mengetahuinya saat orang yang ia sayangi tidak ada. Bayangkan, betapa lama makian dan juga keluhan yang ia ucapkan sebelumnya? Tapi semua itu benar-benar tidak ada artinya, karena hanya dirinya yang mempercayai hal itu. "Papa pikir, kamu bisa menikahi siapapun. Papa juga tidak akan mengganggu hubungan pribadimu lagi." Kata papanya memberitahu. "Tiffany harap juga seperti itu." Balas Tiffany dengan pelan. Tiffany berdiri dan masuk ke dalam walk in closet milik mamanya dengan langkah pelan. Melihat baju-baju dan juga berbagai macam barang yang masih tersimpan rapi, tentu saja membuat Tiffany tahu jika itu memang masih dirawat dengan baik. "Apakah papa tidak ingin menikah lagi?" Tanya Tiffany sembari berjalan keluar dan mengambil anting milik mamanya yang bisa ia pakai untuk menangkap sesuatu, seperti gambar dan juga video. Anting itu di desain khusus agar papanya bisa tahu di mana keberadaan mamanya jika sewaktu-waktu dia pergi, selain itu jika mamanya dalam bahaya, papanya pun bisa melacak apa yang sedang dihadapi oleh mamanya itu. "Tiffany mengambil perhiasan milik mama." Kata Tiffany memberitahu papanya. "Kenapa harus yang itu?" Tanya papanya dengan cepat. Papanya tidak ingin dirinya merasa tertekan seperti apa yang dialami mamanya selama ini. Di mana dirinya yang menggunakan anting itu dengan perasaan yang tidak nyaman karena tidak bisa pergi dengan leluasa. "Tiffany membutuhkannya untuk menangkap sesuatu." Jawab Tiffany memberitahu. "Kamu tahu? Kamu akan merasa tertekan jika menggunakannya." Kata papanya mengingatkan. "Papa tidak perlu ikut campur, jangan mencoba untuk penasaran atau melihatnya. Itu saja yang harus papa lakukan." Balas Tiffany dengan pelan. "Jika papa berani melihatnya tanpa sepengetahuan Tiffany, maka papa juga ingin Tiffany bernasib sama seperti mama, merasa tertekan sampai akhir hidupnya." Lanjut Tiffany memperingatkan. "Kalau begitu, istirahatlah! Tiffany tidak makan malam hari ini, untuk menjaga berat badan." Kata Tiffany yang langsung saja memutuskan untuk pergi meninggalkan kamar utama. Tiffany mengambil itu karena dirinya ingin merekam dan mengambil potret makhluk yang tengah diteliti oleh Kriss. Jika sewaktu-waktu dirinya ikut lagi, maka hal itu akan sangat membantu Kriss jika dirinya berhasil menemukan potretnya. Tidak hanya imajinasi saja, tapi potretnya. Pekerjaan Kriss akan semakin mudah karena hal itu. Tiffany masuk ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Tangannya bergerak untuk menghubungi Kriss. Namun semua itu berakhir umpatan karena ponsel milik Kriss mati dan tidak bisa menerima panggilan darinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN