73

1016 Kata
Seperti yang diperkirakan, malam itu benar-benar hujan. Lantai yang dingin tidak ada alas lain kecuali selimut yang dibawa oleh Kriss tentu saja membuat Kriss sedikit khawatir. Pasalnya, Tiffany baru saja sembuh, kalau wanita itu kembali sakit maka dirinya tidak akan bisa menanggungnya. "Apakah kamu kedinginan?" Tanya Kriss pada Tiffany yang sudah ada di dekapannya. Wanita itu tidur dengan menggunakan mantel yang tebal, tentu saja mantel itu selalu siap di dalam mobil. Sedangkan Kriss tidak mengenakan pakaian karena pakaiannya basah. Tiffany tidak menjawab, memutuskan untuk mengeratkan pelukannya pada kulit tubuh Kriss yang sedikit hangat. Kriss mencoba mengecup bibir wanita itu, dan Tiffany memutuskan untuk membuka matanya dan membalas kecupan yang diberikan oleh Kriss dengan rakus. Tiffany membawa tangan Kriss untuk masuk ke dalam bajunya, menyentuh aset atasnya yang tidak menggunakan apa-apa selain kaos yang ia pakai. "Daripada itu, bukankah lebih baik kita berkeringat agar bisa tidur?" Tanya Tiffany yang langsung saja membuat Kriss mengubah posisinya. Keduanya pun memulainya dengan perlahan, hingga akhirnya melakukannya dengan sedikit berlebihan. Tiffany terus mengeluarkan suara, berpikir jika ini lebih menegangkan karena tidak akan ada yang mendengar teriakannya. Meskipun begitu, Kriss mencoba untuk membungkam bibir Tiffany agar tidak terus berteriak, karena Kriss cukup tahu, jika terkadang masih ada orang yang berkeliaran untuk mencari burung di malam hari. Meskipun situasi sekarang tidak memungkinkan karena hujan. Pada pelepasan pertamanya, Kriss langsung saja ambruk di atas tubuh Tiffany. Membiarkan Tiffany menerima beban tubuhnya yang berat itu. Sedangkan Tiffany sendiri memutuskan untuk mengelus punggung laki-laki itu dengan pelan. "Aku yakin kalau ini akan jadi calon bayi jika saja tadi kamu mengeluarkannya di dalam." Ucap Tiffany yang tidak ingin didengarkan oleh Kriss. Sampai kapanpun, jika bisa, dirinya tidak ingin memiliki anak lebih dulu. Apalagi disengaja seperti ini. "Apakah kamu langsung tidur?" Tanya Tiffany pelan. "Belum, kamu tidurlah!" Balas Kriss yang langsung saja turun dari tubuh Tiffany dan tidur di samping wanita itu. Suara guntur yang terdengar membuat Tiffany mengeratkan pelukannya pada Kriss, takut karena tiba-tiba saja ada kilat, lalu tidak lama setelahnya suara guntur terdekat begitu kuat. "Sepertinya akan hujan sepanjang malam." Bisik Kriss pelan. Kriss mengangkat wajah Tiffany untuk menjauh dari dadanya, terlihat sekali jika wanita itu sangat ketakutan. Kriss mencium bibir wanita itu, segera setelahnya Tiffany membalasnya. Mencoba untuk melupakan situasinya dan menikmati cumbuan uang diberikan oleh Kriss untuknya. Di pagi hari, Kriss bangun dan berjalan ke luar. Menatap ke arah sinar matahari yang sudah muncul, membuat sisa-sisa hujan tadi malam terasa sedikit hangat. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan sampai detik ini Tiffany belum juga bangun. Semalam dirinya kembali melakukannya lagi dan lagi, hingga akhirnya wanita itu kelelahan dan langsung tertidur. Meskipun badannya terasa sedikit lelah, Kriss merasa lebih baik karena hasratnya sudah tersalurkan. Kriss kembali masuk ke dalam rumah dan menatap ke arah Tiffany yang tidur dengan mantel yang menyelimuti tubuhnya yang telanjang. Padahal semalam dirinya mencoba untuk tidak melepaskannya karena dingin, tapi wanita itu bersikeras karena keringatnya yang membuatnya panas. Kriss mengulurkan tangannya, menyentuh dahi Tiffany yang terasa sedikit panas. Wajar saja, dia pasti akan sakit jika tidur di tempat seperti ini, apalagi dengan kondisi yang baru saja sembuh dari sakitnya. Tiffany membuka matanya, menarik lengan Kriss untuk ia peluk erat. "Ayo pulang, kamu demam." Ajak Kriss yang langsung saja membuat Tiffany bergerak mencari posisi nyamannya. "Tiff," panggil Kriss pelan. "Aku bawa obatnya di mobil, nanti kita pulang kalau udah nggak dingin." Jawab Tiffany pada akhirnya. Kriss pun mengerti, dirinya berjalan keluar dari rumah dan menghampiri mobil milik Tiffany yang terparkir cukup jauh. Jika tidak segera mendapatkan perawatan, setidaknya dia harus meminum obatnya. Kriss menyalakan kunci dan masuk ke dalam mobil, mencari obat yang dikatakan oleh Tiffany sebelumnya. Setelah menemukannya, Kriss pun mengambil air dan membawanya kembali ke rumah gubuknya. Melihat belum ada satu orang pun yang datang untuk mengurus sawah, tentu saja membuat Kriss paham kenapa Tiffany enggan bangun. Karena udaranya masih terasa sangat dingin. Kriss masuk ke dalam rumah dan membukakan obat untuk Tiffany. "Ayo bangun, minum obatnya dulu." Kata Kriss yang langsung saja dituruti oleh Tiffany. Tiffany duduk, membiarkan mantelnya terbuka dan memperlihatkan aset depannya yang tidak tertutup apa-apa. Belum lagi dengan kulit putihnya yang dipadukan beberapa kissmark yang ditinggalkan oleh Kriss. "Kalau masih lelah tidurlah lagi, kita akan pulang setelah kamu merasa lebih baik." Kata Kriss sembari melihat Tiffany yang meminum obatnya. "Apakah kamu lapar?" Tanya Kriss pelan. "Tidak, aku tidak ingin makan apapun." Jawab Tiffany memberitahu. "Baiklah, kalau begitu tidurlah lagi. Aku akan ada di luar untuk mengawasi sekitar." Balas Kriss memberitahu. "Semalam, apakah aku membuatmu puas?" Tanya Tiffany pelan. Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung mencium kening Tiffany lama. "Apakah aku belum berterima kasih?" Tanya Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. "Terima kasih untuk yang semalam." Ucap Kriss pada akhirnya. Tiffany tersenyum tipis dan kembali berbaring untuk melanjutkan tidurnya. "Pakai pakaiannya, takutnya nanti orang desa sudah mulai ke sawah dan nanti kalau kamu masih telanjang pasti canggung." Kata Kriss memberitahu. Tiffany menurut, memutuskan untuk bangun dan memakai pakaiannya dengan benar. Setelah benar-benar selesai, Tiffany memutuskan untuk tidur lagi, dan Kriss pun tidak bisa melakukan apa-apa kecuali memberikan kecupan agar wanita itu tidur dengan nyenyak. Matahari terus naik, dan Tiffany pada akhirnya membuka matanya saat jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Tubuhnya benar-benar lelah setelah melakukan berkali-kali dengan Kriss, belum lagi lantainya yang keras, membuat Tiffany lebih lelah lagi. Aroma mie rebus yang tercium membuat Tiffany menoleh, menatap ke arah Kriss yang membawa semangkuk mie rebus dengan telor di atasnya. "Baru saja mau aku bangunin." Ucap Kriss saat melihat Tiffany sudah bangun. "Kapan kamu mempersiapkannya?" Tanya Tiffany penasaran. "Saat kamu masih tidur." Jawab Kriss sembari memberikan sumpit untuk wanita itu. Tiffany memakan mie instan itu dengan lahap, sedangkan Kriss yang melihatnya tentu saja senang. Kriss mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi wanita itu, mengecek suhu tubuhnya apakah masih panas. "Syukurlah demamnya sudah turun." Ucap Kriss yang hanya dijawabi anggukan oleh Tiffany. Karena Tiffany memutuskan untuk memakan mie buatan Kriss dengan semangat. Kriss tersenyum tipis saat melihatnya, mengingat lagi saat pertamakali dirinya membuatkan mie instan untuk Tiffany dan wanita itu terus mengeluh karena tidak pernah memakannya. Lalu sekarang tiba-tiba saja wanita itu sudah terbiasa dan mulai menikmatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN