81

1020 Kata
Kriss dan Tiffany duduk bersama yang lainnya, menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh dokter Anya secara langsung. "Apakah kak Heri tidak memakai art?" Tanya Tiffany pada kakaknya. "Kamu tahu sendiri kalau aku tidak terbiasa dengan orang luar." Jawab Heri dengan suara pelan. "Tetap saja, kak Heri nggak boleh egois seperti itu." Balas Tiffany mengingatkan. "Saat ini dokter Anya sedang hamil, jika dia masih perlu memikirkan soal kebersihan rumah dan juga yang lainnya, itu sama saja kak Heri tidak berniat untuk membahagiakan dia. Apakah kak Heri tidak belajar dari uang sebelumnya?" Lanjut Tiffany dengan kesal. "Lagipula, kak Heri juga tidak bisa di rumah setiap hari. Bisa dibayangkan betapa bosannya dokter Anya jika tidak punya teman untuk bicara." Kata Tiffany lagi. "Semua ini yang mengerjakan mas Heri kok, aku hanya menatanya saja." Kata dokter Anya berdua. Memberitahu jika dirinya tidak melakukan apa-apa. "Ini karena kalian masih pengantin baru, seharusnya dokter Anya tidak percaya begitu saja." Balas Tiffany mengingatkan. Heri yang mendengarnya tentu saja terdiam, sepertinya apa yang dikatakan oleh Tiffany ada benarnya. Sepertinya dirinya harus mulai keluar dari zona nyaman demi mempertahankan kehidupan pernikahannya. "Makanlah dengan tenang!" Tegur Kriss sembari meletakkan ayam goreng di atas piring Tiffany. Tiffany yang mendengarnya tentu saja ingin membalas, tapi setelah melihat wajah Kriss yang tenang membuat Tiffany mengurungkan niatnya. Tiffany memutuskan untuk meneruskan makanannya dengan tenang seperti apa yang dikatakan oleh Kriss. Setelah menyelesaikan makanannya, Kriss pun segera meletakkan alat makannya dan menerima air yang diberikan oleh Tiffany untuk dirinya. "Apakah setelah ini kalian?" Tanya Anto penasaran. "Kita? Masih lama." Jawab Tiffany dengan cepat. "Setidaknya kita masih harus berpuas-puas dulu bermainnya, jika sudah kita baru memikirkan tentang pernikahan. Bukankah seperti itu Kriss?" Tanya Tiffany pada Kriss. Kriss menoleh ke arah Tiffany dan tersenyum tipis, tidak memberikan jawaban apapun dari pertanyaan yang diajukan oleh Tiffany. Kriss meletakkan gelasnya dan memutuskan untuk menyandarkan tubuhnya pada kursi. Sedangkan Tiffany sendiri memutuskan untuk memakan makanannya dengan lebih lahap. Karena sejujurnya dirinya juga lapar karena tidak bisa makan dengan benar akhir-akhir ini. Papa Tiffany yang juga ada di meja makan yang sama tentu saja hanya mendengarkan dan memantau. Jika putrinya sudah memutuskan hal itu, maka dirinya juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu. "Kalau begitu aku akan pamit lebih dulu." Kata papa Tiffany yang langsung saja membuat semua orang menghentikan makannya dan ikut bangun untuk memberikan hormat. "Duduklah dan buat diri kalian lebih nyaman, aku datang sebagai tamu juga." Kata papa Tiffany yang langsung saja membuat semua orang kembali duduk. Tiffany mengikuti kepergian papanya bersama dengan kakaknya Heri. "Jangan bermain terlalu jauh, ingatlah untuk pulang." Kata papa Tiffany pada Tiffany. "Tiffany akan berusaha untuk seperti itu. Papa juga jaga kesehatan dengan baik, banyak-banyak istirahat daripada bekerja. Papa sudah tua jadi apalagi yang papa cari. Dibandingkan sibuk bekerja, papa cobalah untuk mencari pasangan agar papa tidak kesepian dan juga ada yang mengurus." Kata Tiffany memberitahu papanya. Papa Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung terdiam. Bagaimana bisa dirinya melupakan istrinya begitu saja? Tentu saja tidak akan bisa. Istrinya adalah orang terbaik dan juga tercantik yang pernah ia temui. "Papa mengerti." Balasnya dengan suara pelan. "Saat weekend, pulanglah lebih sering. Papa akan di rumah saat hari libur. Tidak masalah siapa yang kamu bawa datang, papa akan menyambutnya dengan baik." Lanjutnya yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. "Baiklah, Tiffany akan memikirkannya." Jawab Tiffany dengan cepat. Setelah itu papanya pun berpamitan untuk pergi. *** Di lain sisi, di dalam Kriss sedang berbincang dengan dokter Anya terkait kesehatan Tiffany yang sudah cukup membaik. Dokter Anya juga memberikan beberapa resep vitamin untuk membuat kesehatan Tiffany semakin terjaga. "Apakah kamu tidak berniat untuk menikahi Tiffany?" Tanya Anto penasaran. "Kita belum berpikir sampai sejauh itu, tapi jika kecelakaan terjadi maka kita akan menikah nantinya." Jawab Kriss dengan cepat. "Kenapa? Bukankah ini kesempatan bagus? Tiffany dari keluarga kaya dan kamu bisa menikmati apapun jika menikah dengannya." Balas Anto penasaran kenapa Kriss terlihat sangat menolaknya. "Benar, keluargaku kaya dan punya segalanya, kenapa kamu tidak mau menikah denganku?" Sahut Tiffany yang baru saja masuk dan merangkul leher Kriss dari belakang. "Aku tidak bisa menikah hanya karena harta, bagaimana jika kamu terus bersikap kekanak-kanakan? Aku pasti tidak akan bisa menikmati keseharianku dengan baik." Jawab Kriss sembari menatap ke arah Tiffany yang menatapnya dari samping. Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung mencebikkan bibirnya kesal. Bisa-bisanya Kriss memberikan jawaban yang menohok seperti itu. "Apa yang membuat kamu berpikir kalau aku kekanak-kanakan?" Tanya Tiffany sedikit kesal. "Kamu pergi mencariku sesuka hati saya aku tidak terlihat di matamu, kamu juga terlihat sangat bergantung denganku. Bagaimana jika Tuhan mengambil nyawaku lebih dulu? Aku takut kamu akan ikut pergi menyusulku." Jawab Kriss sembari bercanda. "Intinya dalam pernikahan tidak cukup hanya karena harta, meskipun harta sangat penting karena kita membutuhkannya di dunia ini, tapi tetap saja kewarasan yang lebih penting." Lanjut Kriss menegaskan. "Sikap seperti itu bisa berubah seiring berjalannya waktu, kenapa kamu tidak berpikir jika Tiffany bisa saja berubah?" Tanya Heri penasaran. "Itu tidak akan terjadi, tidak akan ada satu orangpun yang bisa membuatnya berubah. Kecuali dari hatinya sendiri." Jawab Kriss dengan yakin. "Jahat sekali." Gumam Tiffany sedikit sakit hati dengan jawaban yang diberikan oleh Kriss. Apa yang dikatakan Kriss memang benar, dirinya tidak akan pernah berubah karena orang lain. Itu karena dirinya percaya jika semua orang akan menyukai dirinya. Tapi sekarang pandangan Tiffany berubah karena dirinya bertemu dengan Kriss. Tiffany kembali duduk dan mengambil air untuk minum, setelah itu Tiffany memutuskan untuk menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan lesu. "Istirahatlah jika lelah." Kata Kriss memberitahu. "Apakah kamu tidak peka? Aku sedang merajuk." Ucap Tiffany dengan kesal. "Lihatlah, dia tidak akan pernah dewasa karena banyak orang yang menyayanginya." Balas Kriss sembari mengelus rambut Tiffany dengan perlahan. Mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja Tiffany langsung tersenyum tipis dan memutuskan untuk bersikap semakin manja. Sejujurnya, Tiffany tahu jika Kriss memang mengatakan kebenaran, tapi Tiffany juga tahu jika Kriss mengharapkan ada perubahan darinya. Jadi Kriss tidak mendorongnya terlalu keras seperti kebanyakan orang yang ingin melihat dirinya berubah. Kriss seperti bermain layang-layang, menarik ulur dengan waktu yang tepat agar layang-layang bisa terbang tinggi dan juga dengan baik. Untuk itu Tiffany sangat menyukai Kriss lebih dari rasa sukanya pada laki-laki yang ia miliki sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN