Sudah sebulan berlalu sejak Tiffany dipanggil oleh keluarganya. Dan selama sebulan itu juga Kriss tidak pernah melihat Tiffany dan juga tidak pernah juga dihubungi oleh wanita itu.
Setiap hari, hanya dokter Anya yang datang untuk memperhatikan dirinya. Mengirimkan makanan dan juga camilan yang didapatkan wanita itu dari calon suaminya.
Ya! Dokter Anya sudah memutuskan untuk menikah dengan Heri, Kriss juga tahu jika dokter Anya sedang mengandung, jadi Kriss sesekali membuka suaranya untuk menanyakan tentang keadaannya.
Seperti biasa, setelah selesai mandi Kriss langsung duduk di depan komputernya, mendesain ulang tempat yang akan ia gunakan untuk menangkap makhluk-makhluk itu.
Jika merasa lelah, Kriss juga bermain game sebentar untuk mencaritahu keberadaan makhluk-makhluk itu berkumpul, jadi saat dirinya sudah punya waktu luang, Kriss akan datang untuk mengeceknya secara nyata.
Pintu yang terbuka membuat Kris menebak-nebak jika itu sudah pasti dokter Anya. Wanita itu biasa datang jam segini untuk membawakan makan malam untuknya.
"Padahal aku sudah bilang pada dokter Anya untuk tidak usah datang, aku yang akan mengambilnya." Kata Kriss dengan tatapan yang masih fokus pada layar komputernya.
"Sepertinya dokter Anya merawatmu dengan baik." Ucap Tiffany dengan cemberut, sedikit iri dengan dokter Anya yang dapat bersama Kriss semalam sebulan penuh.
Mendengar suara yang ia rindukan, Kriss pun segera menoleh dan menatap ke arah Tiffany yang sudah menangis dengan berlari ke arahnya.
"Apakah kamu merindukanku? Aku sangat merindukanmu." Tanya Tiffany segera duduk di atas pangkuan Kriss dan memeluk laki-laki itu dengan erat.
Kriss sendiri tidak menyangka jika pertemuannya dengan Tiffany akan mengharukan seperti ini.
"Rasanya aku ingin loncat dari jendela karena ingin menemui kamu." Lanjut Tiffany memberitahu.
Kriss menarik Tiffany dan membuat pelukan Tiffany terlepas. Kriss menyentil dahi Tiffany pelan dan membuat wanita itu menangis semakin keras.
"Jangan lakukan hal seperti itu." Kata Kriss mengingatkan.
"Apakah kamu anak kecil? Kamu bahkan menangis dengan keras hanya karena sentuhan ringan itu?" Tanya Kriss sembari mengulurkan tangannya untuk mengelus dahi wanita itu dengan penuh kasih sayang.
"Kamu pasti sudah berpaling pada dokter Anya kan? Cepat ngaku! Dia datang setiap hari mengantarkan makan malam untukmu, kalian bertemu setiap hari dalam sebulan, sedangkan aku hanya di kurung di dalam kamar tanpa ponsel karena sudah membuat laki-laki itu babak belur." Tuduh Tiffany dengan tangisnya.
Kriss tersenyum lebar saat mendengarnya, merasa lucu dengan Tiffany yang merajuk seperti anak kecil yang merindukan ibunya.
"Benar! Saat tidur aku selalu memikirkan wajah dokter Anya yang manis itu. Aku bahkan berpikir untuk pindah ke ruangannya agar bisa tidur." Jawab Kriss menggoda.
"b******k," maki Tiffany begitu saja.
Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung tertawa pelan, menarik wanita itu ke dalam pelukannya.
"Aku juga merindukanmu! aku pikir kamu sudah bosan bekerja karena tidak kunjung kembali." Kata Kriss berkata jujur.
"Setiap hari aku juga lihat ke arah ponsel, menunggu kamu menghubungiku." Lanjut Kriss lagi.
"Karena tidak kunjung menghubungi juga, aku pikir kamu sudah mendapatkan yang berwarna hitam dan lebih memuaskanmu." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany menjambak rambut Kriss dengan kesal.
Kriss tertawa pelan dan memeluk Tiffany dengan erat.
Dokter Anya, Heri dan juga Anto yang ada di pintu tentu saja hanya memutar bola matanya malas, merasa kesal dengan kemesraan yang diperlihatkan oleh keduanya.
"Tapi di sini bukan hanya Kriss yang merindukanmu, bukankah kamu seharusnya juga merindukanku?" Ucap dokter Anya memutuskan untuk membuka suaranya dan menghentikan kemesraan keduanya.
Heri menatap ke arah calon istrinya dan tersenyum tipis, dirinya tidak kesal, karena dirinya sudah cukup dengan mendapatkan wanita itu sebagai istrinya. Masalah hati bisa ia atur dengan perlahan agar tidak ada yang merasa dipaksakan.
"Tidak! Aku hanya merindukan Kriss. Jika kalian merindukanku kalian harus kembali sekarang dan menemui aku besok." Jawab Tiffany masih memeluk Kriss dengan erat, bahkan dirinya tidak berniat untuk menoleh dan menatap ke arah siapa saja yang datang.
"Tapi kamu harus bicara sama mereka jika ingin tetap di sini, aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku." Kata Kriss memberitahu.
"Aku tahu kamu berbohong soal merindukanku, mangkanya kamu segera mengusirku setelah ada orang lain yang akan menemaniku." Jawab Tiffany dengan cepat, merasa sangat kesal pada Kriss yang masih saja tidak peka.
Kriss mencium kening Tiffany untuk menenangkan wanita itu, Kriss merasa lega karena sudah bisa mendengar celotehan yang keluar dari bibir tipis itu.
"Aku berkata jujur, tapi aku juga harus menyelesaikan pekerjaan ini." Kata Kriss memberitahu.
"Setelah selesai, aku akan memelukmu sepanjang malam." Lanjut Kriss menjanjikan.
Meskipun kesal, Tiffany pun akhirnya beranjak dari pangkuan Kriss dan menatap kesal ke arah komputer itu. Saingan terberatnya memanglah makhluk sialan itu. Masalahnya, dirinya pun tidak bisa melawan makhluk itu.
"Aku meletakkan oleh-oleh di sini, setelah selesai langsung jemput aku ya. Aku akan ke ruangan dokter Anya agar tidak kesal." Kata Tiffany memberitahu.
"Siap!" Jawab Kriss dengan cepat dan juga tersenyum lebar.
Setelah itu Tiffany, Anto, dokter Anya dan juga Heri pun meninggalkan Kriss sendirian. Keempatnya berjalan ke arah ruangan dokter Anya dengan berbagai pertanyaan yang belum satupun Tiffany jawab.
Di sana, Tiffany duduk dan menceritakan semuanya. Awalnya Tiffany pikir Kriss akan menjadi orang pertama yang akan mendengar ceritanya itu, tapi ternyata dirinya malah menceritakan cerita itu pada orang lain lebih dulu.
"Jadi kamu benar-benar menghajarnya?" Tanya Heri tak percaya.
"Hem, aku mengalahkannya dengan susah payah. Ya kalau aku kalah aku harus tidur dengannya, siapa yang mau? Sudah jelek pendek pula. Melihat bentuk jempol kakinya saja sudah kelihatan betapa kecilnya itu." Jawab Tiffany menceritakan hal itu dengan sungguh-sungguh.
"Aku benar-benar merindukan kalian, papa mengambil ponselku dan memintaku untuk tidak melakukan apapun dalam sebulan. Dia menyelesaikan kekacauan yang sudah aku perbuat dengan susah payah. Lalu aku mengatakan padanya untuk tidak mencarikan jodoh lagi. Aku juga mengancamnya akan ikut sama mama jika dia terus memaksa." Lanjut Tiffany memberitahu.
"Papa kamu pasti ketakutan, kamu satu-satunya keluarga yang dia miliki. Kalau kamu ikut mama kamu, dia sudah tidak punya siapa-siapa." Kata Heri bersuara.
"Mama Tiffany masih ada?" Tanya dokter Anya ragu-ragu.
"Sudah tidak ada, jika aku ikut dengannya ya aku juga mati." Jawab Tiffany dengan mudahnya.
Tiffany menatap ke arah dokter Anya, berterima kasih pada wanita itu karena sudah merawat Kriss dengan baik.
"Aku sangat bersyukur dokter Anya berbadan dua. Aku benar-benar tidak bisa tidur nyenyak membayangkan Kriss berpaling pada dokter Anya." Kata Tiffany dengan jujur.
"Aku juga menggodanya, tapi dia menolak." Jawab dokter Anya yang langsung saja membuat Tiffany kesal saat mendengarnya.
Meskipun begitu, Tiffany memutuskan untuk tidak marah dan memperhatikan wanita itu dengan lebih hangat.
"Bagaimana denganmu? Masih belum lepas dari kebiasaan?" Tanya Tiffany pada Anto.
"Sudah berkurang, tidak seperti sebelumnya." Jawab Anto memberitahu.
"Syukurlah, kamu tidak boleh sakit kelamin di usia muda seperti ini." Ucap Tiffany sembari menepuk pelan bahu Anto.
Keempatnya kembali berbicara bersama-sama.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam saat Kriss datang dan langsung duduk di samping Tiffany.
"Ayo langsung balik saja." Ajak Tiffany yang langsung beranjak bangun, padahal Kriss baru saja duduk.
"Aku juga ingin bicara dengan mereka." Jawab Kriss menolak.
"Seminggu ke depan kamu hanya milikku." Kata Tiffany kekeuh dengan apa yang ia katakan.
Kriss pun hanya menggelengkan kepalanya pelan dan memutuskan untuk pergi. Berpamitan pada dokter Anya dan juga Heri dengan wajah yang penuh dengan ucapan maaf.
"Kamu juga harus istirahat kan?" Tanya Heri pada Anya.
"Kalau begitu aku pamit juga, tidur yang nyenyak." Ucap Anto berpamitan.
Dokter Anya bangun dari duduknya dan berjalan ke arah kamar dengan malas. Semenjak hamil dirinya tidak pernah bisa tidur malam, makan pun tidak seperti sebelumnya. calon bayinya benar-benar tidak ingin makan apapun kecuali makanan pedas.
Aroma terapi yang menyebar ke seluruh ruangan membuat Anya tenang, Heri benar-benar melakukan yang terbaik sebagai calon suami dan juga calon papa.
"Apakah mas Heri tidak lelah? Mas Heri boleh tidur lebih dulu." Kata Anya pada Heri.
"Tidak, aku akan terjaga dan menemani kamu sepanjang malam." Jawab Heri dengan sungguh-sungguh.
Seperti dirinya, laki-laki itu juga terjaga sepanjang malam untuk menemani dirinya berbicara. Anya merasa sangat menyusahkan, tapi laki-laki itu dengan sabar menuruti semua perintahnya.
Keduanya memutuskan untuk menikah dua Minggu lagi, tidak ada perayaan besar, hanya melakukan foto pernikahan dan juga mendaftarkan pernikahan. Anya dan Heri sudah sepakat dengan hal itu, meskipun sebelumnya Heri menolak dan ingin mengadakan pesta besar-besaran.
"Rasanya terharu melihat Tiffany dan Kriss tadi, keduanya benar-benar terlihat sangat cocok." Ucap Anya dengan suara pelan.
"Kamu pasti sakit hati." Balas Heri dengan suara pelan.
"Sedikit, tapi aku akan melupakannya. Lebih baik hidup bersama laki-laki yang mencintaiku dibandingkan dengan hidup bersama orang yang aku cintai." Jawab Anya dengan suara pelan.
Heri yang mendengarnya tentu saja senang. Sayang sekali karena dirinya belum bisa menyentuh calon istrinya karena sedang hamil muda.
"Apakah kamu sangat menginginkan anak ini?" Tanya Anya dengan suara pelan.
"Aku menginginkan keduanya, kamu dan juga anak kita." Jawab Heri tanpa ragu-ragu.
"Sebelumnya aku berpikir tentang memiliki anak pasti merepotkan, tapi sekarang aku tidak berpikir seperti itu. Membayangkan anak kita akan lahir dengan wajah manis sepertimu tentu saja membuatku berdebar." Kata Heri memberitahu.
"Aku tidak peduli apa jenis kelaminnya, tapi jika dia perempuan, aku akan mengajarinya dengan baik agar tidak merasa diabaikan oleh keluarganya." Ucap Heri dengan antusias.
Anya tersenyum tipis saat mendengarnya, Anya tahu calon suaminya itu tidak sabar untuk menyambut buah hatinya. Karena bagaimanapun juga dia selalu mengatakan hal yang sama setiap harinya.
"Untuk hari ini, tolong peluk aku sepanjang malam." Pinta Anya yang langsung saja disetujui oleh Heri.
Di tempat lain, Tiffany berbaring di dalam pelukan Kriss. Sedari tadi, bibirnya selalu mengoceh, menceritakan hal-hal yang katanya membosankan. Pada menurut Kriss itu adalah hal yang lucu.
Kriss terus tersenyum sedari tadi, mendengarkan cerita dan juga rengekan wanita itu dengan tangan yang tidak berhenti mengelus rambut wanita itu penuh dengan kasih sayang.
"Untung saja papa menyayangiku, jika tidak mungkin aku akan tetap menikah dengannya." Ucap Tiffany dengan suara pelan dan juga terdengar lega.
"Aku benar-benar merindukanmu." Ucap Tiffany memberitahu dengan memeluk laki-laki itu dengan erat.
"Aku juga." Jawab Kriss dengan suara pelan.
Kriss terdiam, memutuskan untuk mengeratkan pelukannya dan memejamkan matanya.
"Haruskah kita punya anak juga?" Tanya Tiffany tiba-tiba dan berhasil membuat Kriss membuka matanya lebar.
"Tidak, aku tidak menginginkannya." Jawab Kriss dengan yakin.
"Lalu haruskah kita melakukannya saja?" Tanya Tiffany lagi.
"Tidurlah, kamu baru saja kembali jadi jangan pikirkan hal lainnya dan istirahatlah." Jawab Kriss lagi, menolak ajakan wanita itu dengan suara pelan.
Meskipun kesal, Tiffany tetap menurut. Dirinya juga sangat lelah karena perjalanan. Memang dirinya datang dengan diantar supir, tapi dirinya tetap tidak bisa istirahat Kate tidak sabar untuk bertemu Kriss.
Tiffany memejamkan matanya, membuat Kriss membuka matanya dan mencium kening wanita itu lama.
"Selamat malam," bisik Kriss ikut memejamkan matanya dan bersiap untuk ikut tidur.
Keduanya tidur berpelukan, menyalurkan rasa rindunya dengan cara sederhana seperti itu.
Dini hari, Kriss terbangun, merasa lapar karena belum makan malam. Kriss mengangkat kepala Tiffany pelan untuk memindahkan kepala wanita itu agar tidur di atas bantal.
"Mau ke mana?" Tanya Tiffany yang ikut terbangun dan menatap ke arah Kriss yang melakukan pergerakan dengan hati-hati.
"Aku akan makan." Jawab Kriss memberitahu.
Tiffany bangun dari tidurnya dan menatap ke arah laki-laki itu dengan intens.
"Kamu belum buka oleh-oleh tadi?" Tanya Tiffany dengan sungguh-sungguh.
"Apakah itu makanan?" Tanya Kriss ragu-ragu.
"Padahal aku sudah susah payah membuatnya dengan tanganku sendiri, dan kamu mengabaikannya begitu saja." Ucap Tiffany merasa kesal.
"Ah, aku akan memakannya sekarang." Jawab Kriss merasa sedikit bersalah.
"Biarkan saja, mungkin sudah basi." Jawab Tiffany sedikit merajuk.
Kriss tidak mendengarkan dan tetap berjalan untuk mengambil oleh-oleh yang dibawakan oleh Tiffany. Kriss membuka satu paper bag berisi kotak bekal. Di dalam kotak itu ada nasi goreng sayur dan terlihat enak. Di atas nasi goreng juga ada potongan telur, sosis, dan juga udang goreng.
Kriss mengambil sendok dan mulai memakannya dengan perlahan. Tiffany melihatnya dari jauh, sudah yakin jika nasi goreng buatannya sudah basi. Tapi saat melihat Kriss memakannya dengan lahap tentu saja membuat Tiffany beranjak bangun dan menghampiri Kriss.
"Apakah belum basi?" Tanya Tiffany penasaran.
"Hampir?" Jawab Kriss dengan cepat.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja terkejut, kesal pada laki-laki itu yang memakan nasi goreng buatannya yang hampir basi.
"Kamu nanti sakit perut, sini buang." Kata Tiffany mencoba untuk mengambilnya dari Kriss.
"Daya tahan tubuhku baik, jadi jangan khawatir." Jawab Kriss dengan cepat.
"Siniiin Kriss." Ucap Tiffany masih mencoba untuk merebutnya.
Kriss pun bangun dan meninggikan kotak bekalnya, sesekali memakannya dengan lahap hingga tak tersisa. Tiffany benar-benar kesal karena Kriss benar-benar menghabiskan makanan basi itu tanpa ragu.
Tiffany menarik baju Kriss hingga membuat laki-laki itu merunduk, Tiffany mencium Kriss, memasukkan lidahnya ke dalam mulut Kriss dan mencoba merebut sisa-sisa nasi goreng yang ada dalam mulut laki-laki itu.
Setelah mendapatkannya, Tiffany pun segera melepaskan ciumannya dan meludah berkali-kali. Kriss tersenyum tipis saat melihatnya.
"Apakah kamu mau mati? Tidak cukup dengan makanan basi, kamu juga memakan nasi asin seperti itu? Apakah kamu ingin mati karena darah tinggi?" Tanya Kriss dengan kesal.
Kriss meletakkan kotak bekal di atas meja dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya.
"Jika ada orang yang sudah rela melakukan hal-hal yang tulus maka aku tidak boleh membuatnya kecewa. Tidak apa-apa asin, karena itu bukan pekerjaan kamu." Kata Kriss menenangkan wanita itu.
Setelah mendengar hal itu, Tiffany pun membalas pelukan Kriss dengan erat. Tiffany pikir, dirinya tidak bisa melepaskan laki-laki itu apapun alasannya.
"Kriss, sepertinya aku semakin menyukaimu." Ucap Tiffany memberitahu.
"Tidak apa-apa, lakukan apa yang kamu sukai." Jawab Kriss dengan pelan.
"Tapi kamu tidak mau membalasnya." Keluh Tiffany dengan cepat.
"Kamu tidak boleh memaksakan perasaan orang lain," balas Kriss memberitahu.
"Ayo tidur lagi, besok aku harus kerja lagi." Ajak Kriss yang langsung saja membuat Tiffany manyun saat mendengarnya.