80

1026 Kata
Setelah selesai meledek dokter Anya, Tiffany pun segera duduk di samping papanya. Membiarkan Kriss yang duduk cukup jauh darinya. "Apakah papa tidak punya pekerjaan?" Tanya Tiffany penasaran dan juga sedikit ingin menyindir papanya agar segera pergi. "Papa baru saja istirahat, apakah kamu ingin melihat papa pergi bekerja lagi?" Jawab papanya yang langsung saja membuat Tiffany mengubah ekspresi wajahnya. "Kamu ini, kelihatan banget nggak suka sama papa." Ucap papanya yang langsung saja membuat Tiffany tertawa pelan saat mendengarnya. "Bukan begitu, tapi suasananya jadi canggung kalau ada papa." Jawab Tiffany memberitahu. "Papa kan bosnya, tapi ikut nongkrong di sini." Lanjut Tiffany lagi. "Papa tidak akan lama, lagipula papa ke sini karena ingin melihat kamu." Jawab papanya dengan cepat. "Apakah papa takut Tiffany pulang hilang giginya?" Balas Tiffany yang langsung saja membuat papanya tersenyum tipis. "Jangan banyak main-main, papa tidak suka. Kalau memang suka main di rumah tidak masalah dibandingkan dengan di luar. Papa khawatir." Kata papanya memberitahu. "Kriss!" Panggil Tiffany yang langsung saja membuat Kriss yang mulanya mendengarkan kini semakin memfokuskan perhatiannya pada Tiffany. "Dengerkan? Nggak boleh main di luar, kalau mau main ke rumah aja." Lanjut Tiffany memberitahu. Kriss menatap ke arah papa Tiffany dengan tanpa ekspresi. Jujur saja, Kriss sedikit tidak menyukainya, Kriss masih bisa melihat ekspresi tidak suka yang diperlihatkan oleh papa Tiffany pada dirinya. Selain itu, papa Tiffany juga terlihat sangat ingin menyingkirkan dirinya. "Aku dengar." Balas Kriss dengan suara pelan. Setelah itu Kriss memutuskan untuk kembali bersikap biasa dan memakan camilan yang tersedia. Tiffany mendengus tak percaya, dari semua hal yang bisa dikatakan, cuma itu yang dikatakan oleh laki-laki yang katanya hanya akan menikah dengannya saat dirinya hamil itu. Setengah jam berlalu, papa Tiffany beranjak bangun dan meminta Kriss untuk mengikutinya. Awalnya Tiffany melarangnya, tapi Kriss tidak mendengarkan dirinya dan mengikuti apa yang dikatakan oleh papanya. Keduanya masuk ke dalam ruang kerja milik Heri. Kriss berdiri dan menatap lurus ke arah papa Tiffany yang juga memfokuskan diri pada dirinya. "Apakah kamu menyukai putriku?" Pertanyaan yang terdengar membuat Kriss diam dan menatap lebih intens ke arah papa Tiffany yang terlihat khawatir. "Dia tumbuh tanpa kasih sayang orang tuanya, jika kamu hanya berpikir untuk menyakitinya, maka lebih baik kamu mundur sekarang." Kata papa Tiffany yang langsung saja membuat Kriss terdiam saat mendengarnya. "Saya menyukai putri anda, tapi saya tidak berniat untuk menikah." Jawab Kriss dengan cepat. "Alasannya masih sama, karena saya tidak punya masa depan untuk sekarang ataupun kedepannya." Belum sempat papa Tiffany marah, Kriss sudah melanjutkan kata-katanya dan memberitahukan alasan yang pernah ia katakan dulu. "Jika anda meminta saya menjauh dari Tiffany, maka anda tidak akan bisa melakukannya." "Seperti yang saya katakan sebelumnya, Tiffanylah yang mendekati saya lebih dulu, jika anda ingin kita menjauh maka anda harus meminta putri anda untuk menjauhi saya." Kriss terus mengatakan hal yang sama, tidak ada yang berubah dari kata-katanya. Hal itu membuat papa Tiffany bisa menilai jika Kriss adalah orang yang sangat keras kepala, yang menjadi pertanyaannya, bagaimana bisa putrinya menyukai laki-laki keras kepala seperti itu? "Apakah kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Kamu bisa saja menghilang dikemudian hari karena kata-kata lancang itu." Ancam papa Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tersenyum tipis. "Saya tidak takut, karena jika bukan karena anda saya juga akan segera menghilang. Jadi tidak ada bedanya, intinya saya akan tetap menghilang karena memang saya tidak punya masa depan yang bagus." Balas Kriss dengan berani. "Bagaimana bisa putriku menyukai laki-laki sepertimu? Apakah kamu tahu? Dari semua laki-laki yang disukai oleh Tiffany, kamu adalah yang terburuk." Ucap papa Tiffany memberitahu. "Itu bukan berarti saya akan terpengaruh, jika saya yang terburuk berarti selera putri anda yang jatuh." Jawab Kriss dengan berani. "Dari awal saya tidak berniat datang ke sini, tapi anak buah anda yang menyeret saya untuk bergabung dengan anda. Lalu anda juga menawarkan pekerjaan pada orang yang tidak punya pendidikan seperti saya. Lalu tidak lama kemudian, putri anda juga mendekati saya. Itu berarti anda juga punya selera yang buruk dalam memilih karyawan yang tidak berpendidikan seperti saya." Lanjut Kriss meledek. Papa Tiffany yang mendengarnya tentu saja kesal, ingin sekali dirinya marah dan mengumpat, tapi apa yang dikatakan oleh Kriss adalah kebenaran. Dirinya yang menarik laki-laki itu untuk masuk dan bergabung. Padahal jelas-jelas dirinya juga sudah tahu jika laki-laki itu tidak memiliki pendidikan yang bagus. "Lalu apa yang akan kamu lakukan? Bukankah kamu sudah tidur dengan putriku?" Tanya papa Tiffany kesal. "Itu bukan berarti hanya saya satu-satunya yang tidur dengan putri anda." Kata Kriss dengan cepat. "Saya mengatakan ini bukan karena saya ingin lari dari tanggung jawab, tapi saya tetap tidak akan menikah jika putri anda tidak hamil." Kata Kriss melanjutkan. "Jika sudah tidak ada yang ingin anda katakan, saya akan permisi lebih dulu. Karena bagaimanapun juga, saya tidak bisa membiarkan Tiffany khawatir terlalu banyak dan membuat dia semakin membenci ayahnya sendiri." Pamit Kriss yang langsung saja berbalik dan berniat pergi. Baru saja Kriss membuka pintunya, Kriss bisa melihat Tiffany yang menunggu dengan ekspresi wajah khawatir di depan pintu. Mata Tiffany dan juga papanya bertemu, papa Tiffany tertawa pelan karena dirinya kalah dengan laki-laki itu. Bisa-bisanya dirinya tidak memprediksikan hal seperti itu. "Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Tiffany khawatir. "Aku baik-baik saja, papa kamu hanya menawarkan naik pangkat untukku." Jawab Kriss berbohong. "Dia tidak bisa mengatakannya di depan karyawan lama." Lanjut Kriss memberitahu. "Dia memaksa kamu untuk menikah denganku?" Tanya Tiffany lagi. "Kamu pikir aku mau melakukannya?" Balas Kriss dengan tertawa pelan. "Tidak akan, kamu bahkan tidak akan goyah sekalipun aku menggodamu setiap malam." Jawab Tiffany yang langsung saja membuat Kriss gemas dan mencubit pelan pipi Tiffany. "Ayo kembali, aku mencium aroma harum dari makanan." Ajak Kriss yang langsung saja membuat Tiffany memasang wajah kesal. "Awas aja kalau kamu tertarik sama dokter Anya hanya karena masakannya." Ancam Tiffany yang langsung saja menggandeng tangan Kriss dan membawanya pergi. Mengabaikan papanya yang sedari tadi mengamati interaksi keduanya dalam diam. Papa Tiffany mengakui jika Kriss memang baik dalam mengemong putrinya, tapi sayang sekali jika putrinya hanya menghabiskan waktu tak berguna dengan orang yang tidak memiliki niat serius dengannya. Papa Tiffany menyandarkan tubuhnya pada meja kerja Heri, setelahnya dirinya menundukkan kepalanya karena sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk putrinya. Yang ia harapkan, adalah kebahagiaan putrinya, tidak lebih dari itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN