79

1031 Kata
Tengah malam, Kriss terbangun dan melihat ponselnya. Kabar tentang bendungan anastasius ia lihat begitu ponselnya menyala. Beberapa rumah yang jaraknya cukup dekat tergenang air yang meluap keluar. Melihat situasinya, hal ini terbiasa terjadi saat musim hujan jadi tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Setelah melihat kabar terbaru tentang bendungan anastasius, Kriss pun memutuskan untuk kembali tidur. Jika terjadi hal seperti itu, maka dirinya tidak bisa datang dalam waktu dekat ini. Jika dirinya ingin memantau, mungkin itu dari game yang ia buat. *** Pagi hari, Tiffany bangun lebih dulu, diikuti oleh Kriss yang juga sudah bangun dan menguap lebar. Tiffany yang melihat Kriss tidur tengkurap dengan telanjang d**a tentu saja membuat Tiffany sedikit terpesona. Berbeda dengan dulu, kulit tubuh Kriss sekarang terlihat sedikit bersih jadi memperlihatkan otot tubuhnya yang terbentuk rapi. "Mau pulang kapan?" Tanya Tiffany pada Kriss yang tidak mengatakan apa-apa. Belum sempat Kriss menjawabnya, suara deringan ponsel yang terdengar membuat Tiffany bergerak mengambil ponselnya. Tiffany menerima panggilan dari kakak sepupunya yang baru saja menikah kemarin. "Ada apa?" Tanya Tiffany tanpa basa-basi. "Paman bilang kamu di luar sama Kriss?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Tiffany menoleh ke arah Kriss yang kembali memejamkan matanya. "Ada apa?" Tanya Tiffany lagi. "Sebelum kembali, mampirlah ke rumah. Anya memasak banyak sebagai perayaan pindah rumah." Jawab Heri yang langsung saja membuat Tiffany terdiam sejenak hingga akhirnya menganggukkan kepalanya mengerti. "Baiklah, aku akan mampir lagi nanti." Balas Tiffany dengan cepat. "Kriss masih tidur, jadi mungkin aku datang sedikit lebih siang." Kata Tiffany memberitahu. Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung membuka matanya dan menatap ke arah Tiffany yang juga menatap ke arahnya. Tiffany memutuskan panggilannya secara sepihak dan segera berbaring lagi, memeluk tubuh Kriss yang tengkurap di sampingnya. "Kriss, bagaimana kalau sekali lagi?" Bujuk Tiffany dengan pelan. "Tidak! Aku ingin istirahat." Jawab Kriss dengan cepat dan kembali memejamkan matanya. Tiffany mencebikkan bibirnya kesal, meskipun begitu Tiffany pun juga tidak memaksa lagi dan memutuskan untuk kembali tidur. Jam menunjukkan pukul sebelas siang saat keduanya keluar dari hotel, Kriss mengemudikan mobilnya dengan pelan. Keduanya memutuskan untuk membeli sesuatu lebih dulu sebelum datang ke rumah pengantin baru untuk bawaan. "Apakah mau bawa buah?" Tanya Kriss saat melihat penjual buah di depan sana. "Boleh, nanti kita mampir juga di toko kue dan beli juga." Jawab Tiffany dengan antusias. Kriss menghentikan mobilnya di depan stan buah-buahan yang segar. Tiffany membeli beberapa macam buah yang berbeda. Kriss memberikan dompetnya untuk membayarnya, setelah menerima buah dan juga selesai membayar, Tiffany kembali masuk ke dalam mobil, dan mobil pun kembali melaju dengan kecepatan pelan. Tiffany mengambil anggur yang sengaja ia beli untuk dirinya sendiri. Tiffany memakannya dengan tenang, sesekali menyuapi Kriss agar laki-laki itu tidak bosan mengemudikan mobilnya. "Asem?" Tanya Tiffany pada Kriss. "Tidak, rasanya enak." Jawab Kriss dengan cepat. "Toko kuenya di mana?" Tanya Kriss pada Tiffany. "Jalan aja terus, nanti ada kok." Jawab Tiffany dengan cepat. Kriss pun mengikuti interview Tiffany, terus menjalankan mobilnya dengan pelan. Setengah jam berlalu, hingga akhirnya Kriss menghentikan mobilnya di depan toko kue dan roti. "Mau ikut turun?" Tanya Tiffany pada Kriss. "Aku menunggu di sini saja." Jawab Kriss dengan cepat. Tiffany turun dengan membawa dompet milik Kriss yang kembali diberikan untuk dirinya. Kriss bersandar pada kursi dan memejamkan matanya sejenak. Memikirkan tentang bagaimana dirinya menyentuh Tiffany tadi malam. Berbeda dengan sebelumnya, semalam dirinya sedikit kasar hingga membuat wanita itu terus bersuara. Selain itu, dirinya juga tidak sengaja keluar sekali di dalam. Kalau Tiffany sampai hamil, maka dirinya pasti harus tanggung jawab. Atau jika tidak, mungkin dirinya akan benar-benar mati di tangan papanya Tiffany. Tidak lama kemudian, Tiffany pun kembali masuk ke dalam mobil. Kriss menoleh, melihat ke arah Tiffany yang sibuk meletakkan kue yang ia beli. Setelah itu Tiffany menggunakan sabuk pengamannya dan tersenyum lebar. "Aku pakai uangku," kata Tiffany sembari memberikan dompet milik Kriss kembali. "Apakah isinya sudah habis?" Tanya Kriss sembari melihat isinya. "Masih, tapi udah dari kemarin-kemarin kan pakai uang kamu. Lagipula buah sudah pakai uang kamu, jadi kuenya pakai uang aku. Kita kan datang bersama." Jawab Tiffany menjelaskan. "Tidak apa-apa kalau kamu mau memakainya, lagipula aku juga tidak punya kebutuhan penting lainnya." Kata Kriss dengan suara pelan. "Untuk yang tadi malam, jika kamu telat segera beritahu aku." Kata Kriss pada akhirnya membahas tentang semalam saat dirinya kelepasan keluar di dalam. "Ini bukan berarti akan langsung jadi, kenapa kamu begitu khawatir." Jawab Tiffany dengan tenang. Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung diam, mobilnya berhenti saat lampu merah menyala. Kriss menoleh dan mengambil tangan Tiffany untuk ia genggam. "Apakah kamu mau menggugurkannya?" Tanya Tiffany penasaran. Itu bukanlah hal yang bagi orang-orang sekarang, jadi jika dirinya menanyakan hal itu baginya tidak masalah. "Kamu pikir aku sejahat itu?" Balas Kriss dengan suara pelan. "Lalu apa? Kamu akan menikahiku?" Tanya Tiffany yang langsung saja membuat Kriss membukakan matanya lebar. Suara klakson mobil belakang yang terdengar membuat Kriss sadar dan segera menjalankan kembali mobilnya. "Anak itu tidak boleh tumbuh tanpa ayah bukan? Jadi aku harus tanggung jawab." Kata Kriss pada akhirnya. "Kalau begitu aku akan berdoa agar hamil, jadi kita akan menikah." Balas Tiffany dengan antusias. "Jika kamu berdoa maka itu tidak akan berhasil." Kata Kriss dengan tersenyum tipis. Tiffany pun ikut tersenyum, diam-diam Tiffany sedikit lega karena Kriss tidak berniat untuk membunuh seorang bayi yang akan tumbuh nantinya. Selain itu, Tiffany juga senang karena meskipun hanya sekali, Kriss berpikir untuk menikah dengannya. Sesampainya di rumah dokter Anya, Kriss pun menghentikan mobilnya dan segera turun setelahnya. Kriss bertanya mana yang harus dibawa masuk dan mana yang tidak, Tiffany pun memberitahunya dengan perlahan. Setelah selesai, Tiffany dan Kriss masuk ke dalam dengan tangan Kriss yang penuh dengan plastik berisi buah-buahan dan juga kue. Karena pintunya terbuka lebar, tentu saja keduanya memutuskan untuk masuk begitu saja. Tiffany memperlambat langkahnya data melihat papanya ada di sana. Tiffany juga menoleh ke arah Kriss yang terlihat tidak peduli. Syukurlah karena Kriss tidak terlihat sungkan atau yang lainnya. "Kalian sudah datang?" Tanya dokter Anya yang baru saja bergabung di ruang tengah dan segera menghampiri Tiffany untuk memeluknya. "Apakah semalam tidak lembur?" Bisik Tiffany bertanya. Dokter Anya tersenyum lebar dan melepaskan pelukannya, setelah itu dokter Anya mengelus perutnya dan membuat Tiffany mengerti apa maksudnya. "Kasihan sekali." Ledek Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya tertawa pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN