70

1022 Kata
Heri masuk ke dalam kamar dan melihat Anya yang tengah memainkan ponselnya dengan duduk. "Apa ada pasien?" Tanya Anya yang langsung saja meletakkan ponselnya dan menatap ke arah calon suaminya yang ada di pintu. "Aku tadi tidak ingin mengganggumu tapi dia datang untuk meminta obat nyeri haid, jadi aku tidak tahu harus memberikan apa." Jawab Heri memberitahu. Anya yang mendengarnya tentu saja langsung tersenyum, dirinya beranjak bangun dan keluar dari kamar untuk menemui pasiennya itu. Anya duduk di kursinya dan menatap ke arah pasien di depannya. "Apa ada yang kamu keluhkan?" Tanya Anya pada Ida, salah satu wanita yang membersihkan laboratorium. "Ini pertama kalinya saya haid setelah melakukan kuret sebulan yang lalu, jadi tolong berikan obat yang bikin lukanya kering juga dok." Jawab Ida yang langsung saja membuat Anya menatap ke arah Ida dalam diam. Anya tidak berhak ikut campur terlalu banyak, untuk itu Anya memutuskan untuk menuliskan resep untuk Ida, karena kebetulan dirinya tidak memiliki obat itu. "Kamu bisa membelinya di luar karena di sini tidak ada obatnya." Kata Anya memberikan selembar kertas pada Ida. Ida yang mendengarnya tentu saja langsung menganggukkan kepalanya dan menerima resep itu dengan senang hati. "Terima kasih dok, kalau begitu saya permisi." Jawab Ida yang langsung saja beranjak bangun dan pergi meninggalkan ruangan Anya. Anya menatap ke arah calon suaminya yang langsung saja menghampirinya setelah melihat wanita tadi keluar. "Dia habis keguguran kan? Kenapa kamu tidak tanya apa penyebabnya, agar kamu juga bisa lebih berhati-hati." Tanya Heri yang langsung saja membuat Anya menoleh, menatap Heri yang sudah duduk di bawah dan tengah mengelus perutnya pelan. "Dia menggugurkan kandungannya, dan bukan keguguran." Kata Anya memberitahu. "Hah? Kok bisa?" Balas Heri tak percaya saat mendengarnya. "Mungkin karena kecelakaan sama teman kencannya? Soalnya dia belum menikah." Kata Anya menebak-nebak alasan wanita tadi melakukan aborsi. "Tetap saja, bagaimana bisa seorang laki-laki tidak bertanggung jawab seperti." Balas Heri kesal. "Bisa saja karena dia yang tidak siap." Kata Anya yang langsung saja membuat Heri langsung menatap intens ke arah Anya. "Kamu tidak berniat untuk menyingkirkannya kan? Meskipun kamu belum siap kamu tidak boleh melakukannya." Tanya Heri khawatir. "Aku pernah ingin melakukannya, tapi melihat kamu begitu menyukainya tentu saja aku pikir-pikir lagi." Jawab Anya yang langsung saja membuat Heri terdiam. "Apapun alasannya, jangan pernah kamu melakukan hal keji itu. Kamu boleh menyukai laki-laki lain, kamu juga boleh melakukan apapun dengan laki-laki itu, tapi jangan pernah untuk menyingkirkan anak itu." Kata Heri yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Anya. "Baiklah, kalau begitu kita tidak perlu menikah. Aku hanya akan melahirkan anak ini dan menyerahkannya padamu." Kata Anya yang langsung saja membuat Heri bangun dan menatap tajam ke arah Anya. "Aku tidak suka jika harus saling menyelingkuhi, tapi jika kamu menyukai hal itu maka aku memutuskan untuk tidak menikah denganmu saja." Lanjutnya lagi. "Kalau begitu jangan selingkuh, tetaplah setia padaku sekalipun kamu tidak menyukaiku. Dari sekian banyak hal yang aku miliki, pasti ada yang membuatmu tertarik kan? Jadi jangan selingkuh dariku dan tetap bertahan menjadi istriku." Balas Heri dengan cepat. Anya yang mendengarnya tentu saja langsung diam, memutuskan untuk beranjak bangun dan berniat pergi. "Ya?" Pelukan dari belakang diikuti dengan bujukan yang terdengar membuat Anya tersenyum tipis dan memutuskan untuk melepaskan pelukan itu. Tidak apa-apa kan jika dirinya ingin menggoda calon suaminya sekali saja? Anya terus berjalan dengan senyum malu-malu, berbeda dengan Heri yang terlihat frustasi. Heri berjalan mengejar kepergian Anya dengan tergesa-gesa. Baru saja Anya ingin menutup pintu kamarnya, Heri sudah menghadangnya dan menatap ke arah Anya dengan mata penuh permohonan. "Maafkan aku, aku janji tidak akan mengatakan hal itu lagi." Kata Heri lagi. "Bukankah kamu harus menjaga klinik? Atau aku saja yang berjaga?" Tanya Anya uang langsung saja membuat laki-laki itu menghela napasnya pelan. "Aku yang akan berjaga, jadi berhentilah marah, dan jangan batalkan pernikahan kita." Jawab Heri pada akhirnya memutuskan untuk pergi, membiarkan Anya menutup pintu kamarnya dan tersenyum tipis. Anya berjalan ke arah ranjang dan kembali mengambil ponselnya. Anya menatap ke arah foto dirinya dan juga Heri yang ia ambil beberapa hari yang lalu. Laki-laki itu memang terlihat menakutkan, tapi dia tidak pernah sekalipun menyakitinya. Jadi Anya sedikit menyukainya. Selain di atas ranjang, laki-laki itu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Anya menyetel potret itu menjadi tampilan layarnya, sudah waktunya dirinya melupakan Kriss dan mulai fokus pada calon suaminya. Apalagi dirinya akan menikah sebentar lagi. "Mama tahu kamu sangat menyayangi papa, jadi teruslah tumbuh dengan baik." Ucap Anya sembari mengelus perutnya yang masih rata. Setelah itu, Anya memutuskan untuk berbaring dan memejamkan matanya sejenak. Jam makan siang tiba, Heri berjalan ke arah kamar untuk memberikan makan untuk calon istrinya. Melihat calon istrinya yang tidur tentu saja langsung membuat Heri beranjak untuk membangunkannya. "Sudah waktunya makan siang, ayo makan dulu." Kata Heri sembari menepuk pelan lengan calon istrinya. Anya yang cukup sensitif tentu saja langsung bangun dan menatap ke arah makanan yang dibawakan oleh calon suaminya. "Sayur dan daging lagi!" Keluh Anya yang langsung saja membuat Heri mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut calon istrinya pelan. "Kan dokter bilang kamu harus makan makanan sehat dulu, jadi aku membawakan ini." Kata Heri bersuara. "Aku pengen mie." Kata Anya bersuara. "Siang ini makan ini dulu, nanti malam untuk camilan aku belikan." Kata Heri yang langsung saja membuat Anya memanyunkan bibirnya ke depan karena kesal. Anya tahu, laki-laki itu pasti akan bertanya pada dokter lebih dulu apakah dirinya boleh makan mie atau tidak. Karena calon suaminya itu cukup ketat soal makanan yang ia makan. Bahkan memakan makanan pedas saja tidak diperbolehkan. "Mau aku suapin?" Tanya Heri yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Anya. "Kembalilah, aku akan makan sendiri." Kata Anya mulai menyuapkan makanan pada mulutnya sendiri. Heri tidak ingin pergi, memutuskan untuk berbaring dan memeluk perut calon istrinya itu. "Adek nggak boleh rewel, nanti mama repot." Ucap Heri pada calon bayinya. "Bilang aja kamu yang repot, kalau kamu memang lelah ya biarin aja aku makan seadanya. Nggak usah kode-kode ngatain adeknya yang repot." Kata Anya yang langsung saja membuat Heri bangun dan memeluk calon istrinya untuk meminta maaf. Sepertinya dirinya memang membuat banyak kesalahan hari ini. Atau memang calon istrinya yang sedang sensitif? "Maafkan aku!" Ucap Heri sekali lagi, meminta maaf pada apa yang sudah ia katakan tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN